Semenjak
suka menulis cerpen anak, saya kerap mengubek memori masa kecil untuk
mendapatkan ide. Kenangan-kenangan akan masa lalu kemudian timbul di permukaan.
Salah satunya pengalaman saya naik mobil polisi saat masih SD dulu.
Saya
ingin menjadikan pengalaman tersebut sebuah cerpen. Tapi cerpen seperti apa?
Saya belum tahu. Ibaratnya saya sudah punya bahan untuk memasak. Namun, mau
dibikin apa bahan tersebut? Saya masih belum tahu. Sampai kemudian saya
mendapatkan bahan baru untuk dimasak bersama bahan tersebut.
Bahan
baru itu berupa perasaan gemes. Gemes melihat orang begitu mudahnya menyebarkan
informasi tanpa cek dan ricek. Hanya sekali lihat atau baca, kemudian
menyebarkan. Padahal belum tentu apa yang terlihat seperti kelihatannya atau
bisa juga semuanya sudah basi.
Saya
masih ingat salah satu hal yang bikin saya gemes adalah adanya penyebaran
informasi yang sudah basi yaitu tentang daftar resto atau tempat makan yang
belum bersertifikasi halal. Padahal daftar yang disebarkan itu adalah berita
beberapa tahun yang lalu.
Sementara
dari beberapa tahun yang lalu sampai hari ini ada resto yang sudah mengurus dan
mendapatkan sertifikasi halal. Apalagi kalau apa yang disebarkan itu mengandung
caption semisal begini: "Wah, resto itu belum halal." Trus dijawab si
teman. "Duh, palsu dong tanda halal MUI di sana." Kemudian saling jawab
menjawab. Gemes deh rasanya.
Padahal
berita yang disampaikan itu tanggalnya sudah lamaaaa sekali. Udah basi kalau
kata si Cinta. Madingnya bukan udah mau terbit lagi, tapi sudah terbit lamaa
sekali.
Perasaan
gemes dan pengalaman masa kecil itu lah yang saya kombinasikan dalam cerpen
Rani Ditangkap Polisi. Bisa menebak bagaimana alur ceritanya?
Rani Ditangkap Polisi |
Dalam cerpen ini, saya ingin mengingatkan diri
sendiri tentang tabayun. Cek dan ricek suatu berita karena saya pernah
terpeleset juga menyebarkan sesuatu ternyata itu hoax. Kemarin saya nge-share
tentang lowongan pekerjaan di salah satu perusahaan bergengsi, dan ternyata
hoax.
Cerpen
Rani Ditangkap Polisi saya kirimkan bersama cerpen Aroma Kopi Ayah pada bulan
Januari 2015. Cerpen Aroma Kopi Ayah sendiri sudah dimuat pada bulan Oktober
kemarin. Ketika Aroma Kopi Ayah dimuat, saya mengharapkan cerpen ini juga
segera dimuat. Ibaratnya di antara cerpen-cerpen lain, cerpen ini lebih tinggi
pengharapannya untuk dimuat. (Cerpen Aroma Kopi Ayah bisa dibaca di sini)
Saya
juga sempat cerita ke suami, cerpen-cerpen dengan cerita apa saja yang saya
kirim ke Majalah Bobo. Tentu saja saya bercerita juga tentang cerpen ini.
Ketika saya bertanya ke suami, kira-kira cerpen mana lagi yang akan dimuat,
suami menjawab kalau Cerpen Rani Ditangkap Polisi ini kemungkinan dimuat.
Namun,
saat selang satu minggu, dua minggu sampai berganti bulan setelah temannya
dalam amplop yang sama dimuat, cerpen ini juga tak kunjung dimuat, saya nyaris
berhenti berharap. Ya sudahlah, pikir saya. Mungkin nanti cerpen itu akan saya
olah kembali dengan rasa dan penyajian berbeda.
Eh
ternyata saya mendapatkan kabar kalau cerpen ini dimuat. Wah, senang sekali
rasanya. Akhirnya penantian saya berbuah manis. Setahun masa menunggu cerpen
ini agar majang di majalah Bobo. Alhamdulillah akhirnya dimuat juga.
Semoga
yang baca suka. Semoga cerpen ini menjadi pengingat saya untuk selalu tabayun
jika mendapatkan informasi. Semoga pesannya sampai ke pembaca. Semoga honornya
berkah. Hehehe...
cover Bobonya bagus. Ada hujannya. Saya suka ^^ |
Cerpen
ini bisa dibaca di Majalah Bobo nomor 43 yang terbit 28 Januari 2016 ya. Happy
Reading buat para pembaca Majalah Bobo ^_^
Langganan dimuat nih. :D Sukses buat selanjutnya. Semoga tahun ini banyak cerpen yang dimuat. ^^
BalasHapusAamiin... Aamiin... Terima kasih doanya, Mbak Anisa. Sukses juga buat Mbak Anisa :-)
Hapusah jadi ingat dulu saya fans berat BOBO..
BalasHapusjadi pengen juga nyumbang tulisan ke sana..
tips2nya dong mba supaya tulisan kita oke untuk diterbitkan bobo :D
Tipsnya apa ya, Mbak. Kalau sy dulu mempelajari tulisan2 yg dimuat di Bobo. Jadi tahu gimana yang disukai Bobo. Trus coba nulis sesuai dengan ketentuan di Bobo. Untuk cerpen 2 halaman panjangnya 600-700 kata. Cerpen satu halaman 200-300 kata. Sy juga ikutan kelas menulis, Mbak :-)
Hapussukses ya mbak
BalasHapusTerima kasih, Mbak :-)
HapusSelamat ya, Yan, jadi dimuat itu kirim by pos juga ya, Yan?
BalasHapusIya, Mbak. Yg dikirim sampai maret pakai pos. Yg setelah maret baru email aja :-)
HapusDulu ceritainnya dengan semangat, jadi ada feeling aja kalo cerita ini bakal dimuat.. :D
BalasHapusWkwkwkk... Jadi karena ituuuu? Bukan karena berasa ceritanya bagus? Buahahaha....
Hapuskl by mail bisa sefile sekalian bberapa naskah ga yan?
BalasHapusBisa, Mbak. Saya sering gitu. Sekalian enam naskah. Sekalian lima naskah. Pertama kirim 5 naskah, 3 dimuat. Januari tahun kemarin kirim dalam satu email 6 naskah, 4 sudah dimuat. Alhamdulillah :-)
Hapusselamaat saaay, aku dan kak nailah udah baca, seruuu...
BalasHapusMakasiiiih, Mbak Dedew dan Kak Nailah. Semoga suka ya sama cerpennya :D
Hapuspenantian panjang yang akhirnya berbuah manis. selamat yah Mbak :)
BalasHapusIya, Mbak. Alhamdulillah :-)
HapusSelamat yaaaa
BalasHapusdan aku baru tau ternyata majalah bobo masih ada hehehe
Makasiiiih, Mas. Masih adaa.. Di Gramed ada yg jual. Sekarang harganya 12 ribu :-)
Hapusaku sudah baca ini :) menarik :)
BalasHapusMakasiiih, Mb Rani :-)
HapusSukses ya mba... tulisan2nya menarik... semoga bisa jadi penulis juga seperti mba ^_^
BalasHapus