Kemarin
sebuah kabar mengejutkan datang. Kompas Anak tak lagi terbit mulai pekan depan.
Sebenarnya Kompas Anak bukan media tersendiri, ia bagian dari koran Kompas yang
hadir setiap hari minggu. Belilah koran Kompas di hari minggu, maka akan ada
halaman untuk anak-anak. Kompas Anak begitu biasa ia disebut.
Sebenarnya
kabar akan sesuatu sudah diumumkan Kompas Anak beberapa hari sebelumnya.
Alih-alih menduga kabar sedih, sebagian dari komentar yang masuk malah berharap
itu adalah kabar bahagia karena disebutkan juga akan ada dua cerpen yang
dimuat. Saya malah berharap Kompas Anak terbit tersendiri, bukan menjadi bagian
dari Kompas. Seperti tabloid khusus untuk anak-anak.
Nyatanya,
itu semua hanya harapan saya. Hari sabtu kabar itu terasa terang. Kompas Anak kembali
memasang status dengan nada sedih. Saya menduga satu hal. Ternyata yang menduga
hal tersebut bukan hanya saya. Yah... Dugaan kalau Kompas Anak akan ditutup.
Dan
itu benar-benar terjadi sesuai dengan pengumuman yang terdapat di koran Kompas
pada hari minggu 28 Februari 2016.
Pengumuman di Kompas Rubrik Anak |
Sedih?
Iya.
Satu
lagi media cetak untuk anak yang harus tutup. Setelah majalah Girls akhir tahun kemarin,
sekarang Kompas Anak. Padahal media sebesar Kompas gitu loh.
Sebagian
bertanya-tanya ada apa gerangan? Sebagian menduga-duga sebab di balik
keputusan. Minim iklan, masyarakat yang mulai beralih dari media cetak ke media
digital diduga sebagai alasan penutupan.
Dari
penuturan di status fbnya? Kompas Anak berharap akan terbit dalam bentuk media
digital. Semoga masih membuka peluang buat penulis berkarya di dalamnya.
Sebelumnya
saya tidak terlalu 'ngeh' dengan kehadiran Kompas Anak. Baru mulai menyadari
keberadaannya saat saya tergabung di Penulis Tangguh di akhir tahun 2013. Saat
itu Kompas Anak adalah salah satu media yang dituju untuk mengirimkan tulisan.
Tulisan
pertama saya yang tembus di sana adalah resensi buku Rheisa Sang Pengusaha
Cilik karya kak Marisa Agustina, kemudian resensi buku Ibu Sayang Kamu karya Mbak
Irma Irawati, setelahnya cerpen Lari, Rheina! Dan terakhir resensi buku Misteri
Pantai Mutiara karya Kak Erlita Pratiwi. Hanya ada empat tulisan, tapi
bahagianya saat tulisan dimuat di Kompas Anak masih terbayang hingga sekarang.
Karya saya di Kompas Anak |
Apalagi
ketika cerpen saya dimuat bertepatan di hari ulang tahun saya. Rasanya mendapat
hadiah yang sangat istimewa. Bayangkan saja dalam 365 hari dalam setahun, Allah
memilihkan tanggal tersebut cerpen saya bisa menembus koran Kompas. Waktu itu
belum ada satu pun cerpen saya yang dimuat di Bobo, jadi bahagianya lebih tak
terkira lagi.
Cerpen
Lari, Rheina! Adalah cerpen pertama yang saya hasilkan di kelas Penulis Tangguh,
di bawah bimbingan Guru menulis saya di Penulis Tangguh yaitu Mbak Nurhayati Pujiastuti. Cerpen itu juga adalah cerpen
pertama yang saya kirimkan ke Kompas Anak. Cerpen pertama dan langsung dimuat.
Alhamdulillah...
Selanjutnya
tidak ada lagi cerpen-cerpen saya yang dimuat di sana. Menembus yang kedua
ternyata lebih sulit dari yang pertama. Entah sudah berapa cerpen yang saya
kirimkan ke Kompas Anak dan semuanya berujung ke surat cinta.
Surat
cinta adalah surat penolakan yang saya dapatkan. Jika mengirim cerpen ke Kompas
Anak via email, jika tidak dimuat, Kompas Anak akan mengirimkannya via pos
walaupun kita hanya mengirimnya lewat email. Sebagai penulis, kita merasa
sangat dihargai. Walaupun ada perih ketika membuka dan membaca surat tersebut. Dan sekarang usaha saya untuk menembus cerpen Kompas Anak edisi
cetak kedua kali harus terhenti. Padahal saya belum ingin menyerah.
Tapi
itulah... Keputusan sudah dibuat dan diumumkan. Sedih, terharu, dan tak berdaya
kata Mas Sigit Wahyu selaku koordinator rubrik anak di Kompas Minggu dalam
status Kompas Anak. Sedih, terharu, dan tak berdaya adalah perasaan yang juga mewakili perasaan saya. Namun, hidup terus berjalan... Semangat buat menulis dan
menebar kebaikan semoga terus menyala.
Selamat
Jalan, Kompas Anak. Semoga bertemu lagi dalam keadaan yang lebih baik. Terima kasih untuk semua yang telah kamu berikan, ilmu, kesempatan berkarya, cerita-cerita, juga honor yang tak pernah telat dibayarkan #eh
Saya juga sedih..karena belum sempat menghasilkan karya dari sana. Beberapa naskah yang saya kirimkan dikembalikan lg dalam bentuk surat cinta. Ahhh..semoga Kompas Anak kembali..agar anak2 indonesia kembali mudah mendapat bacaan yang bermutu.
BalasHapusAamiin.. Aamiin... Iya, Mbak. Saya juga semuanya dibalikin cerpennya. Semoga segera kembali ya mbak, kompas anaknya :-)
HapusIkut berduka juga mbak. Sayang banget ya :(
BalasHapusMenurutku bacaan buat anak2 aku lbh milih bentuknya di atas kertas ketimbang di web virtual.
Iya, Mbak April. Lebih bagus jg buat mata ya. Sayang banget emang :(
HapusTak hanya pekerja migas, lowongan kerja juga berkurang buat para penulis ya..
BalasHapusIya, Yang. Tapi Allah Maha Kaya dan Maha Pengatur Rizki :-)
Hapuspadahal bagus banget ini rubrik kompas anak
BalasHapusiya mba sayang banget. maklum minat baca negara ini masih sangat minim. demi bertahan beberapa majalah terpaksa beralih ke digital
BalasHapus