Seperti yang saya ceritakan
di sini, kalau ide cerpen ini berawal dari saya yang suka lupa sama resep
masakan. Jadi, untuk memudahkan kadang saya tulis di blog. Kalau mau nyari
tinggal ‘search’ di blog sendiri.
Awalnya
sempat galau juga sih mau resep apa yang ditulis. Mau rendang, ribet kali ya
apalagi saya belum pernah berhasil masak rendang. Wkwkwk.. Mau risoles, aih…
sama ribetnya. Kemudian dipilihlah kue limping alias lempeng. Mungkin juga saat
itu suami lagi senang dibikinin kue lempeng ini, atau karena saya ingin
memasukkan unsur lokalitas dalam cerpen tersebut atau perpaduan semuanya.
Entahlah saya tak ingat persis.
Kue Lempeng atau Wadai Limping |
Oya, saya juga ingat kalau pernah membaca tips di klinik cerita di Majalah Bobo. Isinya begini :
"Untuk membuat cerita yang tak biasa, cobalah untuk berpikir sebagai seorang pembaca. Jangan hanya berperan sebagai penulis saja. Cerita tentang lingkunganmu mungkin akan kau anggap biasa-biasa saja. Misalnya, kalau kamu tinggal di Jakarta, cerita tentang kerak telor mungkin tidak menarik lagi. Tetapi, bagi pembacamu yang berasal dari luar Jakarta, cerita kerak telor bisa menjadi hal yang baru dan menarik. Selain cerita yang bertema kedaerahan, cerita tentang kebiasaan-kebiasaan unikmu bersama teman-teman dan keluarga juga bisa menjadi unik dan menarik."
Mungkin berdasarkan itu juga kemudian saya menulis beragam kuliner daerah saya dalam bentuk cerpen. Selain kue lempeng, saya juga menulis tentang pisang gapit.
Cerpen Kue Lempeng Nenek ini dimuat di Majalah Bobo Edisi 34, Terbit 26 November 2015.
Cerpen Kue Lempeng Nenek ini dimuat di Majalah Bobo Edisi 34, Terbit 26 November 2015.
Happy Reading ^_^
Kue
Lempeng Nenek
Oleh : Hairi Yanti
Kue lempeng buatan nenek kesukaan
Alina. Kue lempeng yang bentuknya pipih dan bundar. Seperti pizza tapi bukan
pizza karena rasanya manis. Nenek selalu membuatkan Alina kue lempeng kalau
Alina ke Banjarmasin, ke rumah nenek.
Liburan
sekolah Alina berlibur ke Banjarmasin lagi. Nenek kembali menyuguhkan kue
lempeng pagi-pagi sekali. Alina girang melihatnya. Banjarmasin sedang hujan dan
perut Alina juga sudah keroncongan. Ada kue lempeng di saat seperti ini pas
sekali untuk perut dan lidahnya.
“Kalau
di Banjarmasin, baru bisa makan kue ini.” Alina berkata sambil menyomot kue
lempeng yang sudah dipotong nenek beberapa bagian. Mama belum bisa membikinnya
karena belum belajar pada nenek.
“Apa
Alina mau belajar membuatnya?” Nenek bertanya pada Alina. Alina mengangguk
setuju. Rahma sepupu Alina yang juga sedang berlibur ke rumah nenek juga ingin
ikut belajar. Mereka berdua akan belajar sore nanti.
Nenek
menyusun bahan-bahan yang diperlukan di atas meja. Ada santan, tepung, pisang
dan telur. Ada juga toples berisi gula.
“Caranya gampang,” kata
Nenek sambil mencampur gula, telur dan terigu. Kemudian nenek memasukkan santan
ke dalam adonan.
“Diberi garam sedikit.”
Nenek memasukkan sedikit garam ke dalamnya.
“Kemudian masukkan pisang
yang sudah dipotong-potong.” Nenek memotong-motong pisang, kemudian pisang juga
tercampur rata dengan adonan kue lempeng. Nenek mencicipi adonan itu dan
meminta Alina dan Rahma juga mencicipinya.
“Kalau rasanya sudah pas,
baru kita masak.” Alina dan Rahma mencobanya, rasanya sudah enak sekali.
Padahal belum masak. Alina dan Rahma senang sekali, mereka melihat nenek
mengoleskan margarine di atas wajan, kemudian menuangkan 2 sendok besar ke atas
wajan.
Aroma kue lempeng kesukaan
Alina sudah tercium. Tak lama kemudian nenek juga membalik kue lempeng yang
dimasak dan setelahnya kue lempeng sudah siap. Alina dan Rahma bersorak senang.
“Kamu mencatatnya?” Alina
baru menyadari kalau ternyata Rahma memegang buku dan pulpen.
“Iya, Alina. Aku menulis
langkah-langkah buat bikin kue lempeng. Takut lupa,” jawab Rahma sambil
memandang buku catatannya.
“Lupa?” Rahma mengangguk dan
Alina spontan tergelak.
“Ah, Rahma, kita kan belum
tua. Jadi, buat apa dicatat. Aku ingat kok
cara bikinnya. Lumayan mudah,” lanjut Alina sambil tertawa melihat kelakuan
Rahma
Ketika pulang ke Jakarta,
Alina belum sempat juga mencoba bikin kue lempeng sendiri. Alina sibuk dengan
urusan sekolah. Juga kegiatan pramukanya.
Ketika hari minggu, mama
mengajak Alina mencoba memasak kue lempeng. Mama sudah membelikan
bahan-bahannya. Alina bersemangat sekali ingin membikinnya bersama mama. Walau
di Jakarta, Alina bisa menikmati kue lempeng seperti di Banjarmasin.
“Bagaimana caranya, Alina?”
Mama bertanya ketika mereka sudah di dapur. Alina menggaruk kepalanya. Dia
ingat bahan-bahannya berupa telur, terigu, santan dan pisang. Tapi bagaimana
caranya, ya? Kening Alina berkerut.
“Pisangnya dipotong-potong,
Ma.” Alina tentu ingat bagaimana potongan pisang dalam kue lempeng.
“Baik, kita potong pisangnya
dulu,” kata mama seraya memotong pisang. Sementara mama memotong pisang, Alina
menatap bahan-bahan bikin kue di depannya. Sibuk mengingat bagaimana caranya
bikin kue lempeng dan berapa ukuran yang pas.
“Selanjutnya apa, Alina?”
Mama rupanya sudah selesai memotong pisang. Alina menatap mama sambil nyengir.
“Alina lupa, Ma,” kata Alina
masih sambil nyengir malu.
“Tapi, Rahma menulis
cara-caranya, Ma. Alina nelpon Rahma dulu, boleh?” Mama tertawa kemudian
mengangguk setuju. Mama menyodorkan ponselnya pada Alina. Alina menelpon Rahma.
“Aku lupa,” kata Alina pada
Rahma sambil tersipu malu.
“Aku sudah menulisnya di
blog. Kamu bisa lihat di blogku, Alina.” Rahma di ujung telpon menjawab. Alina
berterima kasih. Dia tahu alamat blog Rahma. Rahma memang sangat senang
menulis. Rahma juga punya blog tempat dia menulis kegiatan sehari-hari. Rupanya
resep kue lempeng nenek juga ditulis Rahma di sana.
“Kamu betul, Rahma. Kita
perlu menulis biar tidak lupa, walau masih muda,” ujar Alina sambil nyengir. Alina
juga meminta maaf karena dulu pernah menertawakan Rahma yang menulis.
“Iya, Alina. Kata orang,
ikatlah ilmu dengan menuliskannya. Itu yang kulakukan.” Alina setuju dengan apa
yang dikatakan Rahma. Mulai sekarang dia akan rajin menulis.
***
Makasih sharingnya Mba. Kapan ya saya bisa bikin cernak???
BalasHapusAyo mbak. Dimulai :-)
HapusBagus, Mbak ceritanya :)
BalasHapusMakasiiih, Kak Fita :-)
Hapuskayaknya enak nih:D
BalasHapusEnak banget, Mbak :-)
HapusWaahh keren mbaa.. ide memang bisa datang dari mana saja yaaa..
BalasHapussaya belum bisa ini bikin cerita anak, bisanya fiksi populer saja
Kalau dipelajari insyaAllah bisa, Mbak :-)
Hapussaya yang masih sulit menulis fiksi populer :D
Manis bangeeeet, ceritanya. Lezat kayak kue lempeng :-*
BalasHapusAh, Kak Izzah bisa aja. Terima kasih, Kakak :*
Hapussalam kenal kak hairi, suka cerpennya :)
BalasHapusHai hai... salam kenal. Terima kasih. Kurcacies juga kan? ;-)
Hapusaku pengen nulis cerita di BOBOOOOOOOO :)))
BalasHapusMak Nuruuul.... Saya pengin nulis artikel di Jawa Pos. Hahaha....
HapusAku udah baca, selalu suka cernak Yanti :)
BalasHapusMakasiiiih, Mbak Naqiy :D
Hapuspengin ngirim cerita jg ke bobo...btw info syarat dan ketentuannya donk mbs..thanks
BalasHapusSudah pernah saya tulis di sini, Mbak : http://www.hairiyanti.com/2015/11/cara-mengirim-cerpen-ke-majalah-bobo.html
HapusKayanya aku pernha komen cerita ini, di mana ya?
BalasHapusTp emang menulis itu mengikat ilmu
Sepertinya di tulisan behind the scene cerpen ini, Mbak :-)
Hapuslempeng dan cengkodok... bahan yang sama ..cara masak yang beda... . kedua makanan ini gak terpisahkan dari keluarga ku...
BalasHapus