Nama pena bukan hal yang
sederhana buat Riri saya. Sejak mulai berkeinginan menjadi penulis, saya
sudah memikirkan nama pena. Dulu saya pernah bertanya pada Mbak Ifa Avianty
tentang nama pena. Beliau bilang, "Pakai nama asli saja."
Waktu berbincang dengan Kak
Fitri Gita Cinta dan mbak Luluk, kami menemukan nama-nama novelis yang
berinisial huruf W. Di mana karya-karya mereka bagus-bagus. Gagasan pun muncul,
"Bagaimana kalau nama pena kita juga berawalan huruf W?"
Dalam beberapa kesempatan
ngobrol dengan teman-teman di grup WA, perihal nama penulis berawalan huruf W
kerap saya ketengahkan.
Beberapa nama penulis yang
produktif pun kemudian mampir dalam perbincangan dan nyaris setiap hal itu
dibicarakan, saya selalu menghubungkan dengan nama pena yang akan saya gunakan.
Hingga suatu hari ketika saya mulai berulah seorang teman bilang, "Yanti
mulai deh.." berawal dari situ seperti ada bohlam yang menyala di kepala
saya.
Aha!
Kenapa tidak dijadikan cerpen
saja? Tentang seseorang yang mencari nama pena. Saat menulisnya, saya sudah
memasang target buat Percikan di Majalah Gadis. Alhamdulillah, bisa dimuat di
Majalah Gadis. Terima kasih, Teman-teman. Untuk obrolan kita yang kemudian saja
jadikan ide dan bahan cerita #pelukatuatuyangcewek
Berikut percikan yang saya
kirim. Ini naskah asli yang saya kirimkan dan ada beberapa editan ari pihak
redaksi. Sebelumnya saya menulis yang lumayan panjang, namun karena batasan
halaman jadi harus diedit. Naskah sebelum diedit ada di sini. Yang dibuat di majalah ada di sini.
Selamat membaca dan semoga suka :-)
Nama
Pena
Oleh
: Hairi Yanti
Nama pena bukan urusan
sederhana buat Riri. Baginya nama pena harus dipakai satu kali kemudian
digunakan seterusnya. Sampai sekarang Riri belum bisa memutuskan nama pena yang
akan dia gunakan.
"Pakai nama asli
saja," usul Yunita.
Riri menggeleng. Bukan
tidak menghargai nama yang diberikan orangtuanya. Tapi namanya terlalu biasa.
Sebuah nama untuk karya tulis harus memikat. Harus bisa memerangkap setiap mata
yang membacanya hingga memutuskan membaca karya yang dia tulis
"Nama penaku
sepertinya harus diawali huruf W deh, Ta," ujar Riri sambil
mengetuk-ngetuk jarinya ke meja.
"Novelis yang
berawalan huruf W karyanya bagus-bagus.
Sebut saja Windry Ramadhina, Windhy Puspitadewi, Winna Efendi. Trus, nama yang
ada huruf W di dalamnya juga karyanya bagus. Ada Riawani Elyta dan Shabrina Ws,"
jelas Riri.
"Ya sudah, Ri.
Cari aja tuh di buku itu nama yang berawalan huruf W," seru Yunita sembari
menunjuk buku nama-nama bayi. Riri mencari inspirasi dari mana-mana tentang
nama, termasuk membeli buku tentang nama-nama bayi.
"Nama itu harus
ada unsur nama dariku juga. Bukan asal comot nama,” elak Riri.
Mata Riri memandang
deretan buku yang ada di kamar Yunita. Yunita sangat rapi menyusun buku-bukunya
berdasarkan abjad nama penulisnya. Dan hey…
“Ta…” Seru Riri yang
membuat Yunita kaget.
“Apaan sih?”
"Ary Nilandari,
Ari Kinoysan, Ari Nur Utami. Itu nama-nama penulis yang nama mereka Ari
semua." Riri menunjuk buku-buku Yunita.
"So?"
"Gimana kalau nama
penaku juga pakai nama Ari?"
"Nah... Iya.
Apalagi nama kamu kan ada Ri juga. Jadi pas kalau nama pena harus memuat nama
kamu. Gimana kalau Aryati atau Aryanti?" tanya Yunita.
Riri menggelengkan
kepalanya.
"Itu terlalu
sederhana, Ta."
Yunita mendesah kecewa.
Riri sangat suka menulis. Cerpen-cerpennya juga bagus. Tapi sampai sekarang dia
belum pernah mengirimkan tulisannya ke media. Alasannya hanya karena nama pena.
***
"Wuiiih, Teguh
Affandi namanya nongol terus di koran minggu," seru Yunita.
Yunita sedang memegang
ponselnya. Yunita membuka grup Sastra Minggu di facebook. Grup yang mengabarkan
karya siapa saja yang dimuat di koran minggu.
"Selain cerpen,
juga ada resensi TA di koran." Yunita mendecak kagum.
"Dia pasti gigih
mengirim tulisan," cerocos Yunita lagi.
"Seperti namanya,
Ta. Teguh. Teguh yang teguh berjuang," kata Riri. "Eh,
tunggu..." Riri teringat sesuatu.
"Bagaimana kalau
nama penaku juga ada Teguh?" Yunita menepuk keningnya. Nama pena lagi.
"Boleh deh. Kamu
pilih aja. Riri Teguh, Hairiyati Teguh atau Aryati Teguh," cetus Yunita.
Sungguh dia bosan
membahas tentang nama pena dengan Riri. Yunita menatap Riri yang duduk dengan
siku menopang dagunya. Riri sedang berpikir serius. Astagaa....
**
“Yunitaaaa….” Riri memanggil
Yunita dan berlari menuju sahabatnya itu.
“Nih, ada kabar gembira
buat kamu. Coba lihat.”
Riri menyodorkan dua
majalah pada Yunita. Ada dua cerpen Yunita di sana. Mata Yunita terbeliak.
Merebut majalah dari tangan Riri.
"Aaaaaa...."
Yunita bersorak dan memeluk Riri. Kemudian dia memandang-mandang tulisan
namanya yang tertulis di majalah.
"Ta," panggil
Riri. "Ngiri deh sama kamu. Cerpen kamu bisa dimuat di dua majalah
gini." suara Riri nampak sendu.
"Ri, cerpen kamu juga
bagus. Stop mikirin nama pena.
Langsung kirim aja dengan nama asli kamu. Redaksi itu enggak melihat nama kamu,
tapi bagaimana tulisan kamu. Jadi, pede aja dengan nama asli."
"Iya, Ta. Mungkin
harus begitu. Selama ini tenagaku habis mikirin nama pena aja." Yunita
membenarkan.
"Eh tapi..."
Riri teringat sesuatu.
"Kamu ingat Yuniar
Khairani dan Yulina Trihaningsih?" Yunita mengangguk. Dua nama cerpenis
yang Riri dan Yunita suka. Beberapa kali cerpen mereka dimuat di majalah.
"So?"
"Nama mereka,
Ta." Riri nampak antusias. "Nama mereka diawali Yu. Nama kamu juga
Yu. Apa aku pakai nama pena yang juga berawalan Yu?"
Astaga!
Yunita menepuk
keningnya. Masalah nama pena ini entah kapan akan berakhir.
hehehe.... ceritanya menarik mba... :)
BalasHapusTerima kasih, Mbak :D
HapusSebagian besar kisah nyata :D
Haha...idenya cemerlang. Pandai memanfaatkan kesempatan yang ada.
BalasHapusHihihihi... Iya, Mbak Lina. Tetiba kepikiran gitu buat dijadikan cerpen. Alhamdulillah bisa nambah saldo #eh :p
HapusYanti keren.. idenya adaaa aja...
BalasHapusHihihi... Makasiiih, Mbak Dian. Belum keren ah si Yanti :D
HapusYanti keren.. idenya adaaa aja...
BalasHapusYanti keren.. idenya adaaa aja...
BalasHapusWah selamat Mbak :)
BalasHapusMakasiiih, Mbak Esti :D
HapusKebayang adegan ceritanya di kepala nih. Seru dan kocak :D
BalasHapusxixixixi... Makasiiih, Kak Nia. Moga bisa nyusul dimuat di Gadis juga ya :D
HapusWah, idenya unik ^^. Oia, Mbak kalau mau kirim Percikan ke Gadis emailnya apa ya?
BalasHapusThanks sebelumnya ^^
emailnya ini GADIS.Redaksi@feminagroup dot com
Hapuskereen nih ceritanya dari sekedar obrolan ringan jadi cerpen.. :-)
BalasHapusAlhamdulillah, bisa dapat ide dari situ :D
HapusMalam, kak! Kalau berkenan, boleh tolong informasinya tentang syarat-syarat pengiriman cerpen ke majalah GADIS? Soalnya saya udah browsing, tapi kayaknya belum ada yang up to date. Terima kasih banyak, kak!
BalasHapusBisa dilihat di majalah Gadisnya ya. emailnya GADIS.Redaksi@feminagroup dot com. Kalau cerpen 6-7 halaman :-)
Hapusceritanya keren, Mbak...
BalasHapusoh iya, Mbak, saya udah ngirim percikan ke majalah Gadis, tapi kok gak bisa? Alamat emailnya apa ya, Mbak? Makasih sebelumnya :)
alamat emailnya ini GADIS.Redaksi@feminagroup dot com
HapusSuka mental kan ya? Dapat balasan kalau emailnya gagal. Saya juga gitu. Bingung juga. Pernah saya tanyakan ke twitter Gadis, kata mereka abaikan saja notif fail karena email semua masuk. Tapi entahlah, kok berasa ga yakin ya kalau kita dapat notif failed.
Penuh dengan nama penulis yang kukenal :D Btw keren ih, idenya. Aku pengen banget nembus percikan, tapi blom kesampean.
BalasHapusMoga suatu saat kesampaian ya mbak :-)
HapusTokoh cerita dan krakterx apa mba
BalasHapusAda disebutkan di atas ya
HapusAlur ceritax apa ya mba
BalasHapusAda di cerita ya alurnya.
HapusNilai moral ada pada paragraf berapa ya kak
BalasHapusAntara paragraf pertama sampai terakhir yang mana ya?
Hapus