"Nanti tukar uangnya di Madinah
aja, di Mekkah susah nukarin uang. Lagian di Madinah rupiah di hargai lebih
mahal ketimbang di Mekkah."
Itulah saran yang saya dapatkan dari
sepupu saya yang baru saja datang dari Tanah Suci. Kedatangannya hanya
berselisih hari dari waktu keberangkatan saya. Dari dia jugalah saya
mendapatkan simcard mobily buat dipakai di Tanah Suci nantinya. Walaupun minim
pulsa tapi simcard itu masih ada paket BB yang masih bisa saya gunakan untuk
beberapa hari ke depan, sekitar 11 harian gitu deh dari total 14 hari jadwal
perjalanan saya. Lumayan banget kan? Apalagi paket BB di sana lumayan mahal, untuk satu minggu seharga
29 riyal.
Nah, karena punya simcard itu lah, saya
langsung bisa berkirim kabar ke Tanah Air setelah pesawat yang membawa saya
terbang selama hampir 9 jam menjejak di bandara King Abdul Aziz. Belum turun
pesawat saya sudah update status di BBM. Eksis banget deuu….
Kembali ke masalah uang itu. Walau
sudah dinasehati demikian tapi tetap saja saya ga nurutin sepenuhnya. Hehehe…
Soalna masih rada ragu-ragu gimana kalau tuker uang langsung blek semuanya di
tukar (sayang maksudnya :p). Jadinya saya tukarinnya per satu juta rupiah. Agak
ribet memang yah. Tapi karena money changernya dekat dengan hotel dan antrinya
juga ga terlalu panjang ya sudah, saya cukup nyaman dengan cara itu.
Untuk uang satu juta rupiah, saya
dapatnya ga tentu. Pernah dapatnya 396 riyal, pernah juga 398 riyal dan juga
pernah dapat 400 riyal. 400 riyal adalah jumlah tertinggi yang saya dapatkan, itu
artinya 1 riyal senilai 2500 rupiah. Eh, kesannya saya buanyak banget ya bawa
uang? Ga kok, tukerin uang itu bukan uang saya sepenuhnya tapi juga uang
anggota keluarga yang lain.
Dari jadwal yang ada, singkat sekali
waktu di Madinah ini. Itu pun juga full diisi agenda dari travel. Jadinya waktu
buat berbelanja juga minim sekali, walaupun dari beberapa pengalaman yang enak
buat belanja oleh-oleh itu di Madinah. Selain harganya lebih terjangkau
barang-barangnya juga lebih bervariasi. Kok mikirin belanja sih? Jangan salah,
belanja juga bisa bernilai ibadah kan ,
karena kita niatnya buat ngasih oleh-oleh, menyenangkan hati orang lain. Itu
yang dinasehatkan ustadz pembimbing saya dulu. Kalau belanja oleh-oleh niatkan
buat menyenangkan hati mereka yang kita kasih oleh-oleh nantinya.
Nah, hari terakhir di Madinah, saya dan
mama cari cepat beberapa oleh-oleh yang bisa kami beli. Dan dapat ditebak,
persediaan Riyal kami pun akhirnya menipis begitu meninggalkan Madinah, menuju
Mekkah.
Di Mekkah, saya jadi sok tau deh,
bilang kalau saya tau kok di mana letak money changer di hotel Hilton. Yah,
money changernya masih ada, tempatnya masih belum berubah. Tapi antriannya itu
loh… ga nahaan. Puanjang bener. Bercabang lagi. Antriannya dari berbagai titik
gitu, dari kiri kanan muka belakang. Aiiih… saya langsung mundur teratur deh ga
jadi ikut ngantri.
Tapi bagaimana bisa belanja sementara
uang Riyal yang ada tinggal satu dua. Di saat itulah salah satu Om saya mengusulkan agar menarik uang di ATM saja. Walau
tabungan kita di Tanah Air rupiah, tapi yang keluar Riyal. Jadi qta ga perlu
deh berantri-antri ria. Humm, usul yang bagus menurut saya. Karena toh saya
juga mengantongi ATM kakak saya yang bisa saya gunakan di Tanah Suci.
Tapi pas saya BBM si kakak dan minta
izin menggunakan ATMnya, dia malah bilang "Kalau masih ada rupiah yang
bisa ditukar, itu aja dulu digunakan. Tukerin semuanya ke Riyal jadi sekali
antri saja. Kalau kepepet banget baru pakai ATM"
Yaah… Gagal deh rencana narik uang dari
ATM. Tapi saya rada khawatir juga dengan narik uang di ATM, takut dihargai
tinggi nilai Riyalnya. Tapi ternyata ga juga. Sesuai kurs aja setelah dicek
setiba di Tanah Air.
Lalu, berantri-antri ria kah saya
akhirnya? Jujur malas banget buat masuk ke antrian yang mengular panjangnya
itu. Dan di saat-saat genting, seorang Om saya lagi (ada 3 Om
yang berangkat bareng saya) mengatakan kalau ga usah deh tuker rupiah ke riyal.
Belanja aja pakai rupiah, mereka mau nerima. Lagian, kata Om
saya lagi, kalau belanja pakai rupiah, 1 riyal dihargainya 2500 rupiah. Kalau
qta tuker di money changer, udah ga dapat 2500 lagi untuk satu riyal.
Saya dan Mama pun akhirnya nyoba
belanja tanpa uang Riyal. Ternyata memang berhasil. Pertama nyoba beli sajadah
Museum di Hilton. Ketika saya bilang mau bayar dengan rupiah, dia langsung
bilang 100 ribu 40 riyal. Walaupun kemudian, ada beberapa penjual yang tidak
terima lagi 100 ribu senilai 40 riyal, ada yang 39 riyal, ada yang 38 riyal. Biasanya
kami tawar-tawaran di nilai rupiahnya itu, bukan di harga barangnya lagi.
Nah, dari hasil belanja pakai rupiah
itu lah maka bisa didapatkan uang riyal dari uang kembalian. Jadi misalkan kita
belanja 30 riyal, qta kasih uang 100 ribu rupiah yang senilai 40 riyal, maka si
penjual akan memberikan uang kembalian sebanyak 10 riyal. Unik ya, beli dengan
uang rupiah, tapi kembaliannya dengan riyal. Tapi kan masih sama-sama uang aja hanya namanya
yang beda.
Uang riyal hasil kembalian ini akan
digunakan buat belanja yang ga bisa pakai rupiah, biasanya di belanja di kaki lima atau bayar taksi,
ongkos transport. Selama masih bisa belanja dengan rupiah, ya dengan rupiah
aja.
Oya, hati-hati
juga kalau belanja jangan sampai kita gagap kurs. Gagap kurs? Apaan tuh?
Misalkan gini, kita ga ngitung dengan harga riyal tapi ngitungnya masih pakai
rupiah. Pengalaman nih ya, ada salah satu anggota jamaah kami yang dengan
santainya nawar baju seharga 150. Bilang 150 gitu, beliau benar-benar ga nyadar
kalau 150 itu 375 ribu. Kirain cuman 150 ribu.
Sama halnya
waktu saya beli bakso Mang Oedin di Jeddah, harga baksonya 10 riyal. Ada Ibu di
samping saya yang nyerahin uang 20 ribu buat 2 mangkok bakso. Dan langsung
ditegur orang di sebelahnya. "Bu, 20 riyal Bu. Bukan 20 ribu, kalau 20
riyal jadinya 50 ribu." Ibu itu baru nyadar deh.
Mahal ya bakso
semangkoknya 25 ribu. Kalau di kampung, seharga 15 ribu aja udah muahal bener
tuh. Ketika bersiap menyantap tuh bakso, saya pun nyelutuk ke sepupu-sepupu
saya.
"Nih bakso
harganya 25 ribu loh…" yang langsung diamini oleh Dita.
"Iya kak,
mahal bener ya."
Tapi langsung
mendapat pelototan dari Icha yang bilang.
"Sesekali
kakak, ga setiap hari juga."
Tapi bakso itu
lumayan deh buat mamacah liur saya yang ga nafsu makan selama beberapa hari
yang lalu.
*postingan ga
jelas juntrungannya demi ngejar 1000 kata*
sipp, info yang bagus buat yg belum pernah ke sana......
BalasHapusAiiih... kok jadi kecil-kecil ya tulisannya.
BalasHapusMoga bermanfaat ya ka. Moga cepat bisa ke sana. Aamiin... :D