Bicara
tentang masa putih abu-abu emang sesuatu ya. Segala kenangan menyeruak. Manis,
pahit, asam, asin. Masa itulah di mana kita dengan riang gembira menyebut usia
15, 16, atau 17 tahun tanpa perlu menambahkan dalam hati plus sekian tahun :p
Konon katanya, tidak afdhol masa itu dilewati
kalau tidak nakal-nakal meski sedikit #ups #JanganDitiruAnakMuda. Kenakalan itu
tak terkecuali dilakukan oleh saya yang katanya dari tampang tidak bakalan
macam-macam #benerinMukena :p
Shalat Dhuha. Kapan teman-teman mengenal
ibadah sunnah itu? Dari SD? Wow.. Alhamdulillah yah. Kalau saya mengenalnya
saat masih berseragam putih - abu-abu. Pada saat itulah shalat dhuha menjadi
kegiatan di sekolah saya, salah satu Madrasah Aliyah Negeri di kota saya. Tidak setiap hari, bergantian per dua kelas setiap hari
tapi itu pun sudah cukup membuat saya merasa terbebani. Ihiks... Ampuni Hamba
Ya Allah...
Sekali
pun anak Rohis, tapi saya anak Rohis yang begitu lah. Tidak sealim dan
seberubah Mas Gagah. Shalat dhuha menjadi sesuatu hal yang terpaksa saya
lakukan karena adanya peraturan. Hal itulah yang memacu saya kemudian membuat
satu tindakan : Bolos Dhuha Berjamaah.
Berjamaah
dalam artian beramai-ramai bersama teman-teman, juga dalam artian sebenarnya.
Tidak melaksanakan Dhuha berjamaah.
Emang
boleh shalat dhuha berjamaah?
Seperti
yang saya ceritakan sebelumnya, di sekolah saya memang ada aturan shalat dhuha
berjamaah itu. Tujuannya adalah agar membiasakan siswa dan siswi terhadap
ibadah sunnah tersebut. Setiap hari ada dua kelas yang melaksanakan shalat
dhuha berjamaah di mesjid.
Sekolah
saya memang satu kompleks dengan mesjid besar di kota saya. Istirahat pertama
buat kami saat itu ada di pukul 10.10. Untuk kelas yang kena giliran shalat
dhuha, pukul 10 pagi sudah bisa keluar kelas. Bersiap-siap melaksanakan shalat
dhuha. Berwudhu, ngerapihin jilbab, masang mukena, dan beragam persiapan yang
lain. Namun, kebijakan itu tetap merampas waktu istirahat. Sehingga saya kerap
tak sempat buat makan-makan saat istirahat karena bel tanda masuk kadung
berbunyi.
Sebenarnya
waktu yang dialokasikan dengan mendahulukan istirahat 10 menit lebih awal untuk
yang kena giliran shalat dhuha itu cukup-cukup saja. Tapiiii... Kebijakan dan
peraturan dari sekolah memerintahkan murid-murid buat shalat dhuha secara
berjamaah. Jadilah kami harus menunggu imam shalat yang terkadang datangnya
lambat.
Berawal
dari situ, maka sebagian dari kami, khususnya saya mengambil inisiatif buat
shalat dhuha sendiri. Keluar kelas 10 menit lebih awal bersama teman-teman
lain, ambil wudhu, shalat dhuha, benerin kerudung, dan langsung cusss menuju
kantin buat makan.
Hal
itu ternyata juga dilakukan oleh teman-teman lain. Sehingga saat imam masuk
mesjid dan mau memimpin shalat dhuha berjamaah, hanya segelintir murid yang ada
di sana. Beberapa kali terjadi seperti itu akhirnya membuat pihak sekolah
bertindak. Dibikinlah pengumuman siapa yang tidak shalat dhuha secara berjamaah
agar keluar kelas dan dijemur. Wkwkwk....
Saya
bagaimana?
Ikut
juga dunk di barisan tersebut. Karena walau keukeuh bilang saya shalat dhuha
kok tapi saya melanggar bagian pada berjamaahnya itu. Di sana kami pun
berdialog dengan pihak sekolah. Maklum ya... Masa remaja masa kritis. Protes
karena imam telat datang. Protes karena dalam aturan tidak ada shalat dhuha
berjamaah, yang berjamaah itu shalat idul fitri dan idul adha. Protes bagian
terakhir diwakili teman-teman yang pernah mengecap bangku pesantren.
Saya
lupa sih bagaimana keputusan akhirnya. Mungkin yang bertugas jadi imam akan berusaha untuk
tidak datang telat dan yang shalat dhuha pun mulai sadar akan aturan sekolah. Mungkin begitu. Yang saya ingat tetap sih aturan shalat dhuha itu dilaksanakan.
Kata mama saya, saat itu salah seorang Guru saya yang satu pengajian dengan
mama sempat bertanya kepada ustadz tentang shalat dhuha berjamaah itu yang
dalam aturan harusnya dilaksanakan sendiri-sendiri tapi dilakukan berjamaah
untuk membiasakan anak-anak melakukan ibadah sunnah. Tapi sayang mama saya lupa
apa jawaban ustadz.
Namun,
dengan segala kelebihan dan kekurangan program Dhuha Berjamaah itu, saya
bersyukur pernah menjalani program tersebut. Walaupun dulu saya menjalaninya
dengan agak-agak dipaksa gitu. Beda banget dengan anak Rohis lain yang walaupun
tanpa giliran, tetap shalat dhuha tiap hari. Saya mah anak Rohis apalah apalah :D
Sekarang saya tidak tahu bagaimana program itu
berjalan di sekolah saya. Tapiii... Kalau saya pemilik kebijakan, mungkin
solusi yang tepat untuk program Dhuha ini adalah dengan mencanangkan program
dhuha tanpa berjamaah. Cukup dengan memberikan waktu dan mengarahkan
murid-murid untuk melakukan shalat dhuha. Dhuha dapat, istirahat buat
murid-murid pun tidak terampas dari kehidupan mereka.
Itulah salah satu cerita saya tentang zaman putih abu-abu. Kamu punya cerita apa? Cinta pertama? Uhuks. Yuk, ikutan giveaway nostalgia putih abu-abu.
Kalo di SMA saya tidak ada aturan harus berjamaah sih mbak, tp kadang suka disindir sama guru2 kalo gak mau berjamaah hehe
BalasHapusBeda sekolah, beda aturan ya, Mbak :-)
HapusMulai rutin dhuha pas di meindo aja, sejak ketemu hadist tentang pentingnya dhuha..
BalasHapusSemoga istiqomah ya, Sayang. Jangan spt bini dunk. Injury time :p
HapusSekolahnya keren, ada sholat Dhuha berjamaahnya :D
BalasHapusMadrasah sih, Mbak. Jadi emang Islami. Hehehe...
HapusSekolahnya keren ih.
BalasHapustapi setuju dengan saran akhirnya, dikasih ultimatum buat dhuha tanpa berjamaah biar tetep bisa menyerbu kantin :P
makasih sdh ikut GA saya Mba.. :)
Sekolahnya Madrasah, Mbak. Jadi nilai islaminya emang kental banget :D
HapusSama2, Mbak :D