Selamat Hari Guru Nasional.
Dalam kehidupan saya banyaak sekali guru-guru yang memberi saya ilmu,
pelajaran, hikmah, dan banyaaak lagi. Mereka patriot pahlawa n bangsa tanpa
tanda jasa.
Salah satu guru yang berkesan buat saya adalah wali kelas saya saat
kelas 5 SD. Nama beliau Pak Sukri. Beliau sabaaar luar biasa. Saat saya dan
teman-teman berolah nakal, beliau tak pernah marah. Selalu sabar dan tersenyum.
Kenangan tentang guru saya itulah yang menjadi ide dari sebuah cerpen
berjudul Kacamata Pak Rusdi. Ini cerpen pertama saya di Majalah Bobo setahun yang
lalu. Alhamdulillah. Sedangkan Pak Rusdi adalah salah satu Guru atau Dosen
favorit saya saat kuliah :D
Happy Reading ^_^
Kacamata Pak Rusdi
Oleh :
Hairi Yanti
Dimuat di Majalah Bobo edisi 32, terbit 14 November 2014
"Buk.." Bunyi
hantaman bola di meja Pak Rusdi itu membuat seisi kelas mendadak hening.
Chandra, Andi dan Dion yang saling melempar bola bergegas mendekati meja Pak
Rusdi. Wajah terkejut mereka bertiga membuat seisi kelas khawatir.
"Kacamata Pak Rusdi
pecah." Andi menunjukkan kacamata yang kaca sebelah kanannya sudah tak
berbentuk. Anggit, si ketua kelas langsung maju ke depan. Mengambil dan
mengamati kacamata itu dari tangan Andi.
"Ini semua gara-gara
kalian." Seru Anggit.
"Kenapa main lempar bola
di jam belajar?" Mereka bertiga diam. Walau Anggit perempuan, tapi
ketegasannya lah yang membuat Anggit dijadikan ketua kelas.
"Pak Rusdi datang."
Satu suara mengagetkan seluruh kelas. Mereka langsung bubar dan duduk di bangku
masing-masing. Pak Rusdi masuk kelas, berjalan ke arah mejanya. Tadi Pak Rusdi
keluar sebentar setelah memberikan tugas. Pak Rusdi mengamati kacamatanya.
"Gimana tugasnya? Sudah
selesai?" Pak Rusdi bertanya. Seisi kelas bingung, Pak Rusdi tidak
menyinggung soal kacamata.
"Siapa yang mau
mengerjakan di depan kelas?" Tiga orang mengangkat tangan, Pak Rusdi
menunjuk salah satu dari mereka. Sampai pelajaran berakhir, pak Rusdi tidak
menyinggung sedikit pun tentang kacamatanya yang pecah.
Chandra, Andi dan Dion
bersorak karena Pak Rusdi tidak marah. Bahkan Pak Rusdi tidak ngomong sama
sekali soal kacamatanya yang pecah. Tapi, Anggit tetap kepikiran. Bagi Anggit
ini adalah tanggung jawabnya sebagai ketua kelas. Dia tidak berhasil menegur
temannya yang bermain saat jam belajar.
“Ngapain sih, Ngit, dibahas lagi. Pak Rusdi
aja nggak marah,” protes Chandra saat Anggit meminta mereka berkumpul.
“Tapi kasihan, kan, Pak Rusdi
jadi nggak punya kacamata lagi. Aku kan pakai kacamata, jadi tau gimana
susahnya kalau nggak pakai kacamata,” seru Anggit sambil membenarkan letak
kacamata di atas hidungnya. Beberapa teman terlihat melirik ke arah Anggit
terutama kacamatanya.
“Kita harus patungan buat gantiin kacamata Pak
Rusdi. Teman-teman yang lain patungannya suka rela. Setelah dikumpulkan baru
kita hitung. Kekurangannya nanti aku, Andi, Chandra dan Dion yang bertanggung
jawab.” Anggit mengumumkan keputusannya.
“Kenapa harus Anggit? Anggit
kan nggak ikut main lempar bola?” Seorang teman bertanya heran.
“Itu karena aku ketua kelas.
Seharusnya kemarin aku negur mereka bertiga langsung. Tapi karena aku nggak negur
jadi mereka tetap main. Jadi aku tetap ikut bertanggung jawab.” Teman-teman
terdiam. Karena itulah mereka dari kelas 4 selalu memilih Anggit menjadi ketua
kelas. Tanggung jawabnya dapat diandalkan.
“Setuju kan kita patungan?”
Tanya Anggit lagi. Teman-teman mengangguk setuju.
“Waktunya seminggu dari
sekarang, ya,” ucap Anggit lagi.
Seminggu berlalu, uang hasil
patungan sudah terkumpul. Anggit, Dion, Chandra dan Andi menutupi kekurangan
uang itu. Kemarin Anggit bertanya ke
toko kacamata harga kacamata. Dan uang yang terkumpul masih kurang dari harga
kacamata seperti yang dipakai Pak Rusdi.
“Kita tetap serahkan ke Pak Rusdi. Ini usaha
kita buat menggantinya,” kata Anggit. Teman-teman mengangguk setuju.
“Kalian,” Anggit menunjuk
Dion, Chandra dan Andi. “Ikut aku ke depan kelas menghadap Pak Rusdi dan
mengakui kesalahan kalian.” Mereka bertiga pun setuju.
Teman-teman Anggit sudah duduk
rapi sebelum Pak Rusdi masuk kelas. Begitu Pak Rusdi masuk kelas, mereka semua
kaget. Pak Rusdi sudah memakai kacamata baru. Tapi Anggit tetap maju ke depan
kelas bersama Dion, Chandra dan Andi.
“Minggu kemarin mereka bertiga
bermain bola waktu Bapak keluar kelas dan kemudian kena kacamata Bapak dan
pecah.” Anggi berkata pada Pak Rusdi. Dion, Chandra dan Andi meminta maaf.
“Ini uang hasil patungan kami
buat mengganti kacamata Pak Rusdi,” ucap Anggit sambil menyerahkan uang yang
sudah disiapkan Icha di dalam amplop. Pak Rusdi tersenyum lebar melihatnya.
“Ah, Bapak senang sekali
menerimanya,” kata Pak Rusdi.
“Bukan menerima yang ini,” Pak
Rusdi menyodorkan kembali amplop uang itu kepada Anggit. Anggit berkerut kening
karena heran menerimanya.
“Tapi Bapak senang karena
menerima pengakuan dan permintaan maaf dari kalian. Bapak memang sengaja diam
dan menunggu kalian mengaku. Sampai seminggu ternyata belum ada yang ngaku. Ah,
ternyata kalian menyiapkan gantinya ya.” Pak Rusdi tertawa.
“Sudah, uangnya masukin kas
saja. Atau nanti kita belikan bahan makanan dan kalian masak-masak di rumah
saya waktu hari minggu.” Seisi kelas bersorak senang. Mereka pernah bikin acara
masak-masak di rumah Pak Rusdi. Istri Pak Rusdi pandai memasak, masakannya
selalu enak.
“Tapi, bapak kan harus beli
kacamata baru. Uang ini gantinya,” kata Anggit tetap menyodorkan amplop berisi
uang.
“Kacamata Bapak yang pecah itu
sudah tua, Anggit. Memang sudah waktunya diganti.” Anggit pun lega
mendengarnya.
Dalam keadaan seperti itupun pak Rusdi masih bersikap sebagai seorang guru, salut pada semua guru-guru sejati se-indonesia.
BalasHapusSelamat Hari Guru Nasional :)
Selamat hari guru nasional.
HapusIyaaa... Salam hormat kita pada guru-guru sejati di seluruh Indonesia... :-)
HapusInilah hubungan guru dan murid yang saling menyayangi dan menghormati. Murid sudah sepantasnya menaruh hormat kepada gurunya.
BalasHapusBetul.. Setujuu... Murid harus menghormati guru
HapusJd inget guru2 jaman SD
BalasHapusSama, Mak. Hari guru kemarin saya ingat guru-guru saya :-)
Hapusjadi inget hubungan murid dan guru jaman dulu, personaaal banget rasanya...tiap guru kenal baik karakter anak muridnya...
BalasHapusselamat hari guru untuk semua guru di Indonesia...
makasih mak cerpennya manis... :)
Ahahaa... Iya, Mak Winda. Saya ingat dulu ada guru saya yang mengenali sekali karakter murid2nya. Tau si ini begini... Si itu begini... Terima kasih, Mak Winda sudah mampir :-)
HapusCerpennya keren say, jadi kangen bapak ibu guru jaman SD..
BalasHapusDikomen keren sama Mbak Dedew... Bikin tersipuuu... Hihihi... Makasiiih, Mbak.. :D
Hapus