Kandangan
adalah salah satu kota di Provinsi Kalimantan Selatan. Bertetangga dengan kota
Barabai tempat saya tinggal. Jaraknya hanya sekitar 30 km. Waktu tempuh
kira-kira 30 menit dengan kecepatan sedang. Walau jaraknya dekat, saya baru
menyadari kalau saya nyaris tak pernah ke Kandangan hanya sekadar jalan-jalan.
Mengunjungi
kota Kandangan tentu pernah. Ada adik dan kakak mama saya yang berdomisili di
sana. Setiap ke Banjarbaru atau Banjarmasin pun akan selalu melewati kota
tersebut. Namun hanya sekadar lewat. Kalau pun ke Kandangan selalu ada acara
yang ingin dihadiri. Sekadar jalan-jalan? Oh itu jarang terjadi. Tapi kemudian
terjadi di malam minggu kemarin.
Awalnya
saya, kakak ipar, dan tante yang berencana ingin pergi ke Kandangan. Tapi tak
mendapatkan izin dari om saya. Akhirnya pergilah kami bersama om dan kakak di
malam minggu.
Perjalanan
dimulai saat matahari sudah nyaris menuntaskan tugasnya menerangi bumi di siang
hari. Menjelang maghrib mobil yang kami tumpangi membelah jalan Barabai menuju
Kandangan dengan kecepatan sangat santai. Sambil ngobrol-ngobrol di dalam
mobil. Alhasil, salat maghrib pun akhirnya ditunaikan di sebuah mesjid di tepi
jalan.
Setelah
salat maghrib, perjalanan pun dilanjutkan. Kali ini tujuannya langsung menuju
pasar Kandangan. Memburu sesuatu yang memang tujuan utama kami ingin ke Kandangan.
Lamang. Itulah yang kami beli.
Lamang di lapak penjual |
Lamang
adalah nasi ketan yang dibakar di dalam bambu. Di lain daerah mungkin ada yang
serupa dengan lamang tapi namanya beda. Di daerah kami nama penganan itu
lamang. Lamang lho ya.. Bukan lemang. Karena di lidah orang Banjar, e akan
berubah menjadi i atau a. Kali ini Lemang menjadi Lamang.
Sampai
di pasar Kandangan ada beberapa penjual Lamang yang kami temui. Dua batang
lamang pun dibeli dengan harga 90 ribu. Satu batang dengan diameter yang agak
besar harganya 50 ribu. Sementara yang lebih kecil harganya 40 ribu. Kembalian
10 ribu pun digunakan untuk membeli telur asin.
Lamang
ini bersikap tak bisa hidup sendiri. Serasa ada yang kurang kalau dimakan
begitu saja. Salah satu alasan mengapa saya dan keluarga ingin memburu Lamang
hingga ke Kandangan karena punya pasangan yang pas buat si lamang. Seminggu
yang lalu ada acara di rumah saya dan kemudian menyisakan sambal sate yang
banyak. Sambal sate adalah kuah yang biasa disiram di atas sate dan sambal sate
itu cocok sekali dimakan bersama lamang.
Jika
tak ada sambal sate pun tak perlu khawatir. Lamang bisa dimakan dengan telur
asin. Penjual lamang juga sekalian menjual telur asin. Jika tak suka telur
asin, ada kacang yang dimasak dengan sambal kari, atau suwir ayam dan tempe yang bisa menjadi pilihan.
Tapi buat saya teteup sambal sate adalah pasangan yang paling cocok buat
lamang.
Lamang bisa dinikmati dengan ini |
Setelah
memburu lamang di pasar Kandangan, saya dan keluarga pun memutuskan untuk
makan malam. Apalagi saya yang sudah kelaparan karena lupa belum makan siang.
Hihihi.... Pilihan wiskul kami malam itu adalah rumah makan Bin Ali. Rumah
Makan dengan menu arabia yang berada di tepi jalan provinsi Kalimantan Selatan,
masih dalam kawasan kota Kandangan tentunya.
Suasana Rumah Makan Bin Ali |
Saya
pun bertanya kepada pelayan rumah makan tersebut apa menu andalan mereka, dan
disebutlah nasi kabsha dan kambing bakar. Wah, mendengarnya saja sudah
terbayang kelezatannya. Keluarga yang lain juga memesan nasi kabsha tapi tak
semua memesan kambing bakar, ada yang memesan ayam karamel juga.
Sewaktu
menunggu ternyata adzan isya berkumandang. Om dan kakak saya pun pergi shalat
dulu. Sementara kaum wanitanya tetap di tempat makan. Tak lama kemudian pesanan
kami datang. Nasinya terlihat porsinya sedikit karena saya memang sedang
kelaparan. Hahahaha... Kambing bakarnya terlihat sangat menggiurkan. Ada dua
potong kambing dalam satu porsi, satu potong berupa tulang iga dan satu potong
daging kambing tanpa tulang.
Nasi Kabsha dan Kambing Bakar |
Rasanya
bagaimana?
Enaaaaak
banget. Saya lega begitu mengetahui rasanya enak bin lezat. Karena yang
merekomendasikan untuk makan di sana adalah saya. Saya tahu rumah makan ini
dari seorang teman. Untunglah makanannya lezat, jadi saya tak diprotes anggota
keluarga yang lain. Hehehe...
nasi kabsha dengan acar dan sambal |
Nasi
Kabsha ini sejenis dengan nasi samin, ala-ala arabia gitu. Kata pelayan yang
saya tanya, yang membedakan nasi kabsha dan nasi samin juga nasi briyani adalah
rempah-rempah yang digunakan di dalamnya. Biasanya ada yang masak nasi begini
tapi rempahnya tak terlalu kentara. Kalau yang kami nikmati kemarin rempahnya
berasa tapi juga tidak berlebihan. Bumbunya pas.
Kambing
bakarnya juga enak dan bumbunya meresap hingga ke dalam. Walau saya merasa daging kambingnya agak
keras. Tapi kata tante saya, daging kambing punya beliau tidak alot. Mungkin
saya aja kebagian yang agak alot. Tapi masih bisa dikunyah kok.
Kakak
ipar saya memesan ayam caramel. Ayam caramelnya juga enak sekali. Bumbunya
meresap hingga ke dalam. Nasi kabsha ini dinikmati dengan acar dan bumbu yang
pedas sekali. Kami pun memesan nasi kabsha tambahan berkali-kali sampai stok
nasi kabshanya habis. Hahaha...
Satu
porsi nasi kabsha dengan daging kambing harganya 30 ribu rupiah. Yang pakai
ayam saya lupa harganya. Tapi lebih murah dari yang dengan daging kambing
tentunya.Sementara tambahan nasi per porsi 8000 rupiah.
Kami
semua yang baru pertama kali makan di rumah makan Bin Ali itu pun merasa puas
dengan hidangan yang ada. Om dan kakak saya yang sering bolak balik
Barabai-Banjarmasin pun bilang kalau rumah makan itu bisa jadi alternatif buat
persinggahan untuk mengisi perut kala mereka dalam perjalanan.
Setelah
makan malam, perjalanan belum berakhir. Mobil yang kami tumpangi pun melaju
kembali untuk menuju rumah Om saya yang tinggal di Kandangan. Di sana saya,
tante, dan kakak ipar menunaikan shalat isya. Kemudian mengobrol hingga jam 10
malam untuk kemudian pulang kembali ke Barabai.
Itulah
cerita malam minggu saya bersama keluarga di kota dodol, Kandangan. Ternyata
membahagiakan juga menikmati malam minggu bersama keluarga.
bumbu sate buat lamang ya yg di foto itu? Slurrrp... bener2 bikin ngeces
BalasHapusKota dodol tapi bundarannya pake ketupat.. :p
BalasHapuswaah serunya, di sini juga banyak penjual lamang
BalasHapusMauuuu..di sini kayanya ga ada yg jual lamang n nasi kabsha
BalasHapusWah pengen coba dech lamangnya, kapan ya bisa ke kalimantan
BalasHapusapa Kandangan kota penghasil dodol? seperti garut gitu kali ya?
BalasHapuskok murah banget nasi kabsha sm kambing 30k? *ences kemana2
BalasHapusrindu Kandangan Tempat tinggal masa kecil...
BalasHapus