"Yanti suka baca. Suka nulis juga
enggak? Biasanya orang yang suka membaca juga suka menulis.” Suatu hari senior
saya di satu organisasi menanyakan hal tersebut. Saya pun lantas menjawab.
"Suka membaca. Kalau menulis, hanya sebatas
di buku harian. Walaupun saya ingin menjadi penulis."
Mendengar jawaban saya, beliau pun bertanya
lagi. "Mau gabung di FLP?"
Hati saya
membuncah mendengar pertanyaan tersebut. Saya pun langsung menyatakan berminat
dan antusias sekali. Mungkin itu adalah jalan agar saya bisa menulis bagus
seperti orang-orang hebat yang tergabung di FLP. Dengan bersemangat saya pun
mengisi formulir untuk menjadi anggota FLP.
Membaca adalah kegemaran saya sejak bisa
mengeja kata-kata. Semenjak kecil pula, saya tahu kalau lebih senang membaca
cerita fiksi. Setiap tahun ajaran baru dan menerima buku paket Bahasa
Indonesia, maka saya akan langsung membaca cerita-cerita yang ada di buku
tersebut. Begitu pun dengan majalah, yang paling saya suka adalah membaca cerpen-cerpen
yang dimuat di sana.
Kesenangan itu terus berlanjut. Saat
mengalami masa puber, saya pun beralih dari majalah Ananda koleksi kakak saya
ke majalah remaja. Saya habiskan siang-siang sepulang sekolah dengan melahap
banyak cerpen di sana. Namun, ada sesuatu yang saya rasakan hampa saat membaca
tersebut. Saya membaca banyak kisah romansa tapi seperti ada sesuatu yang
berasa kosong. Entah apa, saya belum bisa mendefinisikannya.
Waktu demi waktu berjalan, saya kemudian
duduk di bangku sekolah menengah atas. Saya mengenal teman yang memperkenalkan satu
majalah bernama Annida. Bahagia sekali
mendapatkan banyak cerpen di dalamnya. Saya meminjam koleksi teman saya dan
juga mulai memburu majalah Annida untuk saya koleksi. Begitu pun dengan
buku-buku yang diiklankan di majalah tersebut juga saya buru.
Saat membaca majalah Annida dan buku-buku
fiksi islami saya seperti menemukan sesuatu yang mengisi kehampaan saya selama
membaca cerpen-cerpen fiksi lainnya. Sesuatu yang membuat saya bertumbuh ingin
terus memperbaiki diri. Sesuatu yang membuat pemahaman saya akan agama menjadi
lebih baik.
Sesuatu yang menjadi pengingat saya bahwa ada yang harus dibenahi
dalam hidup saya, baik itu dalam pergaulan atau sikap dan pikiran saya.
Walaupun saya masih bandel dalam pelaksanaannya, tapi saya tetap bersyukur
bersyukur. Masa remaja saya diisi dengan booming-nya
fiksi islami kala itu. Fiksi islami seperti rem yang bisa menahan laju
kebandelan saya saat itu.
Semua fiksi baik berupa cerpen atau novel
yang saya baca mengarah pada satu nama yaitu FLP. Buku-buku yang saya baca
nyaris semua ada logo FLP di cover belakang buku tersebut. Membaca tentang orang-orang
berkarya yang ada di dalamnya membuat saya ingin bergabung di sana.
Ada logo FLP di belakang buku |
Saya ingin bergabung tapi tak tahu di mana dan bagaimana. Ketika saya duduk di bangku kuliah, senior saya di satu organisasi memberikan pertanyaan seperti yang saya ceritakan di awal tulisan ini.
Kemudian bagaimana setelah saya mengisi
formulir pendaftaran? Begitu saja. Selesai dan tidak ada perkembangan apa-apa.
Entah saya yang ketinggalan informasi tentang kegiatan FLP atau FLP memang
tidak ada kegiatan apa-apa. Jadi, kiprah saya di FLP hanya sebatas mengisi
formulir dan tidak terdaftar sebagai anggota. FLP tetap menjadi mimpi buat
saya.
Ketika dunia maya sudah semakin menggurita,
saya pun berharap bisa bergabung di FLP. Siapa tahu dengan mudahnya akses
informasi dan berhubungan dengan orang-orang di dunia maya, membuat saya bisa
menjadi anggota FLP. Namun, tahun demi tahun berlalu, hal itu tak juga
terwujud.
Sampai pada satu ketika saya membaca informasi
perekrutan anggota FLP baru. Bahagia sekali rasanya mendapatkan pengumuman
tersebut. Saya pun kemudian bertanya bisakah saya ikut serta? Tempat acara bisa
saya jangkau karena kakak saya tinggal di kota tersebut. Namun, panitia bilang
saya tak bisa ikut serta karena saya tidak berdomisili di kota tersebut.
Oh, saya ditolak. Rasanya sakit. Saya sedih.
Perasaan sedih dan sakit itu pun kemudian membuat saya mengibarkan bendera
putih untuk FLP. Saya menyerah. Saya kubur saja mimpi untuk menjadi anggota
FLP. Mungkin memang saya terlalu cepat menyerah karena baru sekali ditolak,
tapi penantian saya sudah bertahun-tahun lamanya.
Di satu sisi saya rasanya ingin protes, mengapa
FLP tidak membuka perekrutan secara online? Agar kasus calon anggota seperti
saya yang di wilayahnya belum ada cabang FLP atau ada cabang tapi tidak aktif
masih bisa bergabung. Namun, di sisi lain saya harus menghargai apa yang telah
menjadi aturan bagi para anggota FLP.
Walaupun tidak tergabung di dalamnya, saya
tetap berharap FLP bisa maju sebagai sebuah komunitas menulis paling besar di
Indonesia. Memberikan karya-karya terbaik dan berisi bagi pembaca Indonesia.
Tidak merasa paling hebat, terus semangat belajar dan berkarya. Cinta terkadang tak harus selalu berujung
pada kebersamaan. Biarlah saya tetap menjadi seperti pungguk yang
merindukan bulan untuk menjadi anggota FLP.
Di kotaku ada FLP, mba. Syaratnya gampang. Ada teman yang ngajak aku, tapi akunya yang sok sibuk.
BalasHapusHehehehe... Kalau belum jodoh adaaa aja kendalanya ya, Mbak :-)!
Hapussaya juga kepengen mba ikut keanggotaan FLP, supaya tulisan fiksi saya menjadi lebih baik lagi
BalasHapusToss sama mbak. Dulu saya juga pengin banget jadi anggota FLP. Sekarang udah nyerah. Hehehe...
HapusItu buku Mba Haya NUfus y mba aku pengen baca..
BalasHapusbtw aku pun pngen ikutan FLP mba tapi entah semesta belum mendukung hehhee..
meski blm gabung tp mba uda mampu berkarya semangat mba ^^
Iyaaaa. Buku mb Haya Nufus. Baru dapat saya bukunya :D
HapusIya, Mbak. Kalau enggak jodoh ada aja ya. Saya pengin ikut FLP tapi dulu. Sekarang udah kibar bendera putih. Hehehe...
Wah...mbak, saya juga pingin bergabung di FLP, tapi sampai sekarang nggak tahu harus daftar kemana. Saat kuliah dulu saya memang kurang aktif berorganisasi, makanya linknya cuman dikit. Ada teman kerja waktu itu juga jadi anggota FLP, dia mau ngajakin sih, tapi ya cuman sekadar ngajakin aja. Hihihi.
BalasHapusNah... Sama dunk, Mbak. Moga ada petinggi FLP yang baca ya, Mbak. Jadi bisa memfasilitasi buat yang mau gabung FLP tapi ga tau caranya :D
HapusMasya Allah... lama banget penantiannya.. semoga setelah ini bisa segera tergabung di FLP ya, Mbak. Mungkin saja ada pengurus FLP yang baca ini trus bisa mengadakan perekrutan secara online.
BalasHapusBtw belum gabung di FLP saja fiksi-fiksi mbak Hairi sudah banyak terbit di media massa. Semoga semakin banyak lagi karya mbak yang lahir dan terbit ya, Mbak.
Terus semangat dan menginspirasi :)
InsyaAllah dibaca pengurus FLP, Mbak. Karena tulisan ini saya ikutkan lomba di FLP. Hehehe... Sekarang saya sudah menyerah, Mbak. Sakit ditolak masih berasa. Hehehe...
HapusKalau sekarang ditawarin gabung flp, masih mau Mbak?
BalasHapusEnggak, Mbak. Keputusan saya untuk menyerah sudah final :D
HapusYanti, enggak ceritakan alasannya kenapa kalau jauh dengan tempat kegiatan FLP?
BalasHapusKan termaktub di bagian ini: Agar kasus calon anggota seperti saya yang di wilayahnya belum ada cabang FLP atau ada cabang tapi tidak aktif masih bisa bergabung. Namun, di sisi lain saya harus menghargai apa yang telah menjadi aturan bagi para anggota FLP.
HapusJiaaah Yantii.. dah kadung sakit ya..
BalasHapusKlw skrg ditawarin, dah nggak mau lagi..?
Ga mau. Hehehehe....
HapusTetap semangat Mbak Yanti! Semoga suatu saat bisa bergabung dengan FLP ya Mbak meskipun sekarang sudah mengibarkan bendera putih.
BalasHapusHehehe... Makasiiih, Mas. Keputusan mengibarkan bendera putih sudah final :D
HapusYanti curhaaat hehe
BalasHapusHihihihi..... Bahannya ini doang :D
Hapussini sini ke banjar. nyaman langsung kurekrut. hehehe
BalasHapusDi Banjarbaru ulun ditolaak, Ka. Hihihi...
HapusDi Banjarbaru ulun ditolaak, Ka. Hihihi...
Hapus