Salah satu cara mendapatkan ide untuk menulis
cerpen anak adalah dari anak-anak di sekeliling kita. Sering malah sudah satu
paket ya. Lengkap dengan penyelesaiannya. Hehehe…
Ini adalah salah satu cerpen yang saya tulis
yang idenya dari adek sepupu saya yang cantik. Suatu hari ayahnya bercerita kalau
adek sepupu saya itu enggak mau lagi latihan menari. Alasannya capek, bosan,
jenuh. Karena latihan menari itu lama. Tapi endingnya si Aya sih tetap enggak
mau latihan nari. Gurunya pun memaklumi. Sementara di ending cerpen saya, Aya mau
latihan nari lagi. Saya ingin menulis cerita dengan pesan bahwa hidup itu perlu
proses. Proses yang harus dengan sabar kita lewati.
Happy Reading ^_^
Tarian Aya
Oleh : Hairi Yanti
Dimuat di Majalah Bobo Edisi 38, 25 Desember 2014
"Aya nggak mau lagi latihan nari,"
cetus Aya sepulang sekolah. Mama dan kak Tari melihatnya bingung. Pulang
sekolah Aya sudah bikin pengumuman.
"Bukannya Aya suka menari?" Kak Tari
bertanya heran. Biasanya Aya suka dan selalu bersemangat latihan lari.
"Suka, Kak. Tapi Aya capek. Latihan
berulang-ulang, tapi tampil cuma sebentar." Aya teringat saat latihan
tahun kemarin. Saat itu Aya latihan menari buat memeriahkan acara perpisahan
kakak kelas 6. Aya latihan dari tiga bulan sebelumnya. Dan tampil di panggung tidak
sampai 10 menit.
"Memangnya Aya mau di panggung berapa
lama? Tiga jam?" Goda Kak Tari sambil tertawa. Wajah Aya merengut.
"Nggak selama itu juga, Kak. Tapi
latihannya juga jangan lama-lama, Aya kan capek." Aya memijit-mijit
lengannya. Seakan pegal sekali setelah latihan menari.
"Ya sudah, terserah Aya saja. Nanti Aya
bilang sendiri ke Bu Dina, ya," kata Ibu. Aya mengangguk setuju. Dia tadi
sudah bilang ke Bu Dina. Bu Dina berusaha membujuk Aya. Tapi Aya tetap nggak
mau lagi berlatih nari.
"Nanti teman-teman tampil bagus, dikasih
tepuk tangan, difoto-foto Aya nggak ikut di foto." Aya terdiam mendengar
kata-kata Kak Tari, tapi begitu ingat betapa capeknya latihan. Aya tetap tidak
ingin latihan menari lagi.
Siang itu Aya membantu Ibu membuat kue coklat.
Ibu memecahkan telur, mencampurkan gula dan mengocoknya dengan mixer.
"Dikocok berapa lama, Bu?"
"Sampai mengembang. Kalau adonannya sudah
kental." Jelas Ibu. Sambil menunggu telur dikocok, ibu mengayak tepung
juga mencairkan margarin. Aya hanya memandang kocokan telur.
"Ini sudah selesai ya Bu?" Tanya Aya.
Ibu melirik ke arah mangkok mixer.
"Belum, Aya." Jawab Ibu.
Aya menelungkupkan wajahnya di meja. Dia sampai
ketiduran menunggu kocokan telur mengembang.
"Aya," Kak Tari membangunkan Aya. Aya
melihat Ibu sudah menuangkan adonan ke dalam cetakan. Mata Aya berbinar.
"Kapan Aya bisa makan kuenya, Bu?"
Aya bertanya sambil menelan ludah. Lezatnya kue coklat sudah terbayang di
matanya.
"Kalau sudah masak, dong." Kak Tari
yang menjawab. Aya mondar mandir di dekat oven. Sesekali wajahnya mencoba
melihat ke dalam oven. Aya tak sabar ingin memakan kue bikinannya tadi.
Ketika kue sudah matang, Aya pun langsung
mengambil potongan kue paling besar. Aya memakannya dengan lahap.
“Aya makannya cepat banget. Kan tadi bikinnya
lama. Nggak seru ah, bikin kuenya lama, Aya makannya cepat.” Aya cemberut
mendengar protes kak Tari.
“Tapi kuenya enak banget, Kak.” Aya mengambil
lagi satu potong kue. Menaruhnya di piring dan memakannya lagi.
“Wah, kuenya udah ludes separuh.” Ibu tertawa
melihat anak-anaknya makan dengan lahap.
“Iya nih, Bu. Aya makannya cepat banget.
Padahal bikinnya kan lama, tapi makannya bentar,” kata Kak Tari lagi. Tangan
Aya terhenti di udara. Aya merasa akrab dengan kata-kata yang diucapkan Kak
Tari tadi. Aya mencoba mengingat-ingat. Ah, Aya menepuk jidatnya sendiri. Dia
ingat sesuatu.
“Kak Tari menyindir Aya yang nggak mau latihan
nari karena tampil sebentar, ya?” Tanya Aya langsung. Kak Tari tertawa senang
Aya mengerti maksud Kak Tari.
“Iya, adikku sayang.” Kak Tari menyentuh pundak
Aya.
“Kan semuanya perlu waktu buat tampil sempurna.
Seperti kue yang dibikin berjam-jam tapi Aya makannya bentar banget.” Aya
meringis mendengar perkataan Kak Tari.
“Sama juga dengan buah yang sering Aya makan.”
Kak Tari menujuk keranjang buah di meja makan. Ada pisang, jeruk dan jambu.
“Buah kan asalnya dari bibit, kemudian tumbuh
jadi pohon, baru berbuah. Lama kan, Ya? Tapi Aya makannya bentar banget. Buah
nggak protes kan kalau Aya makannya cepat padahal buat jadi buah dia perlu
waktu yang lama?” Aya nyengir mendengar kata-kata Kak Tari.
“Iya, deh. Aya mau latihan nari lagi. Supaya
sama dengan buah dan kue. Enak ketika dimakan. Penampilan tarian Aya juga
disenangi yang nonton.” Kak Tari bersorak mendengar perkataan Aya. Kak Tari
juga memberikan semangat buat Aya.
***
wah selamat ya mbak cerpennya masuk bobo...kasih bocoran dong, dapa royalti berapa nih ? :D
BalasHapussalam hangat di minggu yg cerah....ngopi duolu njih :D
HapusKalau 2 halaman honornya 250 ribu. Satu halaman 155 ribu. Terima kasih :-)
HapusSaya resmi jadi penggemar cerpennya Mbak Uanti deh ini ceritanya. Bagus-bagus!
BalasHapusAh, Mas Dani bikin tersanjung. Hehehe... Terima kasih, Mas :-)
HapusSalah satu kekuatan Mbak Yanti adalah ide ceritanya selalu menarik dan pas untuk anak-anak.
BalasHapusKemudian diolah dengan ciamik.
Makasiiih, Pak Guru. Tersipu sayaa.. Jadi tantangan buat saya untuk menulis berikutnya. Semoga idenga tetap menarik dan doolah dengan ciamik :D
HapusAyanya dapat royalti jg gak? Hihihi:p
BalasHapusGa. Hahaha... Pukpuk Aya. Padahal jadi inspirasi ulun tarus :D
HapusAyanya dapat royalti jg gak? Hihihi:p
BalasHapusIya ya sebenarnya ide bertabur di sekitar kita ...dari anak2 sndri, duuh kpn sy mau mulai nulis cernak lg yaa? *nanya diri sndr
BalasHapusIya, Mbak. Banyaaak ide di sekitar kita. Yuk, Mbak, kita nulis cernak lagi :-)
HapusNah iya kadang anak-anak itu cepat bosen ya. Anakku juga begitu, ikut extra tari sebentar bosen, ikut tata boga, ntar bosen juga, trus ikut yang lainnya. Jadi malah nggak bisa fokus.
BalasHapusIyaaa, Mbak. Betul banget. Sepupu saya gitu tuh. Suka bosan. Pengin hasil cepat. Tapi sering orang dewasa jg suka bosan ya, Mbak. Saya sih yg pembosan :D
HapusSukaaa ini termasuk fiksi kuliner hehehe....cernak Yanti udah 3 atau lebih ya tema masakan en makanan, pengen nyoba deh, thanks udah berbagi :)
BalasHapusUdah brp ya mbak.. Ga ngitung. Hehehe... Pada dasarnya krn suka makan jd nulis yg disukai. Tp masih belum cantik eksekusinya, Mbak. Masih belajar biar cantik fiksinya spt pelajaran dari Mak Dyah P di KEB kmrn :D
HapusSuka! Anak2 pasti semangat membacanya. Mengalir lir lir...
BalasHapusDunia anak memang penuh cerita ya mba
Terima kasih, Mbak Ira. Iyaaa... Banyak yg bisa dijadikan cerita buat anak-anak :-)
HapusAnaloginya simpel tp mengena bgt ya mb, terutama unt pembaca seusia majalah favorit saya dulu ini. Kereeeen bgt mb ;)
BalasHapusSukses selalu...
Alhamdulillah... Terima kasih apresiasinya, Mbak. Sukses juga buat Mbak Dwi :-)
Hapus