Akhir tahun banyak diskon bertaburan di mana-mana termasuk di
toko buku. Gebyar diskon akhir tahun pun menggoyahkan tekad para penimbun buku
yang katanya mau puasa beli buku dan pada kenyataannya tetap belanja buku,
termasuk si penimbun buku. Memilah milih buku diskon di salah satu tobuk daring, menyambar dengan kata 'Mau'
di lapak buku yang bersileweran di FB, dan akhirnya terjadilah transaksi
belanja buku.
Walaupun begitu, masih ada pembelaan terhadap apa yang dilakukannya.
"Mumpung diskon, lho", "Bukunya langka, di toko buku udah enggak
ada yang jual", "Udah lama pengin punya", dan beragam pembelaan
lainnya yang membuat perasaan bersalah karena menambah timbunan buku menjadi
pelan-pelan sirna.
Tahun berganti, 2015 berlalu, dan tibalah 2016. Setumpuk buku
yang dibeli pada akhir tahun satu-satu berdatangan. Si penimbun buku pusing
sendiri melihat timbunan buku yang terus bertambah. Konteiner yang isinya buku
sudah penuh. Rak buku pun sudah tak menyisakan tempat lagi. Bagian paling bawah
lemari pakaian akhirnya dialihfungsikan menjadi tempat untuk buku.
"Untuk sementara tidak belanja buku dulu. Mau menghabiskan
buku-buku yang belum dibaca dulu." Lagi-lagi janji manis terucap dari si
penimbun buku.
Sehari, dua hari berlalu. Semua aman terkendali. Kemudian pada
suatu ketika, si penimbun buku mendapatkan sebuah info, penulis favorit
menerbitkan buku baru.
"Whuaaa... Pengin punya," serunya senang tak terkira.
"Kali ini aja deh. Kan penulis favorit." Mulut
manisnya bicara. Buku dengan cover
berwarna biru dengan judul salah satu peristiwa alam ada di genggaman. Dibawa
pulang, menambah timbunan.
Buku-buku karya Tere Liye di Gramedia Balikpapan. Hanya satu judul yang belum punya |
Sehari, dua hari berlalu. Suatu malam, si penimbun buku kesulitan
tidur. Lampu kamar sudah dimatikan namun mata tak kunjung bisa terpejam. Ia
ambil lah si ponsel pintar. Membuka salah satu toko buku daring dengan tujuan
melihat-lihat buku-buku diskon. Ingat! Hanya melihat-lihat. Tidak membeli.
Satu per satu judul masuk ke keranjang daftar keinginan. Ingat!
Hanya daftar keinginan. Bukan keranjang belanja. Hal itu ia maksudkan agar jika
di kemudian hari ia ingin belanja buku, tak perlu harus menyelami judul-judul
buku diskon yang jumlahnya ribuan itu. Cukup dengan melirik daftar keinginan.
Daftar keinginan pun penuh, si penimbun buku tertidur dengan
nyenyak.
Esok harinya, si penimbun buku ingat akan kegiatannya tadi malam. Diraihnya kembali si ponsel pintar. Melirik daftar keinginan buku-buku di sana. Satu suara timbul di permukaan. "Hey, kalau beli nanti, bisa-bisa stoknya kosong. Ingat kan waktu mau beli Her Beautiful Eyes-nya Rien Dj dulu. Ditunda-tunda akhirnya stoknya tak ada."
Esok harinya, si penimbun buku ingat akan kegiatannya tadi malam. Diraihnya kembali si ponsel pintar. Melirik daftar keinginan buku-buku di sana. Satu suara timbul di permukaan. "Hey, kalau beli nanti, bisa-bisa stoknya kosong. Ingat kan waktu mau beli Her Beautiful Eyes-nya Rien Dj dulu. Ditunda-tunda akhirnya stoknya tak ada."
Bagaikan SPARK buat Keo, suara itu terasa mengintimidasi.
Kemudian jari si penimbun buku dengan lincah menari di ponsel pintarnya.
Memasukkan buku-buku yang tadi hanya ada di daftar keinginan berubah menjadi di
keranjang belanja. Mengutak-atik buku yang dipilih agar efektif ongkos kirim,
setelanya mengetik kata 'Selesai'. Sebuah surel masuk sebagai pemberitahuan.
Meraih lagi ponselnya, melakukan transfer sejumlah rupiah, konfirmasi
pembayaran, dan selesai.
Si penimbun buku tersenyum bahagia. Ada kepuasan dan kelegaan
serta kebahagiaan selepas belanja buku. Beberapa waktu kemudian ia menepuk
keningnya sendiri.
"Astagaaa... Aku belanja buku lagi? Sedangkan timbunan
bukuku semakin tak terkendali." Si penimbun buku berkata cemas. Namun
sebuah suara menenangkan. "Murah, kok. Kan buku diskon. Lima buku tidak
sampai 100 ribu sudah dengan ongkir." Si penimbun buku diam-diam
tersenyum. Satu tekad ia tanamkan dalam hati, selanjutnya tak boleh tergoda
lagi.
Hari-hari berlalu, si penimbun buku kemudian berkunjung ke
sebuah mall di sebuah kota besar. Tak afdhol rasanya jika memasuki mall
tersebut tapi tak melangkahkan kaki ke toko buku besar. Maka, didampingi oleh
suami, si penimbun buku melangkah ke toko G dengan langkah pasti.
Tiba di depan, ada deretan kolam kayu berisi buku. Rupanya
sedang ada pesta diskon. Si penimbun buku menghampiri dengan langkah cepat,
sekali lagi ia menegaskan dalam hati bahwa ia hanya melihat-lihat.
Namun, ketika ribuan buku itu ada di hadapan, mata si penimbun
buku terbeliak. Ia kaget warbiyasak. "Buku-buku dari penerbit ini jarang
banget didiskon," serunya kepada sang pendamping hidup. Kemudian tangannya
cekatan memilah milih buku. Satu buku, dua buku, tiga buku, ia genggam dengan
penuh suka cita.
Seorang karyawan toko menghampirinya, menyerahkan sebuah tas
kain sebagai tempat untuk menampung buku, agar tangan si penimbun buku tak
lelah menggenggam buku-buku yang telah dipilihnya. Si penimbun buku kaget, ia
menggeleng, ingin mengatakan kalau ia hanya melihat-lihat saja. Buku-buku yang
ia genggam bukan untuk dibeli. Hanya untuk digenggam saja. Tapi lidahnya kelu,
ia tak berkata apa-apa. Menerima dengan pasrah tas yang disodorkan padanya dan
memasukkan buku-buku ke dalam tas tersebut.
Setelah selesai, sang suami menghampiri si penimbun buku. Si
penimbun buku galau. Apa yang harus ia lakukan terhadap buku-buku yang
dipilihnya? Ia menatap suaminya penuh pengharapan meminta pertimbangan.
"Beli aja," ujar sang suami. Ia mendesah kecewa.
Mengapa? Mengapa? Mengapa harus jawaban itu yang diberikan oleh pria tercinta
itu? Mengapa tidak menahannya? Mengapa justru mendorongnya?
Akhirnya dengan dalih jawaban suami dan pembenaran karena lagi
diskon, si penimbun buku melangkah menuju kasir. Membayar lima buku yang akan
menambah tinggi timbunan.
buku baru si penimbun buku |
Bagaimana dengan tekad buat tak membeli buku? Si penimbun buku tidak lupa. Tapi seperti diet yang dilakukan esok saja, maka puasa membeli buku akan ia lakukan selanjutnya.
Gak termasuk buku2 hadiah ya?
BalasHapusIyaa. Ga masuk hitungan itu. Buku hadiahnya juga udah punya :D
HapusSekarang lagi proyek Read 5 Buy 1, gak gampang karena kadang gak sengaja ada buku inceran lama, tapi harga super miring. Kudu kuat-kuat, sampe naruh timbunan buku di meja kerja, supaya tahu kalau buku yang belum dibaca masih banyak :P
BalasHapussemoga lancar Read5Buy1 *berdoa untuk diri sendiri*
Mbaaak... Pengin juga deh project itu. Tapi ya itu ya.. Kalau nemu harga diskon bikin ga kuat. Heuuu...
HapusKalau ada buku-buku yang sudah nggak dibaca lagi sumbangin ke Buku Berkaki aja, Mbak, daripada menuhin rak buku hehehe. Kan kalau rak bukunya kosong bisa jadi alasan untuk beli buku lagi #eh :D
BalasHapusIya, Mbak Alfa. Pengin disumbangin juga nih. Capek lihatnya. Hehehe.. Tapi masih dilematis juga karena sy punya mimpi buat bikin rumah baca. Makanya kumpulin banyak buku :D
HapusALUR CERITA yang menarik, semoga hobi menimbun bukunya bisa menular ke generasi-generasi selanjutnya :D
BalasHapusSalam kenal from academic Indonesia ;)
Salam kenal juga. Menularnya jangan nimbun deh tapi menular rajin baca buku aja :D
HapusXiixixi, aku juga suka nimbun buku. Padahal banyak yang belum kebaca juga. :D Suka kalap kalo ke toko buku. Untung ke kota bisa dihitung dengan jari.
BalasHapusIya, Mbak Anisa. Apalagi kalau diskon. Sy jarang ke kota juga tapiiii... Belanja online mah teteup. Heuheu...
HapusBuku sama menggodanya dengan coklat dan seafood. (*curhat yang lagi puasa coklat dan seafood*)
BalasHapusAhahahaa.... Iyaaa.. Sy masih tahan puasa coklat sih mbak :-)
Hapuswah banyak bukunya mbak ^_^
BalasHapusdijadiin giveaway aja mbak biar bs bagi2 hehee
salam kenal ya mbak :)
Salam kenal, Mbak... Mau ya hadiah GA udah pada dibuka segel bukunya? Hihihihi
Hapussama mba, saya pun penimbun buku, baru sempat baca beberapa buku, dan buku-buku yang belum tersentuh pun masih menumpuk di atas meja :)
BalasHapusAhahaha... Toss, Mbak. Sama banget kita. Nimbun banget nih sama buku :-)
Hapuskalau liat buku itu rasanya mau beli, dan terbeli, urusan bacanya nanti *Kesalahan Terbesar* :(
BalasHapusNah.. Benar banget itu. Apalagi kalau bukunya langka. Hihihihi
HapusBenerr mbaa,, gak afdol kalo gak masuk ke toko buku pas ke mall,, kalo beli onlen aku masih mikir sih, soalnya ongkirnya muahal..
BalasHapusnice story mba :)
Iyaaa, Mbak Ayu. Ga afdhol... Sy beli online supaya efektif ongkir, buku yg dibeli minimal 3 atau lebih. Pokoknya harus pas 1 kg. Jadi tambah nimbun deh..ihiks..
HapusSama kita mbak. Ke Mall, gak sah kalau belum ke toko buku. Sadar-sadar udh 2 jam aja disana. Hihi.
BalasHapusTapi kalau urusan beli, alhamdulillah aku masih bisa nahan. Soalnya tau isi dompet gak seberapa. Wkwkwk
Nah sama kita, Mbak. Pokoknya ga boleh terlewat ya ke toko buku walaupun cuma sebentar. Sy beli buku diskonn, Mbak. Hihihihi
HapusNah adegan di toko G itu aku juga ngalamin :D Syusyahhh memang untuk tahan dengan godaan buku-buku diskon ya mbak. Analogi diet yang gampang-gampang susah itu juga berlaku disini..
BalasHapusSuka cara penceritaan mbak Yanti.
Ahahaha... Tosss, Mbak Haya..susah banget emang kalau udah buku diskon. Penginnya lebih dari 3 aja belinya. Sy pernah beli buku diskon.sampai 11 biji. Hihihi...
HapusMakasiiiih, Mbak Haya :-)
Hahaha.. Bujuraaan..
BalasHapusAku gin sama. Suka ninbun buku padahal ga tau dibaca kapan. Sampe suamiku sarik pinanya wkwkwk
Hahahaha.... Toss sama kita kak Manda. Laki ulun kada sarik pang nah :D
HapusTernyata ada yg sama. Menjadi si penimbun buku
BalasHapusWah..wahh tapi mba itu super sekali keinginan belanja bukunya seperti tak terkendali #peace :D
Percayalah, Mbak, ada yang lebih parah dari saya. Hihihihi... Pernah ngobrol dengan para penimbun buku dan saya hanya butiran debu :D
Hapus