Tinggal di daerah
pesisir laut menjadikan pasar bergelimang dengan hasil laut. Udang, cumi, aneka
ikan laut, dan juga kepiting. Saya pun jadi tahu aneka ikan laut dari kakap,
trakulu, kerapu, dan masih banyak lagi. Walau tak mengenali satu-satu dan harus
bertanya dulu ikan apa itu. Karena pernah kejadian ada ikan dibilang kakap
hitam ternyata mujair. Wkwkwk….
Kondisi ikan yang
penuh dengan hasil laut itu tentu berbeda dengan saya yang dulunya tinggal di
kaki pegunungan Meratus dan ada sungai yang mengalir membelah kota. Di kawasan
saya tinggal dulu, ikan haruan (gabus) yang menguasai pasar. Begitu juga dengan
lauk pendamping nasi kuning. Di mana-mana ada haruan… Kalau di tempat sekarang
saya tinggal, maka ikan seperti kakap, tongkol, trakulu yang menjadi primadona.
Tinggal puluhan
tahun di wilayah air tawar menjadikan lidah saya tidak serta merta bisa
menerima kehadiran ikan laut. Ada yang beda, ada yang tak biasa. Sampai
sekarang pun saya masih jarang menyantap ikan laut. Kecuali hasil laut lainnya
seperti udang, cumi, dan kepiting.
Kepiting menjadi
perhatian khusus bagi saya karena harganya tergolong murah. Per kilogram
kepiting dibandrol dengan harga 20 ribu – 30 ribu rupiah. Saya merasa murah
karena membandingkan dengan kepiting yang ada di rumah makan. Per porsi
kepiting harganya berkisar antara 100 ribu -120 ribu rupiah.
Jadi, masak
sendiri aja, Yan?
Enggak. Saya
tidak bisa memasaknya, bahkan tahapan awal membersihkannya pun saya tak bisa.
Pernah mencobanya dulu sekali dan hasilnya mengecewakan. Bagian yang harusnya
saya buang, tidak saya buang, akibatnya rasanya jadi aneh.
Bermula dari situ, maka jika ingin menyantap
kepiting saya akan mengajak suami makan di luar. Itu pun sangat jarang. Maklum
saya perhitungan dan harga satu porsi kepiting itu mahal.
Beberapa minggu
belakangan keinginan memasak kepiting mulai muncul lagi. Mungkin disebabkan
saya keenakan menyantap kepiting yang saya beli. Bisa juga karena saya belum
puas dengan kepiting yang dibawakan suami dari kantor. Iya, suatu hari, suami
saya mengirimkan foto kepiting dengan caption satu kata ‘Mau?’ . Ah… Tak perlu
ditanya lagi, dunia tahu apa jawaban saya.
Setelah
meneguhkan niat, akhirnya minggu pagi dengan diantar suami saya menuju pasar.
Membeli kepiting. Harga per kilogram 30 ribu rupiah. Saya memilih 4 kepiting
yang masih hidup dan semuanya beratnya 1,3 kg. Saya membayar 39 ribu untuk
empat ekor kepiting.
Kepiting Mentah |
Sampai di rumah, tantangan selanjutnya adalah membersihkan kepiting. Sebelumnya saya sudah memutar beberapa video di youtube tentang cara membersihkan kepiting. Sebelum dibersihkan kepiting dimatikan dulu.
Ada cara khusus mematikan kepiting yaitu
menusuk badan kepiting dengan pisau. Saya mencobanya dan malah panik sendiri
karena tubuh kepiting masih bergerak saat selesai ditusuk. Akhirnya saya
memakai cara yang kedua yaitu direbus dulu sebelum dibersihkan.
Di bagian ini, sungguh saya minta maaf kepada
kepiting kalau mematikan mereka dengan cara yang sadis. Saya baru memasukkan
kepiting ke panci saat air benar-benar mendidih. Agar mereka tak terlalu lama
kesakitan sebelum menjemput ajal.
Setelah kepiting
tak bergerak lagi, saya mengeluarkan mereka dari panci dan membersihkan
satu-satu. Membuang bagian belakang kepiting, membuka cangkang, dan membersihkan
bagian dalam kepiting. Ada bagian-bagian yang harus dibuang. Semua saya
pelajari dari Om Youtube.
Saya pun memandang puas kepiting yang sudah
bersih. Tampilannya sudah sama dengan yang biasa saya santap di rumah makan. Di
sini saya merasa yakin kalau berhasil membersihkan kepiting #geer
Untuk memasaknya,
saya kebingungan memasak dengan resep yang mana. Banyak resep yang hadir saat
saya bertanya ke Mbah Google. Akhirnya saya pakai resep campur-campur,
memadukan dua resep, plus resep mama saya kalau memasak udang. Ketika
menyantapnya bersama suami, kata suami dagingnya masih mentah. Buahahaha…
Ternyata saya merebusnya / memasaknya terlalu sebentar.
Kepiting |
Walaupun begitu,
saya puas dan merasa sudah bisa menaklukkan kepiting karena target saya kali
itu adalah berhasil membersihkan kepiting. Untuk urusan memasaknya, akan
dipelajari lebih lanjut #ngeles
Sampai jumpa
lagi, Kepiting.
Yuhhuiii aku penggemar kepiting walo nggak pinter cara makannya haha.
BalasHapusDan memang kudu sadis saat masukin ke panci, kalau nggak kita yg kena cokotannya hehehe. kadang talinya udah lepas itu bahaya sekali. Kalo udah dicapit, lepasinnya susah banget.
aku sering masak kepiting ini juga :)
Suami saya bilang kalau dicapit jari bisa kepotong, Mbak. Saya takut deh lihat dia gerak2 walau udah ditusuk. Akhirnya ambil cara Afgan, ternyata emang gitu caranya ya, Mbak. Iya, kemarin padahal diiket tapi dia masih bisa gerak2... Hihihi....
Hapuswkwkwkwkwk ko aku ngakak y bagian suami mba bilang masih mentah *dilempar kepiting*
BalasHapusAku belom pernah mba wlw di pasar tuh kepiting suka dadah2 minta dibawa pulang :p
Hihihi... Iya, Mbak. Suami mah jujur ya bilang kalau dagingnya masih mentah. Ayo, Mbak. Dicoba. Saya pun kepiting selalu dadah dadah kalau di pasar. Menggoda sekali. Apalagi kalau masih hidup kepitingnya, kebayang segarnya daging kepiting :D
HapusBukannya waktu ditawarin dari kantor itu jawabannya gak mau?
BalasHapusTapi, kan, di hati mau. Harus bisa membedakan dunk mana gak mau yang beneran gak mau, sama gak mau yang sebenarnya mau. Hihihi.... *sungkem
Hapus