Ramai
tentang gamis beberapa waktu yang lalu membuat saya juga jadi ingin bercerita
tentang gamis dalam hidup saya. Setiap muslimah selalu punya cerita tentang
proses berhijab mereka, dan tentu saja saya juga punya cerita tersendiri.
Gamis di Pantai |
Saya
selalu bilang kalau proses awal berhijab saya itu adalah sesuatu yang biasa.
Tidak ada pertentangan batin, tidak ada larangan orangtua, dan lain sebagainya.
Selepas menamatkan bangku sekolah dasar, saya melanjutkan sekolah ke Madrasah
Tsanawiyah. Otomatis di sana lah saya mulai menggunakan jilbab, paling tidak di
waktu jam sekolah. Walaupun awal yang biasa,
tapi tetap saja buat saya proses berhijab adalah sesuatu yang terus
berproses sepanjang masa.
Ketika
awal berhijab saya seperti layaknya ABG kebanyakan. Masih sering buka pasang
jilbab, terutama di luar jam sekolah. Jilbab yang saya gunakan pun tidak bisa
digolongkan menjadi penutup aurat yang sempurna, kadang malah terkesan asal
menutup kepala saja. Kalau ada teman yang menunggu di luar rumah, saya masih
enjoy saja menemui mereka di luar rumah tanpa jilbab.
Sewaktu
seragam saya tak lagi putih biru, melainkan sudah menjadi putih abu-abu,
pemahaman akan hijab sedikit demi sedikit saya dapatkan. Sejak itu, saya tak
lagi mengikat ujung jilbab ke belakang dan mulai mengulurkan jilbab saya hingga
menutup dada walau jilbabnya tidak terlalu lebar, asal menutup dada aja. Juga
selalu tak lupa memakai jilbab ketika keluar rumah. Dan mulai belajar untuk
mengenakan kaos kaki walau proses memakai kaos kaki ini panjang sekali hingga
ke bangku kuliah :-)
Pengaruh
fiksi islami yang booming saat saya
remaja cukup berpengaruh akan proses berhijab saya. Saya selalu terkagum-kagum
dengan sosok yang berjilbab lebar yang saya baca dalam cerita. Pun dengan
mereka yang aktif di organisasi keislaman. Semenjak di Madrasah Aliyah saya
bergabung dengan rohis sekolah. Begitu pun ketika masuk kuliah, saya menekadkan
diri untuk aktif di organisasi keislaman di Kampus.
Bergabung di organisasi keislaman di kampus membuat saya
punya warna warni cerita tersendiri di luar perkuliahan secara umumnya.
Organisasi saya di kampus saat itu bisa dibilang kekurangan kader, terutama
pada akhwat. Maklum ya, Teknik kebanyakan cowoknya, jadi kader akhwatnya lebih
minimalis dibanding kader ikhwan. Menjelang kelulusan kakak tingkat yang aktif,
seorang teman pernah berkata kepada saya agar saya memakai gamis dalam
keseharian saya. Alasannya agar adik-adik punya teladan kakak tingkat mereka
yang pakai gamis. Saya dilanda dilema, tapi di saat itu saya hanya menggeleng
dan menolak usulannya.
“Udah ngomong sama Mama, enggak dibolehin.” Saya
beralasan.
“Kan, pakainya di Banjarbaru saja. Nanti pulang ke
Barabai pakai baju yang biasa dipakai.” Si teman masih membujuk. Saya berpikir,
tapi jawaban saya adalah tidak.
Saat itu banyak hal yang masih menjadi kendala. Selain
alasan yang saya lontarkan sama si teman tersebut, alasan lain adalah gamis
yang saya miliki hanya dua. Sengaja saya tidak menyebut alasan tersebut,
khawatir kalau saya sebut, si teman akan membelikan saya gamis baru. Hahaha….
Lagi pula saya berpikir, pakaian yang saya pakai juga masih oke saja. Rok dan
blouse adalah pakaian yang biasa saya gunakan sehari-hari saat itu. Saya hanya
memakai gamis jika ada acara di organisasi di luar jam kuliah.
Selepas kuliah sebenarnya semakin ingin menggunakan
gamis. Entah mengapa gamis-gamis itu semakin menarik perhatian saya. Saya
paling suka melihat muslimah yang memakai gamis dan berjilbab lebar. Terlihat
anggun di mata saya. Namun, mama bilang seperti ibu-ibu saja kalau memakai
gamis. Berhubung saya anak yang penurut, jadilah saya tidak terlalu memaksakan
kehendak saya.
Ketika akan menikah, saya pernah bertanya pada calon
suami saya saat itu (sekarang udah jadi suami), apa beliau tidak keberatan jika
nanti setelah menjadi istri beliau memakai gamis? Beliau menjawab tidak
keberatan. Horeee… Alhamdulillah… Akhirnya setelah menikah saya nyaris tak
pernah membeli pakaian (buat dipakai di luar rumah) selain gamis. Sekarang
sudah bergamis mulu, walaupun tetap sih saya masih menyimpan beberapa pakaian
lain di luar gamis.
Melihat
perkembangan gamis sekarang sebenarnya membuat saya bahagia. Gamis sekarang
lebih diterima di masyarakat dan tidak dinilai lagi sebagai pakaian ibu-ibu.
Yang muda, yang trendy juga sudah banyak memakai gamis. Bahkan saat pernikahan
kakak saya, keluarga saya sepakat untuk memakai gamis sebagai seragam buat
keluarga. Semoga ini perubahan yang lebih baik dengan diiringi kesadaran dari
hati untuk berislam secara lebih sempurna. Saya pun masih terus berproses
sepanjang usia saya.
Salah
satu gamis favorit saya adalah Gamis Batik. Sewaktu menjelang hari pernikahan,
saya mendapat kado kain batik dari nenek saya. Kain batik dari bahan sutra
dengan corak yang sungguh saya sukai. Bahan itu langsung saya antar ke penjahit
dan minta dibikinkan dua gamis dengan bahan tambahan yang saya beli di pasar.
Saya (Tengah) mengenakan gamis batik |
Beberapa
waktu kemudian, saya cerita ke nenek saya betapa saya menyukai gamis dengan
bahan yang beliau berikan. Eh, kemudian nenek saya memberi saya lagi kain batik
yang lain dan dari bahan sutra juga. Kyaaa… Alhamdulillah. Kata kakak, saya
seperti penjilat yang pandai berkata-kata di depan nenek sehingga diberi hadiah
mulu sama nenek. Hahaha…
Memang
dari sekian cucu nenek, sepertinya hanya saya yang kerap diberi hadiah ini itu.
Tapi sebenarnya bukan menjilat, kok, kan, saya cuma ingin berterimakasih dan
menunjukkan kalau saya senang pada hadiah yang nenek berikan. Kalau diberi
hadiah lagi, itu namanya rezeki. Hihihi… Seperti yang ada pada firmanNya.
“Siapa bersyukur maka akan ditambah.”
Bagi
saya, gamis batik itu seperti tidak pernah ketinggalan zaman. Dipakai kapan pun
selalu oke, resmi oke, casual juga oke. Jadi, saya punya beberapa gamis batik
yang menjadi koleksi saya. Lewat Zalora ada banyak sekali pilihan gamis batik
yang bisa kita gunakan buat lebaran. Tertarik ber-gamis batik saat lebaran
nanti?
Gamis Batik di Zalora |
Wah iya gamis sekarang modelnya bagus-bagus. Aku mah penggemar gamis sejak dulu kala. Dulu zaman aku kuliah orang pakai gamis terlihat aneh dan dibilang ninja. Aku bahkan pernah punya pengalaman pahit. Pas ta'aruf tuh ikhwan nolak aku karena foto pakai gamis, hadeeeh ada-ada aja hahahah untung suamiku suka aku pakai gamis. Tambah cantik katanya wkwkwkkw...
BalasHapusCieeeee... Tambah cantik. xixixixi....
HapusIya, Mbak. Saya juga suka gamis tapi memakainya baru beberapa tahun belakangan. Sekarang sih tambah suka, apalagi modelnya kece-kece :D
Hehe iya berhijab ada prosesnya, dulu aalnya saya jg on off. Moga bisa istiqomah berhijab sampai mati aamiin.
BalasHapusKalau gamis sasirangan ada gak ya mbak? hehe
Ada dunk, Mbak. Saya punya nih. Hehehe... Sering juga dipakai :D
HapusAamiin... Moga kita istiqomah sampai akhir ya, Mbak :-)
Aq juga dulu suka pas booming majalah Annida, itu membantu banget buat remaja2 yg baru pd ngaji. Semangat gabung di Rohis SMA, gabung di musola fakultas :)
BalasHapusIya, Mbak. Saya bersyukur sekali masa remaja ada pada masa2 itu. Mempengaruhi banget :-)
HapusNukar gin gasan lebaran.. :D
BalasHapusKyaaaaa.... Ayuuuuk... Makasiiiiih :*
HapusDuh.. sendainya bisa unggah foto saya mau pamer gamis batik yang sedang saya pakai sekarang ^^
BalasHapusaku beberapa aja gamis di rumah,
BalasHapussaya kok juga ngerasa nggak ada rintangan ya...atau ada tapi lupa. Dulu, kalau mau gamis cantik2 mesti bikin sendiri saya mbak, sekarang ya ampunnnn bisa lapar mata euy :)
BalasHapus