"Ghaza...!!!
Ayo cepat mandi.." pekikku begitu melihat Ghaza masuk rumah dengan
pakaian kotor berlumur lumpur. Aku mengikuti langkah kecil Ghaza.
Selang
15 menit kemudian setelah Ghaza selesai mandi, berganti baju dan
meminum susu hangatnya aku duduk di sampingnya, menunggu Ghaza
bercerita.
"Tadi main perang-perangan bunda." Ghaza meneguk bagian terakhir susu coklatnya.
"Seperti
cerita bunda tadi malam, Ghaza jadinya terjun ke parit buat main
perang-perangan. Makanya baju Ghaza jadi kotor. Paritnya ga ada airnya
kok bunda, tapi penuh lumpur." Ghaza menyelesaikan ceritanya. Aku
menghela nafas, tadi malam aku memang menceritakan sejarah Perang
Khandaq pada Ghaza. Aku urung memarahi Ghaza.
"Ghaza
ingat ga nama perangnya?" kulihat kening Ghaza berkerut. Matanya
menatap ke atas, seperti mencari jawaban di langit-langit.
"Perang Handak ya bunda?" jawabnya sambil nyengir. aku tertawa, Ghaza mengucapkan kata "handak" dengan khas logat banjarnya.
"Perang
Khandaq sayang." aku mengkoreksi jawaban Ghaza. Dia mengangguk-angguk
dan bergumam melafazakan nama perang itu. "tapi Ghaza ingat siapa yang
ngasih ide tentang parit itu." cetusnya kemudian.
"Siapa?" tanyaku.
"Salman.... Salman.. " aku tersenyum. Sepertinya Ghaza cuman ingat nama depannya saja.
"Salman al-Farisi." aku melengkapi jawabannya.
"iya itu bunda. Salman al Farisi." cetus Ghaza sambil tersenyum dan kembali bergumam melafazkan nama itu.
"Nama al-Farisi karena berasal dari Persia kan bunda?"
aku
mengangguk dan mengusap kepalanya. "iya, anak bunda pinter." sambil
mengusap kepalanya aku berdoa. "ya Allah.. jadikan dia anak yang sholeh.
Yang mencintaiMu dan RasulMu dengan sepenuh jiwa dan raganya."
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah memberikan komentar di blog saya. Mohon maaf komentar saya moderasi untuk menyaring komentar spam ^_^