Seperti yang
saya ceritakan sebelumnya, saya bertanya tentang kok bisa ya Tere Liye tidak
putus asa dalam menulis padahal katanya tulisan yang dia kirim tidak dimuat dan
pernah ditolak juga. Apa jawaban beliau?
"Dek,"
kata Tere Liye. "Kalau kalian mau jadi penulis, hal pertama yang harus
diurus adalah motivasi atau niatnya apa. Boleh menulis karena ingin kaya raya?
Boleh. Silakan. Boleh menulis karena pengin terkenal juga silakan. Zaman dulu, penulis
tidak dikenal. Sedangkan sekarang penulis bisa jadi bintang iklan. Boleh
menulis karena ingin ke mana-mana? Boleh. Silakan. Zaman sekarang pun penulis
bisa ke mana-mana. Besok di Jakarta, Lusa di Surabaya dan sebagainya dan
sebagainya.
"Tapi,
Nak," lanjut Tere Liye (Tadi adek, sekarang nak :p), "Kalau motivasi kalian
menulis simply hanya karena itu, maka kalian tidak akan punya energi yang
cukup untuk menghidupi karier kepenulisan kalian. 2-3 tahun kalian terkenal
kemudian game over. Banyak sekali
penulis yang terkenal kemudian dilupakan. Nah yang paling harus diurus mendesak
adalah niat kenapa ingin menjadi penulis."
“Apa
motivasi terbaik menjadi penulis? Aku tidak tahu jawabannya. Masing-masing
punya alasan dan argumennya. Tapi kalau ditanya apa motivasi saya? Saya punya
jawabannya versi saya sendiri,” cerita Tere Liye.
Kemudian Tere
Liye bercerita tentang tiga makhluk yang bersahabat baik yaitu seekor burung pipit, seekor penyu dan sebatang pohon kelapa. Tiga
sahabat itu kemudian berpisah dan berjanji akan bertemu tiga tahun kemudian.
Singkat cerita, 3 tahun kemudian mereka bertemu. Apa yang
dilakukan si burung pipit? Burung pipit terbang ke kota seberang melihat dunia
yang lebih indah. Kemudian penyu yang bercerita, penyu bisa berenang ke benua
seberang. Ceritanya lebih menakjubkan dibanding si burung pipit.
Makhluk
ketiga yang bercerita adalah pohon kelapa. Pohon kelapa tidak ke mana-mana. Ia
tidak bisa berenang seperti penyu, juga tidak bisa terbang seperti pohon pipit.
Pohon kelapa memang tidak bisa ke mana-mana, tapi ia punya rahasia kecil.
Ketika pohon kelapa berbuah lebat, kemudian buahnya matang, dan jatuh ke pinggir
pantai, terdampar di atas pasir kemudian direngkuh oleh ombak.
Pohon kelapa
yang tumbuh di pesisir Balikpapan bisa jadi berasal dari buah pohon kelapa yang
ada di Makasar. Begitu pun pohon-pohon kelapa yang tumbuh di berbagai pesisir
dunia, bisa jadi berasal dari buah pohon kelapa yang tak pernah kita bayangkan
sebelumnya. Burung Pipit dan Penyu pun berseru takjub, karena bisa jadi banyak
pohon kelapa yang mereka temui selama ini bisa jadi berasal dari pohon kelapa
sahabatnya itu.
Jadi, apa
motivasi Tere Liye dalam menulis? Hakikatnya sama dengan si pohon kelapa. Satu
tulisan yang kita cemplungkan di blog atau medsos, itu tulisan bisa dibaca dan
di mana-mana. Ketika dibaca orang lain dan kemudian mereka terinspirasi untuk
berbuat kebaikan, maka itulah yang namanya menebar
buah kebaikan di mana-mana.
Apalagi buku
yang bisa berpetualangan ke mana-mana. Menyapa pembaca yang tak terbayang
sebelumnya. Penulis memang mungkin dia tetap berada di satu titik yang sama.
Tapi, tulisannya bisa ke mana-mana. Jadi, kalau mau jadi penulis, perbaiki dulu
motivasinya.
Tere Liye
mengaku senang menulis sejak kecil. Dia cinta, happy, dan tidak pernah merasa
terbebani. Beliau kemudian bercerita kalau Hafalan Shalat Delisa pernah ditolak
2 kali. Mengirim Opini ke Kompas pun Tere Liye pernah ditolak 15 kali, baru tulisan
ke 16 yang dimuat.
Jadi, apa
motivasi kita dalam menulis? Yuk mulai ditengok-tengok motivasinya.
Penanya
selanjutnya bertanya kapan Bang Tere menjadikan Balikpapan sebagai setting cerita seperti Pontianak di Kau,
Aku, dan Sepucuk Angpao Merah.
Bang Tere
menjawab kalau belum menemukan yang khas dari Balikpapan yang bisa dijadikan
setting cerita. Pantainya biasa saja, katanya :p. Apa yang bisa disajikan jadi
cerita? Nah, mungkin ini tugas para penulis Balikpapan yang bisa menggarapnya
untuk menjadikan Balikpapan sebagai setting
cerita.
Kemudian
pertanyaan lain tentang bagaimana menemukan karakter sendiri dalam tulisan
karena masih sering terpengaruh oleh penulis lain? Untuk pertanyaan ini, Bang
Tere menjawab kalau untuk saat ini tugas si penanya menulis saja dulu. Jangan
berpikir macam-macam. Seperti yang selalu beliau tekankan menulis 1000 kata sehari.
Bang Tere Liye juga bercerita tentang novel Matahari yang merupakan
bagian dari serial fantasi dengan cerita tentang persahabatan. Cocok buat
remaja SMP dan SMA. Maka, ketika serial fantasi keluar jangan harapkan ada
cerita romance-nya. Kalau cerita romance silakan baca Hujan atau Daun Yang
Jatuh Tidak Pernah Membenci Angin. Setiap genre, kata beliau, akan berjalan
dengan genre masing-masing. Genre fantasi ya fantasi. Yang berhubungan dengan
politik seperti Negeri di Ujung Tanduk ya akan tetap di jalurnya. Jangan
bermimpi akan ada kisah cinta di Negeri para Bedebah.
Pertanyaan-pertanyaan
lain saya agak kelupaan apa saja. Di bagian saya yang bertanya dan Bang Tere
menjawab, bisa saya jelaskan detail karena ternyata suami saya merekamnya.
Rekamannya saya upload di facebook. Monggo yang udah temenan bisa di Facebook
saya :-)
Acara dijadwalkan
dari jam 5 sore sampai 7 malam. Tapi, kemarin acara cuap cuap Bang Tere ngomong
cuma sampai pukul 6. Selanjutnya satu jam adalah book signing. Jadi, yang mau
shalat maghrib dipersilakan dulu. Bang Tere bilang beliau akan tetap ada sampai
pukul 7 di tempat acara karena shalat beliau berhubung musafir bisa dijamak dan
qashar.
Tapi, ketika saya balik kurang 16 menit dari pukul 7, Bang Tere Liye nya
sudah kagak ada. Huhuhu.... Saya di PHP. Coba tengok-tengok ke dalam Gramedia
juga tidak ketemu sama penulis yang bernama asli Darwis itu. Ya sudahlah, gagal
deh saya dapat tanda tangan beliau. Rencananya mau minta ttd di buku Hujan yang
saya bawa karena saya belum beli Matahari. Saya tidak suka cerita fantasi, jadi
buku pertama serial fantasi itu yang saya baca belum saya baca secara tuntas :D
Walaupun gagal mendapatkan tanda tangan Tere Liye, tapi saya senang dan berterima kasih pada
Gramedia Balikpapan yang mengadakan acara seperti ini. Sering-sering yaaaa...
Jarang ada acara kepenulisan di Balikpapan. Jadi, seru aja mengikutinya. Juga
terima kasih buat suami terdjintah yang udah rela ngantar dan nemenin sampai
berdiri satu jam lebih buat istrinya datang ke acara tersebut. Hehehe… Demi,
ya, Yang. Demi istrinya biar rajin nulis lagi :p
Di kesempatan
itu, saya juga bisa kopdar dengan Mbak Lidha Maul, salah seorang teman blogger
di Balikpapan. Horeee... Bisa ngobrol-ngobrol dan foto-foto cantik dengan Mbak
Lidha walau cuma sebentar karena waktu sudah menjelang maghrib. Moga nanti bisa
ketemu lagi ya, Mbak.
Jadi, itulah
cerita Sabtu Bersama Tere Liye di Balikpapan. Selain pandai menulis cerita,
Tere Liye juga pandai bercerita secara lisan. Semoga bisa mendongkrak semangat menulis
saya lagi :D
Ah suka banget ulasannya kang Tere Liye ini, itulah mengapa saya pengen nulis mba seperti filosofinya kang Tere Liye alias kang Darwis ini *ih sapa yang nanya* hahaha..
BalasHapusTere Liye adalah salah satu favorit saya setelah saya jatuh cinta sama bukunya "Semoga Bunda di sayang Alloh" dari situ saya cecar karyanya belio meskipun genre yang berbau fantasi atau politik saya ga suka.
Makasi y mba jadi nambah lagi referensi buat saya semoga saya bisa ketemu blio :)
Aamiin... Semoga suatu saat bisa ketemu langsung ya, Mbak. Iya, Mbak. Saya juga udah lama suka sama karya beliau. Tapi kalau fantasi masih angkat tangan. Ga doyan fantasi sayanya.
HapusYuk, Mbak, kita semangat menulis. Menebarkan buah kebaikan ke mana-mana :-)
Aahh,, kapan yang Bang Tere Liye ke kotaku lagi, dulu di tahun 2013 pun pernah gelar acara bersama anak-anak Unsoed. Motivasi-motivasi yang diberikan itu keren abis :)
BalasHapusBikin semangat ya mbak Eri. Iya euy.. Saya suka banget datang ke acara2 temu penulis kayak gini :-)
HapusBikin semangat ya mbak Eri. Iya euy.. Saya suka banget datang ke acara2 temu penulis kayak gini :-)
Hapuswah ada saya di ftonya😂
BalasHapus