Setelah
Kemala dimuat di Majalah Bobo No. 25, minggu depannya satu cerpen saya lagi
dimuat di Majalah Bobo no. 26 Tahun XLIII yang terbit 1 Oktober 2015. Kali ini
judulnya Aroma Kopi Ayah. Inspirasi cerpen ini dari kopi, sesuai judulnya tentu
saja. Dari saya yang sering kesulitan tidur setelah minum kopi. Dari sepupu
kecil saya yang juga pernah mengeluh susah tidur saat mencicipi kopi yang saya
minum.
Ini versi cerpen yang saya kirim ke
Bobo. Untuk edisi yang cetaknya lumayan banyak editan di 1/3 akhir cerita. Saya
membandingkan sebelum diedit dan sesudah diedit. Dari situ saya banyak belajar J
Happy Reading ^_^
Aroma
Kopi Ayah
Oleh
: Hairi Yanti
Segelas kopi buat ayah
selalu tersedia di meja makan. Ibu membuatkan kopi di gelas putih yang sama
setiap pagi. Kopi berwarna hitam dengan gelas putih. Ampas kopi terkadang
terlihat di dinding gelas. Wangi kopi akan tercium Lika ketika dia duduk di
samping ayah. Lika suka dengan aroma kopi ayah.
“Apa
kopi itu pahit, Ayah?” Ayah menyeruput kopi pelan-pelan. Tidak seperti Lika
yang meminum susu coklat dengan cepat.
“Kalau dikasih gula jadi
manis, Lika,” jawab ayah. Ayah mengunyah roti bakar yang dibuatkan ibu. Lika
juga ikut menyuapkan roti bakar ke mulutnya. Sesekali ayah menyeruput kopi
disela makan roti bakar. Seperti Lika yang juga minum susu coklat kesukaannya.
“Tapi Ayah lebih suka kopi
yang gulanya sedikit. Jadi kopi ini memang sedikit pahit.” Ayah berkata lagi
saat melihat Lika terus memperhatikan kopi ayah.
“Boleh Lika mencoba kopi
ayah?” Tanya Lika. Agak sedikit ragu dari nada bicaranya.
“Lika mau?” Ayah menyodorkan
kopi yang tinggal setengah. Lika ragu. Kata ayah kopinya sedikit pahit, apa
seperti obat? Lika bergumam sendiri. Pahit itu tidak enak, seperti obat. Lika
menggeleng. Tak jadi minum kopi ayah.
“Kalau pahit kenapa Ayah
suka kopi?” Lika bertanya lagi keesokan paginya. Kali ini menu sarapan mereka
nasi goreng. Masih ada segelas kopi untuk ayah.
“Karena Ayah suka, Lika.
Kopi juga bikin ayah lebih konsentrasi di kantor dan tidak mudah mengantuk.
Tapi sebaiknya Lika minum susu coklat saja.” Ayah lalu menghabiskan kopi dalam
gelas. Lika juga mengunyah suapan terakhir nasi gorengnya dan meminum susunya
sampai habis.
Di sekolah Lika menceritakan
kebiasaan ayahnya minum kopi pada Dania. Dania bilang ayahnya tidak minum kopi
di pagi hari. Tapi lebih sering minum jus buah yang dibikin ibunya.
“Apa pahitnya kopi sama
seperti pahit sayuran pare?” Dania bertanya pada Lika. Lika menggeleng. Dia tidak
tahu karena belum pernah mencoba kopi ayah. Tidak tahu seberapa pahit kopi
ayah. Lika hanya tahu yang pahit itu obat.
“Sayuran pare enak, walau
pahit,” kata Dania lagi. Lika memikirkan rasa tumis pare yang pernah dibikin
ibu. Tidak terlalu pahit. Tidak seperti obat.
“Kalau direndam pakai garam
kata ibuku pare enggak pahit lagi.” Dania menjawab kebingungan Lika. Lika
mengangguk-angguk. Mungkin karena itu tumis pare kesukaan ibunya tidak pahit.
Lika bersorak senang melihat
ada Tante Riska di rumahnya siang sepulang sekolah. Tante Riska mampir sebentar
buat ketemu Ibu. Ibu menyuguhkan kopi buat Tante Riska.
“Tante minum kopi? Rasanya
pahit.” Lika berkata sambil bergidik. Membayangkan pahitnya obat.
“Kalau kopi ayahmu memang
pahit, Lika. Tapi kopi Tante Riska manis karena dicampur gula dan susu.” Tante Riska
meminum kopinya lagi. Tidak seperti ayah yang meminum pelan-pelan, Tante Riska
minum kopi seperti minum susu.
“Kenapa Tante minum kopi?”
Lika bertanya lagi. Lika penasaran apakah alasannya sama dengan ayah karena
rasanya enak. Padahal kopi katanya pahit.
“Tante mengantuk, Lika. Jadi
minum kopi dulu. Lika mau coba? Awas tidak bisa tidur,” ujar Tante Riska. Tapi
Lika penasaran dengan rasa kopi, jadi dia mencobanya dari gelas Tante Riska.
Riska meneguk kopi dengan perlahan. Ada rasa susu di dalamnya dan memang
sedikit pahit. Riska meneguknya lagi untuk kedua kali.
“Lika suka?” Tante Riska
melihat reaksi Lika.
“Lebih suka susu atau jus
buah.” Tante Riska tertawa mendengar jawaban Lika.
Waktu sudah menunjukkan
pukul 10 malam. Tapi Lika belum bisa tertidur. Padahal biasanya Lika selalu
tidur sebelum jam 10. Lika mondar mandir di dekat ibu.
“Lika belum mengantuk,
kenapa, ya, Bu?” Kening ibu terlihat berkerut tanda ibu sedang berpikir.
“Lika tidur siang kelamaan, ya?”
Lika menggeleng. Dia tidak tidur siang hari ini. Tiba-tiba Lika ingat sesuatu.
“Apa karena Lika tadi ikut
minum kopi sama Tante Riska?” Lika ingat kata ayah, kalau minum kopi bisa bikin
tidak mengantuk.
“Iya, Lika. Mungkin karena
itu. Kafein dalam kopi kan bisa mengusir rasa kantuk. Tapi cuma sementara,
nanti juga Lika akan mengantuk dan tidur.” Lika mengangguk. Dalam hati Lika
berkata lebih enak minum susu atau jus buah. Tidak membuat dia sulit tidur.
Kalau mengantuk, Lika bisa tidur siang. Biarlah kopi hanya untuk ayah. Lika
hanya suka aromanya. Lika bisa menghirup aroma kopi dari kopi ayah setiap pagi.
***
aku pernah liat buku bobo yang ada cerpen itu
BalasHapusWah, Terima kasih, Mbak :-)
Hapus