Resensi buku
Malam-malam Terang ini dimuat di Tribun Kaltim kemarin, Minggu, 26 Juni 2016.
Akar konflik dari novel ini adalah ketika Tasniem tidak mendapatkan hasil NEM
seperti yang ia harapkan. Ia berharap meraih NEM minimal 48 agar bisa
meneruskan pendidikan ke SMA favorit, tapi NEM yang ia peroleh hanya 44,73.
Gara-gara
resensi ini, saya kemudian cerita-cerita ke suami tentang kisah di dalamnya.
Perbincangan kami berlanjut tentang NEM masing-masing yang diperoleh pada zaman
sekolah dulu. Dan saya langsung baper plus minder karena NEM saya jauuuuh lebih
rendah dari NEM suami. Wakakaka…. Ngapain juga bapernya sekarang yak? :p
Oya, ini
resensi yang saya kirim ke Tribun Kaltim. Judul diedit sama redaksi, ‘Meraih
Keberhasilan’nya dihilangkan. Happy Reading ^_^
Perjuangan
Meraih Keberhasilan Setelah Kegagalan
Oleh : Hairi Yanti
Mendapatkan
nilai yang buruk adalah mimpi yang menakutkan buat para pelajar, terlebih jika
nilai buruk itu didapatkan kala Ujian Akhir Nasional. Imbas dari mendapatkan
nilai yang tak sesuai harapan pun didapatkan. Seperti tidak bisa melanjutkan
sekolah ke sekolah yang selama ini diidamkan.
Tasniem Rais
mengalami hal tersebut. Salah satu putri
dari tokoh bangsa Amien Rais ini harus menelan pil pahit saat Nilai EBTANAS Murni
(NEM) dibagikan. Tasniem pernah menjadi juara kelas dan selalu berada di
peringkat lima besar di kelas, namun ia menyadari satu hal, saat EBTANAS ia
tidak optimal mengerjakan soal. Ketika EBTANAS, Tasniem grogi dan kehilangan
konsentrasi.
Hasil yang
diperoleh Tasniem ternyata memang sangat mengecewakan. Tasniem mendapatkan
nilai yang jauh dari harapan dan membuat ia gagal melanjutkan sekolah ke SMA
favoritnya. Tujuannya saat itu adalah SMA 3 dan untuk masuk ke sana nilai NEM
minimal adalah 48, sedangkan Tasniem hanya mendapatkan 44, 73.
Hal itu
membuat Tasniem merasa malu dan tidak percaya diri. Ia menghindar dari
teman-temannya. Di saat ia menata hati untuk menerima kenyataan, beberapa
peristiwa terjadi padanya. Semuanya mengacu pada satu negara, Singapura. Hal
itu seperti menjadi ilham buat Tasniem untuk melanjutkan pendidikan ke
Singapura.
Penolakan
pertama akan ide Tasniem adalah dari sang ibu. Dengan alasan jarak dan biaya,
ibunda Tasniem tidak bisa meloloskan permintaan putrinya. Namun, kedua orangtua
Tasniem akhirnya menemukan satu jalan yaitu dengan menjual sepetak tanah untuk
biaya Tasniem sekolah ke Singapura.
Merantau ke
Singapura bukan akhir dari perjuangan Tasniem, tapi justru menjadi awal baru
kehidupannya yang tak lagi sama saat di Tanah Air. Di Singapura, Tasniem harus
bekerja keras membiasakan diri berbicara dan mendengar dengan bahasa asing,
hidup mandiri jauh dari keluarga, belajar giat di sekolah barunya, juga menahan
perasaan homesick yang mendera
perasaannya.
Kegagalan
saat Ebtanas yang dialami Tasniem, tak ingin ia ulangi lagi. Saat menjelan
ujian, Tasniem pun mengatur strategi untuk belajar. Tasniem memulai harinya
sejak pukul tiga pagi, baginya waktu tersebut adalah waktu yang terbaik untuk
memahami sesuatu. Ia juga selalu mengerjakan shalat tahajud. Melakukan shalat
Tahajud membuat Tasniem merasa tenang.
Tasniem
membawa dirinya sampai batas terjauh dalam berusaha. Dimulai dari pukul tiga
pagi, sampai pukul enam pagi ia baru berhenti. Setelahnya ia menyiapkan diri
untuk sarapan dan masuk kelas pagi. Kelas berakhir pada jam tiga sore, satu jam
setelahnya ia manfaatkan untuk istirahat. Setelah mandi sore, biasanya pukul
lima, Tasniem berangkat menuju study room untuk belajar. Ia habiskan waktu
hingga pukul sembilan malam untuk belajar dengan diselingi shalat dan makan.
Sepuluh hari
Tasniem melakukan hal tersebut. Pada sepuluh hari kedua, giliran pelajaran
seperti matematika, fisika, biologi, dan kimia yang menjadi targetnya. Ia pun
merubah strateginya. Tasniem tidak lagi belajar sore sampai malam, tapi ia
tidur dan bangun lebih cepat. Biasanya ia bangun pukul tiga, saat itu ia bagun
pukul satu. Tasniem beranggapan untuk segala sesuatu yang berhubungan dengan
angka, ia butuh otak yang lebih segar dan bugar. Dan di waktu itulah ia
mendapatkannya.
Malam-malam
Terang adalah sebuah novel perdana dari duet suami istri Tasniem Fauzia Rais
dan Ridho Rahmadi. Isinya sangat memotivasi para pembaca, terutama para
pelajar. Bagaimana Tasniem berjuang berjuang untuk belajar dan mendapatkan
nilai yang bagus. Bahwa dalam belajar, kita memerlukan strategi. Hasil yang
bagus tidak diperoleh dari belajar secara kebut semalam. Tasniem tidak merasa
lebih cerdas dibanding teman-teman di kelasnya. Ia hanya berusaha lebih keras
daripada teman-temannya. Tasniem belajar ketika teman-temannya belajar, dan ia
pun belajar ketika teman-temannya tidur.
Perjuangan
Tasniem dalam merantau di usia muda juga menjadi hal yang menarik dari novel
ini, juga cerita tentang persahabatan dan romansa antara Tasniem dengan kakak
kelasnya di SMP. Semuanya menyatu dalam sebuah karya yang inspiratif berjudul
Malam-malam Terang.
***
Data Buku :
Judul :
Malam-malam Terang
Penulis :
Tasniem Fauzia Raid dan Ridho Rahmadi
Penerbit :
Gramedia Pustaka Utama
Editor :
Donna Widjajanto
Tebal Buku : 242
Halaman
Dapat berapa bintang ni buku? Kira2 aja.. :D
BalasHapusLima, Ki :D
HapusKangen belanja buku eh :D
Lima, Ki :D
HapusKangen belanja buku eh :D
Buku ini masuk kategori personal literatur atau novel setengah fiksi atau apa ya, mbak? Awalnya kukira novel fiksi yang tidak mengacu pada hidup si penulis sama sekali lho. :D
BalasHapuswah pengen banget baca novelnya
BalasHapus