“Aku sekarang punya
blog.” Cita bercerita kepada teman-temannya sepulang sekolah.
“Blog?”
Niken bertanya.
Cita mengangguk
membenarkan. Kemarin Cita dibuatkan bunda sebuah blog. Blog seperti punya
bunda. Bunda sering menulis banyak hal di sana. Cita juga ingin seperti bunda.
“Blog itu bukan facebook?” Kali ini Anggit yang
bertanya. Cita menggeleng.
“Beda. Blog lebih
banyak tentang tulisan. Bisa masukin foto juga. Aku mau nulis banyak hal di
sana,” seru Cita dengan semangat.
Cita ingin menulis
tentang liburan ke pantai minggu lalu, bikin kue cubit bersama bunda, dan
banyak lagi.
“Apa harus berteman
buat baca tulisan kamu?” Tanya Sekar.
“Tidak perlu. Tinggal
ketik alamat dan langsung bisa lihat blog aku. Tidak perlu berteman seperti
facebook,” jelas Cita.
“Apa alamat blognya,
Cita? Kalau seru, aku juga mau bikin.” Cita memberikan alamat blog pada
teman-temannya.
***
Menulis blog jadi
kesenangan Cita sekarang. Cita jadi rajin duduk di depan laptop. Menulis
tentang kejadian sehari-hari.
Cita bercerita tentang
kejadian lucu di sekolah. Anggit, sang ketua kelas ngomel-ngomel di depan
kelas. Kelas sedang tidak ada guru. Teman-teman ribut dan bermain di dalam
kelas.
Saat Anggit menegur
teman-teman, Anggit terpeleset. Teman-teman tertawa melihatnya. Cita juga
tertawa. Itu lucu sekali. Cita juga menulis agar Anggit jangan suka
ngomel-ngomel. Nanti cepat tua dan jadi terpeleset.
Hari ini Cita menulis
tentang Riska. Riska itu kaya, ayahnya punya banyak mobil bagus. Tapi Riska
pelit. Setiap ke kantin tidak pernah belanja. Riska selalu bawa bekal. Paling
Riska hanya pesan minum atau dia makan di taman sekolah. Padahal kan kaya,
kenapa tidak belanja?
Besoknya Cita
menceritakan Niken yang lagi pilek dan batuk. Rasanya enggak nyaman kalau ada
Niken di dekatnya. Suara batuknya mengganggu. Belum lagi kalau virusnya nular.
Hiiii…. Cita tidak mau ketularan batuk juga.
Cita memandang puas blog-nya
yang sudah berisi banyak tulisan. Semoga bisa seperti blog bunda yang juga
banyak komentar.
***
Suatu pagi yang cerah, Cita
melangkah memasuki kelas dengan hati riang.
“Halo, semua.” Cita
menyapa teman-temannya.
Tidak ada yang menjawab
sapaan Cita. Riska sibuk mengobrol dengan Niken. Anggit juga menatap Cita
sebentar kemudian melengos begitu saja. Ada apa dengan teman-teman? Cita
bertanya-tanya dalam hati.
Waktu istirahat tiba,
Cita ingin mengajak Niken ke kantin. Biasanya, Cita pergi ke kantin bersama
Niken dan Riska. Tapi Niken dan Riska buru-buru ke kantin. Meninggalkan Cita
sendirian. Saat di kantin, Cita duduk di meja dekat Niken dan Riska.
“Niken, Riska, kok tadi
enggak nungguin aku. Langsung pergi ke kantin aja,” celutuk Cita.
Tidak ada jawaban yang
didapat Cita. Niken dan Riska malah pergi dan beralih ke meja lain. Cita
ditinggalkan sendirian. Cita jadi tahu kalau mereka tidak mau berteman dengan
Cita. Tapi aku salah apa? Kening Cita berkerut memikirkannya.
***
Pulang sekolah Cita
langsung membuka laptop bunda. Cita ingin menulis di blog. Tentang teman-temannya
yang hari ini tidak menghiraukannya.
Hari
ini aku dicuekin teman-teman. Aku tidak tau salahku apa. Mereka tidak mau
bicara denganku.
Sebal.
Tapi juga sedih.
Aku
mengingat-ingat kesalahanku. Rasanya tidak ada.
Pulang
sekolah kemarin, aku masih bercerita seru dengan teman-teman.
Paginya,
mereka sudah tidak menghiraukanku.
Aku
sempat mikir kalau mereka sedang mengerjaiku, karena aku ulang tahun.
Tapi,
ulang tahunku kan masih empat bulan lagi.
Lalu,
salahku apa?
Cita menerbitkan
tulisannya di blog. Cita memandangi halaman blog-nya. Saat itulah dia melihat
ada komentar yang masuk di postingan tentang Riska.
‘Ibuku
selalu membikinkan bekal buatku setiap pagi. Masakan ibu selalu enak. Aku tidak
belanja bukan karena pelit, kok.’
Cita kaget membaca komentar
Riska. Duh, apa Riska marah karena tulisanku? Cita menggigit jarinya. Kebiasaan
jeleknya jika sedang bingung.
Cita membaca ulang
semua tulisannya di blog. Ah, kalau jadi Anggit pasti juga sebal dibilang suka
ngomel. Padahal Anggit mungkin hanya ingin agar kelas tertib karena itu
tanggung jawabnya sebagai ketua kelas. Andai jadi Niken, pasti juga kesal kalau
dibilang enggak nyaman dekat-dekat dia. Padahal Niken sedang sakit. Dan Riska,
Cita sudah menuduh dia pelit.
Cita menulis postingan
baru di blog. Meminta maaf pada teman-teman akan kesalahannya. Cita jadi dapat
pelajaran penting, bahwa tidak semua hal harus diceritakan lewat blog. Apalagi
kalau menyinggung teman-teman. Setelah ini Cita akan menelpon teman-temannya
buat minta maaf. Semoga mereka mau memaafkan Cita.
***
“Tulisan ini diikutsertakan dalam #FirstGiveawayCeritaAnak”
Dg teknologi yg semakin canggih, anak2 bisa mengakses segala macam aplikasi di dunia maya, tetapi orang tua harus tetap mengawasinya.. Kalau tidak, ya seperti Cita ini, karena baru dibuatkan blog, kejelekan teman2nya tulis.. beruntung dia cepat sadar.. :)
BalasHapusBetul, Mbak Ery. Anak2 harus tetap diarahkan dan diawasi, ya. Untung ada kejadian yang membuat Cita sadar ;-)
Hapusceritanya baguuus... mba Yanti punya banyak ide, saya mah miskin ide hiks
BalasHapusMbak Santiiii... Sy juga sering jungkir balik mikir ide. Ide ada di sekitar kita padahal, Mbak :-)
HapusWah-wah, cernak yang kekinian banget. :D Tentang blog.
BalasHapusHihihihi... Seperti kesenangan si empu blog. Senang ngeblog :D
Hapuscerita Cita ini menjadi pelajaran untuk kita juga yah Mbak, bahwa tidak semua yang kita rasakan harus kita tuliskan di media sosial :)
BalasHapusBetulll, Mbak Irawati. Ini mengingatkan saya sendiri juga. Buat memfilter apa mana yg bisa dituliskan di medsos, mana yg jangan :-)
HapusWaw muantappp nih ceritanya.
BalasHapusAlhamdulillah. Makasiiiih, Mbak Nurul :-)
HapusKeren deh ceritanya. Pingin bisa bikin cerita anak juga. palagi bisa tembus media kayak mbak. Bangganya :)
BalasHapusYuk, Mbak, sama-sama belajar :-)
HapusAku kalo nulis nggak brani sebut merk. Kalo yg krg bagus maksudnya. Khawatir nyinggung
BalasHapusYg ga sebut merk aja bisa ada yg ngerasa trus baper ya, Mbak. Apalagi sebut merk :-)
Hapus