Membaca adalah sarana menemukan kosakata baru, begitu yang pernah
saya ceritakan di sini, dalam sebuah postingan yang berjudul Menemukan
Kata-kata. Beberapa waktu yang lalu saat membaca, saya menemukan kata baru
yaitu cerlang. Penasaran dengan kata tersebut, saya pun mencari di KBBI apa
artinya.
Cerlang |
Cerlang artinya cahaya terang, mencerlang
artinya bercahaya atau berkilau, kecerlangan artinya keindahan atau keelokan.
Seperti biasa agar saya bisa mengingat kata tersebut, maka saya akan
menggunakannya. Saya gunakanlah kata tersebut dalam sebuah resensi untuk buku
Sang Penakluk Kutukan karya Arul Chandrana pada kalimat “Tentang kebencian yang membutakan yang menutupi kebenaran walaupun
kebenaran itu begitu cerlang di depan mata.” (Idih, boros kata ‘yang’)
Baca juga : Pengalaman Menggunakan alat masak Cast Iron
Entahlah apa kalimat itu pas dengan kata
cerlang atau tidak, yang pasti saya senang bisa menggunakan kata tersebut.
Xixixixi… Resensi ini dimuat di harian Tribun Kaltim pada tanggal 22 Mei 2016.
Berikut adalah resensinya. Happy Reading ^_^
Mengambil
Pelajaran dari Sang Penakluk Kutukan
Oleh : Hairi Yanti
Membaca sebuah karya fiksi bukan hanya menelusuri
cerita baru yang ditulis sang pengarang. Tapi lebih dari itu, membaca sebuah
karya fiksi adalah bagaimana kita mengambil hikmah dan pelajaran dari kisah
yang dituturkan. Begitu pula saat membaca sebuah novel yang berjudul Sang
Penakluk Kutukan.
Novel ini mengambil latar tempat di Pulau
Bawean, sebuah pulau yang terletak di laut Jawa dan termasuk wilayah kabupaten
Gresik. Ranti, gadis kecil yang lahir dan besar di desa Kumalasa, salah satu
dari desa kecil dari banyak desa kecil lainnya di pulau Bawean menjadi tokoh
utama dalam cerita ini.
Ranti hidup bahagia bersama kedua orangtua
yang sangat menyayanginya, emak dan rama yang selalu memberikan suri tauladan
yang baik buat Ranti. Namun, kebahagiaan Ranti di rumah tidak dia rasakan di
sekolah. Di sekolah, Ranti menerima perlakuan tak adil dari salah satu Guru,
juga cemoohan dari teman-temannya yang menganggap kalau ayahnya Ranti yang biasa
dipanggil Ranti dengan panggilan Rama adalah seorang dukun.
Rama Laklang, ayah Ranti, adalah seorang
herbalis. Seseorang yang mengobati keluhan penyakit dengan cara mengambil
manfaat dari tumbuh-tumbuhan di alam. Ketika Rama Laklang mengetahui kalau anaknya
kerap di-bully di sekolah karena
pekerjaannya, Rama Laklang memberikan nasehat pada Ranti untuk jangan pernah
menyetujui hinaan orang lain. Jika runtuh karena hinaan orang, itu sama saja dengan
membenarkan hinaan orang yang menghina.
Sementara itu, di kampung tempat Ranti ada
satu cerita tentang seorang makhluk yang dikutuk yang terusir dari desa sepuluh
tahun yang lalu. Satu sosok yang memiliki wujud seperti manusia, akan tetapi
sosok itu sama sekali tidak tampak seperti manusia pada umumnya karena tampak
menyeramkan. Selain sosok itu, ada juga satu anak kecil yang selalu menyertai
sosok yang menyeramkan tersebut. Dua makhluk itu bernama Akdong dan Aknang
Cerita tentang Akdong terus saja berkembang
di perkampungan itu dengan dilebih-lebihkan. Seperti Akdong yang memiliki ilmu
hitam sehingga kutukan ilmu itu membuat tubuh Akdong hancur lebur. Lewat
ramanya, Ranti mengetahui cerita sebenarnya tentang Akdong dan Aknang, bahwa
tidak ada ilmu hitam yang dimiliki Akdong. Akdong pun disebut Rama Laklang
terkena penyakit Lepra, bukan penyakit kutukan.
Suatu hari saat pergi bersama ibunya ke
hutan, Ranti bertemu dengan Aknang. Ranti memberikan Aknang pisang juga roti
kering yang baru sekali itu dirasakan Aknang. Aknang gembira, Aknang pun
memberikan kepada Ranti beberapa kuntum bunga. Yang membuat Ranti terkejut
adalah bunga itu ternyata bunga yang diperlukan ayahnya untuk.membuat ramuan
obat untuk ayahnya Hekma, sahabat Ranti. Maka bahagia sekali Ranti menemukan bunga
tersebut. Ayahnya Hekma pun bisa sembuh, Ranti bahagia melihat Hekma bergembira
karena kesembuhan ayahnya.
Setelah kejadian tersebut, Ranti semakin
sering pergi ke hutan dan bertemu Aknang. Namun, hutan bukan tempat yang
diisolasi dari desa. Pertemuan Ranti dan Aknang pun akhirnya diketahui oleh warga
desa. Warga yang menganggap Aknang juga Akdong adalah kutukan membuat sesuatu
yang buruk pada Ranti dan keluarganya. Suasana mencekam pun merasuki hati Ranti
sekeluarga. Ranti dan keluarga mendapat serangan fitnah yang tidak bisa
dikendalikan lagi.
Sang Penakluk Kutukan banyak membawa
pelajaran buat pembacanya. Ia tidak hanya memperkenalkan salah satu tempat yang
jarang dijadikan latar dalam sebuah novel tapi juga banyak hal yang bisa
dijadikan pelajaran setelah membacanya. Tentang rasa iri yang membuat perlakuan
tak adil oleh seorang guru kepada muridnya. Tentang kebencian yang membutakan
yang menutupi kebenaran walaupun kebenaran itu begitu cerlang di depan mata.
Dalam novel ini kita juga bisa melihat betapa
yang namanya fitnah itu sungguh kejam, lebih kejam dari pembunuhan. Sang
Panakluk Kutukan juga membuat kita seperti disentil agar tidak menyebarkan
sebuah berita yang belum tentu kebenarannya. Apalagi jika cerita itu berjalan
dari mulut ke mulut dan pada akhirnya cerita menjadi sama sekali berbeda dengan
kebenaran yang terjadi.
***
Data Buku :
Judul : Sang Penakluk Kutukan
Penulis
: Arul Chandrana
Penyunting : Triana Rahmawati
Penerbit : Republika
Tebal
Buku : viii + 289 Halaman
ISBN
: 978-602-0822-18-1
Tahun
Terbit : Cetakan I, Februari 2016
***
jadi cemerlang itu sudah diberi sisipan ya, bisikin spoiler endingnya bu
BalasHapusKalau bisikin spoilernya nanti ga seru lagi. Hehehe....
Hapusbagus banget resensinya mbak.. hhee
BalasHapuspantas saja tadi saja cukup penasaran. itu typo atau bagaimana? ato emang sharusnya cemerlang hhee
mkasihh utk informasi ttg cerlangnya ya mbak hhee
Bukannya kata yang pas untuk kutipan kalimat Yanti itu justru cemerlang (seperti yang biasa digunakan), menurut KBBI di atas? Kalau cerlang untuk penyebutan bendanya "cahaya terang." Selamat ya resensinya dimuat lagi di Koran.
BalasHapusDikomen editor. xixixixi....
HapusDuh,
BalasHapusAku tahunya cemerlang...
Misalnya senyum si kapten terlihat begitu cemerlang dan mampu menyinari hatiku yang rapuh halah..
Wah, kereeeen resensimu masuk koran, selamat yah!
resensinya bagus banget deh...
BalasHapusselamat mbak Yanti...
sekali menulis bisa ditulis di koran dan di blog juga
keren kak resensi korannya
BalasHapusCerlang itu obyek/subyeknya, kalo cemerlang itu sifatnya ya?
BalasHapusMbak ini resensi ini khusus ya? untuk anak?atau genre tertentu? caranya gimana?
BalasHapusBoleh buku apa saja, Mbak. Yang saya lihat begitu. Ada buku anak, dewasa, non fiksi, fiksi. Ayo coba kirim juga, Mbak.
HapusNyimak :)
BalasHapusJadi pengen ke Bawean...
Sebenernya aku udah dengar kata "cerlang" sejak kecil, karena ada di lagu anak-anak. Tapi udah dewasa malah gak pernah dengar lagi. Selamat Yantiii...masuk media lagi. Keren euy
BalasHapusYanti baru dengar, Teh. Hihihi... Makasiiih, Teteh :D
HapusAsslm. Salam kenal. Mantap, Mbak. Kreatif terus. Boleh tahu alamat email untuk kirim resensinya. Terima kasih banyak.
BalasHapusBoleeh. emailnya red.minggu@gmaildotcom
HapusAsslm, salam kenal, Mbak. Mantap! Keren! Bisa tembus media. Boleh tahu alamat email untuk mengirim resensinya, Mbak? Tks byk sebelumnya.
BalasHapusMaaf baru balas. Emailnya red.minggu@gmaildotcom
Hapus