"Botol minumnya taruh di sini aja,"
saya menunjuk ke arah samping tempat tidur rumah sakit yang saya
tempati. "Biar gampang diambil. Ga perlu bangunin pian kalau mau
minum," kata saya lagi.
Saat itu saya memang sedang terbaring di RS, pasca operasi. HB saya drop di bawah normal, saya butuh ditransfusi untuk mengkondisikan HB saya ke angka normal. Dua kantong darah sudah didapatkan, tapi kondisi badan saya yang demam membuat saya tidak bisa ditransfusi.
Perawat menyibak selimut tebal yang tadi melingkupi tubuh saya. Selimut tebal hanya akan membuat tubuh saya bergumul dengan rasa panas, hingga demam akan semakin betah. Maka saya hanya diizinkan memakai selimut tipis untuk menutupi tubuh saya yang masih berasa tak nyaman. Perawat juga meminta saya banyak-banyak minum air putih, suami yang selalu membantu saya minum.
Tak ingin merepotkan suami, saya lantas meminta agar botol air minumnya ditaruh saja di atas tempat tidur saya. Agar saya bisa meraihnya tanpa perlu membangunkan suami jika ingin minum. Terlebih, saat itu sudah larut malam, saya tau suami saya juga lelah luar biasa menghadapi hari yang tak biasa itu untuk kami. Saya ingin dia bisa beristirahat dan tak terganggu dengan permintaan saya untuk minum.
"Tidak apa, panggil saja kalau mau minum," dia berkata lembut.
"Tapi pian kan perlu tidur. Yanti bisa aja kok minum sendiri," saya berusaha meyakinkan dia. Tapi tetap saja dia menolak. Keukeuh minta dipanggil saja jika saya ingin minum. Saat itu saya kembali disadarkan, sungguh anugerah luar biasa saya memiliki suami seperti beliau.
Belum lagi saat hari berikutnya, dia yang begitu telaten mengurus saya. Dia yang masih saja tidak keberatan buat dibangunkan saat saya perlu ke kamar mandi. Membantu saya bangun, mendorong tiang penyangga infus yang belum bisa dilepas dari tubuh saya, menunggui saya selesai beraktifitas di kamar mandi. Padahal itu sudah larut malam.
Suatu malam saya sulit tidur. Saya duduk dan berjalan-jalan di kamar dengan botol infus yang saya pegang saja saat berjalan-jalan atau duduk. Rupanya saya belum tau aturan memakai infus. Letak botol harus lebih tinggi dari selang di tangan saya. Lah, saya malah menaruh botol infus di tempat tidur sementara tangan saya bergerak-gerak. Dapat ditebaklah, darah saya yang justru naik ke selang.
Saya panggil suami. Dia kaget mendapati selang infus saya berubah menjadi warna merah. Gegas menelpon perawat yang berjaga. Saat itu perawat kesulitan menangani selang yang sudah ada darah membeku di dalamnya. Perlu waktu cukup lama si perawat berjibaku dengan selang infus saya. Saya bilang ke suami, "Tidur saja lah. Tak perlu menunggu perawat selesai mengurus selang infus saya." Tapi tetap saja dia bertahan menunggu perawat selesai berurusan dengan infus saya yang akhirnya dicabut.
Dia juga yang menjadi penyemangat saya saat saya down dengan kondisi saya saat itu.
Mungkin apa yang dia lakukan adalah hal yang wajar dilakukan oleh seorang suami ketika istrinya sedang sakit dan dirawat di rumkit. Tapi tetap saja hal itu membuat saya terharu dan melangitkan syukur saya karena Allah memberikan seorang suami yang sangat baik dan perhatian pada saya. Dia kemudian rela mengurus dirinya sendiri karena saya belum bisa bekerja yang berat-berat saat masa pemulihan.
Tidak hanya saat saya sakit, tapi saat sebelum-sebelumnya juga. Dia begitu perhatian dan sangat berusaha membuat saya bahagia. Allah sungguh Maha Baik. Menganugerahkan suami yang begitu perhatian pada saya. Yang mau menerima saya apa adanya.
Saya sungguh tak pandai berkata-kata untuk mengungkapkan betapa dalam perasaan saya. Hehehehe... Dia? Lebih parah dari saya. Andai teman-teman tau betapa garingnya yang dia sebut rayuan buat saya. Hahaha.. Tapi saya kemudian menyadari, ada banyak hal di dunia ini yang tak butuh kata-kata. Apa yang dia lakukan, sikap, perhatian dan segalanya sudah lebih dari sekadar ungkapan I love u. Belakangan saya tau kalau suami saya adalah tipe pecinta pragmatis bukan pecinta romantis.
Sedangkan #pecinta pragmatis, ia akan berorientasi kpd yg dibutuhkan, senantiasa membuat pasangannya terpenuhi kebutuhannya.
Anda akan melihat si #pecinta pragmatis itu sebagai seorang yang datar, dingin, tetapi sesungguhnya dia sangat perhatian
(dikutip dari chripstory mbak Afifah Afra. Lengkapnya lihat di sini)
Sebagai penutup, karena seperti yang saya bilang saya tak pandai berkata-kata maka saya pinjam kata-katanya Pak Guru Tasaro GK saja.
Jika syukur itu lebih besar dari cinta. Maka sungguh saya bersyukur menjadi istrimu
Happy Wedding Anniversary ke-8 mbak Naqiyyah. Semoga selalu Sakinah Mawaddah Warahmah serta langkah-langkah setiap detiknya selalu dalam kebaikan.
Saat itu saya memang sedang terbaring di RS, pasca operasi. HB saya drop di bawah normal, saya butuh ditransfusi untuk mengkondisikan HB saya ke angka normal. Dua kantong darah sudah didapatkan, tapi kondisi badan saya yang demam membuat saya tidak bisa ditransfusi.
Perawat menyibak selimut tebal yang tadi melingkupi tubuh saya. Selimut tebal hanya akan membuat tubuh saya bergumul dengan rasa panas, hingga demam akan semakin betah. Maka saya hanya diizinkan memakai selimut tipis untuk menutupi tubuh saya yang masih berasa tak nyaman. Perawat juga meminta saya banyak-banyak minum air putih, suami yang selalu membantu saya minum.
Tak ingin merepotkan suami, saya lantas meminta agar botol air minumnya ditaruh saja di atas tempat tidur saya. Agar saya bisa meraihnya tanpa perlu membangunkan suami jika ingin minum. Terlebih, saat itu sudah larut malam, saya tau suami saya juga lelah luar biasa menghadapi hari yang tak biasa itu untuk kami. Saya ingin dia bisa beristirahat dan tak terganggu dengan permintaan saya untuk minum.
"Tidak apa, panggil saja kalau mau minum," dia berkata lembut.
"Tapi pian kan perlu tidur. Yanti bisa aja kok minum sendiri," saya berusaha meyakinkan dia. Tapi tetap saja dia menolak. Keukeuh minta dipanggil saja jika saya ingin minum. Saat itu saya kembali disadarkan, sungguh anugerah luar biasa saya memiliki suami seperti beliau.
Belum lagi saat hari berikutnya, dia yang begitu telaten mengurus saya. Dia yang masih saja tidak keberatan buat dibangunkan saat saya perlu ke kamar mandi. Membantu saya bangun, mendorong tiang penyangga infus yang belum bisa dilepas dari tubuh saya, menunggui saya selesai beraktifitas di kamar mandi. Padahal itu sudah larut malam.
Suatu malam saya sulit tidur. Saya duduk dan berjalan-jalan di kamar dengan botol infus yang saya pegang saja saat berjalan-jalan atau duduk. Rupanya saya belum tau aturan memakai infus. Letak botol harus lebih tinggi dari selang di tangan saya. Lah, saya malah menaruh botol infus di tempat tidur sementara tangan saya bergerak-gerak. Dapat ditebaklah, darah saya yang justru naik ke selang.
Saya panggil suami. Dia kaget mendapati selang infus saya berubah menjadi warna merah. Gegas menelpon perawat yang berjaga. Saat itu perawat kesulitan menangani selang yang sudah ada darah membeku di dalamnya. Perlu waktu cukup lama si perawat berjibaku dengan selang infus saya. Saya bilang ke suami, "Tidur saja lah. Tak perlu menunggu perawat selesai mengurus selang infus saya." Tapi tetap saja dia bertahan menunggu perawat selesai berurusan dengan infus saya yang akhirnya dicabut.
Dia juga yang menjadi penyemangat saya saat saya down dengan kondisi saya saat itu.
Mungkin apa yang dia lakukan adalah hal yang wajar dilakukan oleh seorang suami ketika istrinya sedang sakit dan dirawat di rumkit. Tapi tetap saja hal itu membuat saya terharu dan melangitkan syukur saya karena Allah memberikan seorang suami yang sangat baik dan perhatian pada saya. Dia kemudian rela mengurus dirinya sendiri karena saya belum bisa bekerja yang berat-berat saat masa pemulihan.
Tidak hanya saat saya sakit, tapi saat sebelum-sebelumnya juga. Dia begitu perhatian dan sangat berusaha membuat saya bahagia. Allah sungguh Maha Baik. Menganugerahkan suami yang begitu perhatian pada saya. Yang mau menerima saya apa adanya.
kyaaa.. Jadi masang foto pas wedding :p |
Saya sungguh tak pandai berkata-kata untuk mengungkapkan betapa dalam perasaan saya. Hehehehe... Dia? Lebih parah dari saya. Andai teman-teman tau betapa garingnya yang dia sebut rayuan buat saya. Hahaha.. Tapi saya kemudian menyadari, ada banyak hal di dunia ini yang tak butuh kata-kata. Apa yang dia lakukan, sikap, perhatian dan segalanya sudah lebih dari sekadar ungkapan I love u. Belakangan saya tau kalau suami saya adalah tipe pecinta pragmatis bukan pecinta romantis.
Sedangkan #pecinta pragmatis, ia akan berorientasi kpd yg dibutuhkan, senantiasa membuat pasangannya terpenuhi kebutuhannya.
Anda akan melihat si #pecinta pragmatis itu sebagai seorang yang datar, dingin, tetapi sesungguhnya dia sangat perhatian
(dikutip dari chripstory mbak Afifah Afra. Lengkapnya lihat di sini)
Sebagai penutup, karena seperti yang saya bilang saya tak pandai berkata-kata maka saya pinjam kata-katanya Pak Guru Tasaro GK saja.
Jika syukur itu lebih besar dari cinta. Maka sungguh saya bersyukur menjadi istrimu
Saya dan Dia ^^ |
Happy Wedding Anniversary ke-8 mbak Naqiyyah. Semoga selalu Sakinah Mawaddah Warahmah serta langkah-langkah setiap detiknya selalu dalam kebaikan.
Tulisan ini diikutsertakan pada GiveAway Ajari Aku Cinta.
kayaknya bener deh.. :p makasih... :D
BalasHapusYa iya dong. Ulun kan sudah bisa membaca sifat pian :p
HapusLuv u ;)
sabar en sabag itulah kunci menjadi istri yang sholehah, yuuuk terus belajar, terima kasih kisahnya Yanti:)
BalasHapusIya mbak. Bener. Yanti masih harus belajar banyak buat jadi istri yang sholehah. Makasih ya mbak sayang :)
Hapuslaki2 emqang lebih banyak memberi perhatian lewat perbuatan ya, bukan perkataan :)
BalasHapusIya ya mbak. Suami mbak juga gitu ya? Hehehe...
Hapusyuk ikutan https://fb.mcent.com/ref/CLRRJH/ biar dapet pulsa gratis
BalasHapus