Cari Jodoh
Langkah pertama kuberkaca diri
Apa aku layak untuk engkau
Langkah kedua kuberdoa
Semoga kau juga mau kepadaku
Langkah ketiga kumencoba
Beranikan diri mendekati engkau
Langkah terakhir kuberserah diri
Pada Dia Maha Menentukan
Raffi mengulum senyum mendengar lagu dari film Ketika Cinta Bertasbih yang sedang dia dan keluarga tonton.
"Eh, bang Raffi senyum-senyum," Raisa, si bungsu yang cerewet mulai mengoceh.
"Pengin punya istri kayak Anna tuh," kali ini celoteh Raisa disambut Raihan, si tengah.
"Abang kalian memang sudah waktunya menikah," Ibu tak ketinggalan bersuara.
"Bukan sudah waktunya Bu. Tapi sudah telat, udah 36 usianya," Raisa lagi
.
"Husni Mubarak 30 tahun berkuasa sekarang lengser. Soeharto kemarin 32 tahun," Ayah ikut menyumbang suara.
"Apa hubungannya dengan revolusi di Mesir Yah?" Tanya Raisa, tak paham.
"Maksud ayah itu, jangan sampai Bang Raffi lengser ke bumi alias wafat sebelum nikah," Raihan menjelaskan.
"Huss! Jangan ngomong macam-macam kamu Rai," Ibu tak terima. Naluri keibuannya terusik.
"Raihan cuman ngomporin Bang Raffi Bu," Raihan membela diri.
"Teman-teman
kakak yang kemarin mau dijodohkan sama kamu udah nikah semua Fi," suara
kak Naila, kakak ipar Raffi yang biasanya diam kali ini ikutan ngomong
sembari tangannya cekatan menyuapi putri kecilnya Nesha, sementara dua
kakak Nesha, si kembar Riyad dan Riyan sedang asyik bermain
mobil-mobilan di dekat Raffi.
"Bang Raffi sih terlalu pilih-pilih," Raisa lagi.
Raffi
tersenyum masam mendapati situasi seperti ini. Sudah terlalu sering.
Seiring usianya yang semakin bertambah semakin sering pula hal ini
menjadi topik perbincangan di keluarganya. Terkadang Raffi malah
berpikir lebih enak menjadi wanita jomblo ketimbang pria jomblo. Kalau
wanita, bisa menjawab simpel, emang belum ada yang melamar. Nah, kalau
pria? Malah sering divonis macam-macam.
"Nih
cermin Bang," Raisa menyodorkan sebuah cermin ke arah Raffi yang
kemudian menerimanya dengan pandangan bingung. "Kalau wajah bukan
seperti Nicholas Saputra, jangan mengharap Dian Sastro," tawa pun
bergema di ruangan itu. Raffi melempar bantal ke arah Raisa yang
terlihat puas bisa menggoda abangnya.
Sementara
itu pikiran Raffi kembali ke arah lirik lagu tadi. Sebenarnya semua
langkah yang disebutkan di lagu itu telah dia lalui, kecuali langkah
ketiga, dia belum berani terlalu dekat tapi sudah mengenal dengan baik.
Ada hal yang juga penting, Raffi harus meminta persetujuan keluarganya.
Apakah ini saatnya? Raffi mencoba meyakinkan diri, kalau tidak sekarang
kapan lagi?
"Boleh
mengajukan calon sendiri?" pertanyaan Raffi sontak membuat perhatian
seluruh penghuni di ruangan itu terpusat padanya. Penasaran siapa calon
yang diajukan Raffi karena selama ini usaha perjodohan selalu gagal.
"Boleh banget Bang," Raihan menjawab dengan nada tak sabar. Raisa sigap mengecilkan volume TV, siap menyimak.
Raffi
menatap ibu, ibu segera mengangguk. Pandangan Raffi beralih ke ayah.
"Asalkan dia perempuan dan seiman. Silakan," kata ayah. Sekilas Raffi
menatap kak Naila yang hanya membalas dengan senyum simpul.
"Saya…"
Raffi menggantung ucapannya, menarik nafas dan berdoa dalam hati. "Saya
ingin melamar kak Naila, menjadi ayah dari 3 keponakan saya," seluruh
penghuni ruangan ini terpaku. Dan Raffi bersiap menerima segala reaksi,
memperjuangkan keputusannya, termasuk meyakinkan Naila, janda dari
abangnya sendiri yang wafat karena kecelakaan dua tahun yang lalu.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah memberikan komentar di blog saya. Mohon maaf komentar saya moderasi untuk menyaring komentar spam ^_^