Sebuah film yang
diadaptasi dari novel tentulah punya tantangan sendiri dalam proses
pembuatannya. Ada banyak detail yang ada di dalam novel, yang mungkin tak bisa
‘diterjemahkan’ dalam bentuk visual. Belum lagi dengan alasan durasi, ada
bagian-bagian yang tak bisa diadakan. Kalau bicara tentang ekspektasi para
pembaca, waaah.. itu lebih rumit lagi untuk berhasil dipuaskan.
Pembaca biasanya saat membaca sebuah cerita
punya gambaran masing-masing dalam imajinasinya bagaimana cerita berjalan. Pembaca
yang satu berbeda dengan yang pembaca yang lain. Bayangkan aja kalau ada 1000
pembaca, memuaskan imajinasi mereka? Tak mungkin lah ya.
“Paling filmnya
tidak seperti novelnya, Mbak. Mengecewakan seperti Ayat-ayat Cinta yang
pertama,” ujar seorang teman kala saya mengunggah trailer dan soundtrack-nya di
salah satu akun saya.
“Nah, kabar
baiknya, saya belum baca novel keduanya,” jawab saya santai.
Ketika film
Ayat-ayat Cinta 2, sebelum tayang di bioskop, ramai diperbincangkan dan
diiklankan, sebenarnya keinginan membaca novelnya meletup-letup. Apalagi kalau
mendengar soundtrack-nya yang bikin baper (Favorit saya yang dinyanyikan
Isyana). Tapiii… Saya menahan diri untuk tidak membaca novel yang sudah lama
saya miliki itu. Agar benar-benar bisa menikmati filmnya tanpa harus
membanding-bandingkan dengan novel seperti yang selama ini saya lakukan jika
menonton film yang diadaptasi dari novel.
Belum selesai dibaca |
Ayat-ayat Cinta 2
masih berkisah tentang Fahri. Fahri diceritakan mengajar di salah satu
Universitas di Edinburgh, Skotlandia. Kemunculan Fahri sebagai dosen pengganti
bisa dibilang mengejutkan para mahasiswa. Fahri yang Muslim, Fahri yang berasal
dari negara yang jauh di sana. Apalagi Fahri menyita perhatian karena
melaksanakan shalat di depan kelas sebelum kelas berlangsung.
Beragam komentar
pun datang, ada mahasiswa yang terlihat sangat membenci akan sikap Fahri. Ia
pun mencoba mendeskreditkan Islam dalam pertanyaannya dan dijawab dengan cerdas
oleh Fahri dengan juga dibantu oleh Hulya. Siapa Hulya? Seorang perempuan
cantik yang ternyata sepupu Aisha. Hulya mendapat peran yang cukup penting
dalam cerita ini.
Dalam
kesehariannya Fahri mempunya asisten bernama Hulusi. Kemudian juga datang
seorang teman bernama Misbah yang pernah menjadi sahabat Fahri saat menuntut
ilmu di Mesir. Misbah dan Hulusi juga mendapat peran yang cukup penting dalam
film ini.
“Ke mana Aisha?”
Tanya Misbah.
Fahri tak seketika menjawab. Namun, ketika
cerita terus berjalan maka kita akan tahu ke mana dan karena alasan apa Aisha
yang menjadi istri Fahri tak ada di sisinya. Ia menjadi relawan ke perbatasan
Palestina dan menghilang.
Fahri tinggal di
lingkungan yang beragam. Tetangga-tetangga yang multi etnis, ras, dan juga
agama. Ada Keira dan adiknya Jason yang sangat membenci Fahri. Ada nenek-nenek
Yahudi yang juga tak suka padanya. Mungkin hanya Brenda, seorang gadis cantik
yang berprofesi sebagai pengacara yang baik pada Fahri. Tapi, Fahri adalah
Fahri. Seperti di ayat-ayat cinta 1 ia terus berbuat baik pada tetangganya.
Fahri juga punya
kepedulian besar pada setiap orang malang yang ia temui di jalan. Termasuk
Sabina. Seorang perempuan bercadar yang kemudian ia bawa ke rumah dan
diperkejakan sebagai asisten rumah tangga. Ingat, di rumahnya Fahri tingga
bersama Hulusi dan Misbah. Jadi, kehadiran Sabina memang murni sebagai asisten
rumah tangga.
Kemisteriusan
Sabina, kebaikan hati Fahri pada tetangga, kesholehan dan akhlakul karimah
Fahri, ketidaksukaan orang-orang terhadap Fahri, serta perasaan masih tertawan
pada Aisha hingga sulit membuka hati pada yang baru, akan ada sepanjang cerita
hingga kemudian satu per satu terurai.
“Recommended tidak nih film-nya?”
Beberapa teman bertanya pada saya. Dan sebenarnya saya bingung harus menjawab
apa. Buat saya pribadi, saya sangat menikmati filmnya. Durasi dua jam lebih
terasa tidak membosankan. Kehadiran Pandji Pragiwaksono sebabagi Hulusi dan Arie Untung
sebagai Misbah cukup menolong membuat suasana santai dan lucu terbentuk.
Akting Fedi Nuril, Tatjana Saphira, dan juga
Chelsea Islan juga bagus kalau menurut saya. Belum lagi hamparan pemandangan
indah Eropa di sepanjang cerita. Ditambah lagi soundtrack yang bikin baper dan
sudah saya hafal. Penempatan soundtrack di film juga passs sekali seolah
mewakili apa isi hati pemainnya. Seperti Bulan dikekang Malam yang mengalun
saat Fahri menikah. Baper deh Baper. Hahaha…
Berjuta fatwa cinta yang ada
Mengantarku pada kenyataan
Hatiku memeluk bayang
Ingin denganmu tapi tak bisa
Aku bukan aku yang dulu…
Namun cintaku seperti dulu
Merelakanmu aku merasa
Bagai bulan dikekang malam
Aku ikhlaskan segalanya
Walau cintaku lebam membiru
Sakit namun aku bahagia
Kuterima segala takdir cinta
(Sebagian lirik lagu Bulan dikekang Malam
yang dibawakan Rossa)
Saya
pun menonton film ini sambil ketawa-ketawa, baik itu ketawa karena emang lucu,
atau ketawa karena hemmm…. Hemmm… hemmm…. . Dan tulisan ini selanjutnya akan
mengandung spoiler.
Jadi, buat teman-teman yang belum menonton
dan tidak suka spoiler, silakan cukup sampai di sini membacanya ya :D
Nonton berdua. Ahay... |
((( SPOILER
ALERT)))
Shalat di depan kelas.
Fahri
melaksanakan shalat di depan kelas, di ruang kuliah sebelum kuliah berlangsung.
Dan itu menimbulkan bisik-bisik para mahasiswa yang melihatnya. Alasan Fahri
kenapa dia shalat di depan kelas karena jika keluar, dia akan perlu waktu yang
lebih lama.
Saya tidak tahu bagaimana kebiasaan para
Muslim yang kuliah di negeri minoritas muslim, tapi saat saya kuliah, tidak
pernah ada dosen yang shalat di depan kelas saat sebelum mengajar. Mungkin
karena mushalla di kampus saya tersedia. Mungkin maksud Fahri untuk berdakwah,
tapi, entahlah ya, saya merasa heran saja.
Fahri Sosok Sempurna
Fahri adalah tetangga yang sangat baik dan
perhatian. Hal ini sebenarnya sudah tergambar di Ayat-ayat Cinta 1 (bukunya).
Bagaimana Fahri memberi hadiah pada keluarga Maria sehingga keluarga Maria
sangat menyenangi Fahri. Di Ayat-ayat Cinta 2 (filmnya) pun begitu.
Mobil
dicoret-coret tetangga, Fahri tak marah.
Fahri punya minimarket,
tetangga mau snack, boleh ambil gratis.
Tetangga sebel
dan pengin melampiaskan dengan mencoret-coret mobil, silakan coret-coret mobil
Fahri sampai hati merasa lega.
Tetangga punya
bakat dan tidak punya biaya buat mengasah bakatnya, tenaaang, ada Fahri yang
akan menjadi penyandang dana.
Rumah tetangga
dijual sama anak tiri, Fahri datang dan siap membelinya untuk tetangga.
Sungguh,
benar-benar impian ini punya tetangga macam Fahri. Buahaha….
Seperti di Ayat-ayat Cinta 1, di Ayat-ayat
Cinta 2, Fahri juga tetap menjadi pesona untuk wanita-wanita di film tersebut.
Ada mahasiswi di Kampus yang senang membawakan kue-kue untuk Fahri. Ada
karyawan di minimarket yang juga senang memasakkan makan siang demi mendapat
perhatian Fahri. Belum lagi wanita-wanita yang menjadi peran utama.
Fahri seperti
makhluk sempurna yang baik hati, tampan (katanya), cerdas, alim, kaya raya
(karena beragam bisnis setelah menikah dengan Aisha), dan tidak bisa marah
sekalipun dijahati.
Apakah ada yang seperti Fahri di dunia nyata?
Saya pernah membaca satu ulasan yang kalau
tidak salah ditulis oleh Salim A Fillah tentang sosok Fahri di Ayat-ayat Cinta
1. Salim A Fillah menyebut kalau satu-satunya kelemahan novel Ayat-ayat Cinta
adalah tokoh utamanya tidak memiliki kelemahan. Kemudian dijawab oleh Kang
Abik, sang penulis, “Di Indonesia memang sulit mencari tokoh seperti Fahri,
tapi di Mesir banyak.”
Saya pikir
menghadirkan sosok Fahri dalam kesempurnaannya di film adalah agar menjadi
inspirasi buat para penonton bahwa seperti itulah duta muslim yang baik (Jadi
ingat 99 Cahaya di langit Eropa). Dan seperti itulah seharusnya seorang muslim
ber-akhlakul karimah seperti yang diteledankan oleh Rasulullah tercinta.
Saya pun jadi merenung, saya menganggap Fahri
begitu sempurna, mungkin karena saya merasa jauuuh sekali dari sosok Fahri dan
berasa tak mungkin menjadi baik hati sekali seperti itu. Padahal mungkin memang
ada sosok muslim atau muslimah seperti Fahri. Oya, di film ini, Kang Abik juga
sepertinya berusaha untuk lebih memanusiakan Fahri, jadi ada adegan di mana
Fahri meminta nasehat pada Misbah sahabatnya dan Fahri merasa nasehat itu betul
adanya. Jadi, Fahri bukan sosok yang maha benar dengan segala tindakannya.
Pernyataan yang tidak kekinian
“Jika dia
perempuan, maka akan kujadikan saudara angkat. Jika dia pria, maka aku akan menikah
dengannya.”
Pernah dengar
pernyataan tersebut? Saya kira itu pernyataan yang hanya ada di zaman Dayang
Sumbi atau di zaman Siti Nurbaya. Tapi, ternyata pernyataan itu keluar juga
dari mulut seorang gadis Eropa zaman now.
Tidak kekinian sekali pernyataannya tersebut.
Belum lagi, saat pernyataan tersebut
didengar, istri dari sang pria justru mengundang gadis zaman now itu ke rumahnya. Mungkin radar
cemburu sang istri itu sudah padam, hingga mempertemukan gadis yang menyatakan
akan menikah dengan suaminya ke rumah. Atau mungkin sang istri ingin merengkuh
jalan surga dengan mempertemukan suaminya dengan gadis zaman now tersebut?
Buta pada Teman Hidup
“Apakah hanya wajah yang membuat seseorang
mengenali teman hidupnya?”
Twist yang ada di
film ini sebenarnya membuat saya terkejut. Saya tak habis pikir, bagaimana
mungkin seorang suami tak mengenali istrinya sama sekali walau tinggal seatap?
Oke, mungkin istrinya wajahnya telah rusak dan bercadar. Tapi, ada sorot mata,
gerak dan bahasa tubuh juga kebiasaan-kebiasaan yang harusnya bisa menjadi
semacam signal buat sang suami.
Terlebih jika
istrinya memasak, membuatkan minum, membereskan rumah dan hidup seatap.
Harusnya sang suami bisa sedikit ‘ngeh’. Misal, kok rasa minumannya sama dengan
minuman yang dibuatkan istrinya atau rasa sup yang dimasak juga sama persis.
Atau
kebiasaan membereskan sesuatu, tiap orang biasanya punya ciri khas meletakkan
barang-barang. Seandainya ada satu dua adegan yang menggambarkan sang suami
‘ngeh’ tersebut, mungkin kebolongan cerita di bagian ini bisa ditutupi. Di
novel mungkin lebih jelas ya, tapiii… saya tidak membaca novelnya dan baru
menonton filmnya. Jadi, ingin memandang film sebagai satu kesatuan utuh.
Masa ga kenal aku sih, Mas? dari IG filmaac2 |
Tadinya saya mau
protes kenapa Fahri bisa membiarkan istrinya menjadi relawan tanpa didampingi
mahramnya? Tapiii… saya jadi teringat teh Melly Goeslow yang juga ke perbatasan
Palestina untuk menyampaikan bantuan ke pengungsi maka protes saya simpan saja.
Hihihi…
Fahri dengan kesholehannya
Seperti yang
tergambar di Ayat-ayat Cinta 1, kita semua tahu kalau Fahri adalah sosok pemuda
dengan kesholehan luar biasa. Ia berbuat baik pada siapa saja, tawakal, sholeh,
hafal Al-Qur’an, ,menjaga pandangan, dan segala akhlakul karimah lainnya
tersemat pada seorang Fahri. Namun, di Ayat-ayat Cinta 2 ini, ada beberapa hal
yang membuat saya berkerut kening ketika dilakukan Fahri.
Misal, saat Hulya berfoto selfie bersamanya,
Fahri menolak disentuh Hulya, tapi masih mau foto dempetan. Hemm… Saat melamar,
dan ini sukses membuat saya terheran-heran. Saya pikir untuk seorang ikhwan
seperti Fahri kala melamar, akan ada hijab atau tabir terkembang antara pihak
wanita dan pria, ada perantara yang mendampingi, dan hal-hal seperti itu.
Nyatanya… Fahri melamar ala-ala film, berlutut di depan sang wanita dan
bertanya “Will you marry me?”
Apakah hal-hal itu untuk menunjukkan kalau
Fahri tak sempurna seperti yang dibayangkan orang-orang? Yang seperti laki-laki
biasa tak bisa menolak diajak selfie bersama seorang gadis secantik Tatjana
Saphira?
Tentang kekejaman yang diterima salah satu
tokoh wanita di film ini tidak usah dibahas di sini, saya ngiluuu -_-
Film Ayat-ayat Cinta 2 ini memang tak
sesempurna kebaikhatian tokoh Fahri, tapi seperti yang saya bilang di atas,
saya sangat menikmati saat menontonnya. Ada beberapa pelajaran yang bisa
diambil seperti Fahri dengan segala kebaikannya yang tergambar seperti seorang
duta Muslim yang seharusnya.
Juga di beberapa adegan ada pelajaran yang
bisa kita ambil, misal menegur imam saat khilaf membaca surah Az Zumar ayat 21
kemudian melompat ke Ali Imran ayat 23. Habis nonton langsung buka mushaf
digital buat cek 2 ayat itu. Hihihi… Atau bagaimana saat Fahri meminta nasehat
pada Misbah. Dan pelajaran lainnya tentang cintaaah bahwa terkadang untuk memenangkan hati seorang pria, yang menjadi sainganmu
bukan wanita lain, tapi masa lalu dari pria tersebut. (Ngebaper sambil
dengerin Masih Berharap-nya Isyana)
Makasiiih dah bikin catatannya Hai 😍
BalasHapusSama-sama, Mbak 😍
HapusPenasaran sama film ini mbak, pengen nonton tapi ntar krucils Ama siapa ya? Btw makasih spoilernya hahaha
BalasHapusTunggu di tv aja kalau gitu, Mbak. Mungkin lebaran nanti tayang. Atau akhir tahun depan :D
Hapussaya baca baca review di blog dan medsos, kayaknya banyak yg kurang puas sama film ini..
BalasHapusMemuaskan tiap orang memang hal mustahil. Kalau saya sih menikmati filmnya :D
Hapusya ampun aku jadi terbayang sakitnya hati aisha melihat fahri kawin lagi. kayaknya rata-rata pada protes ya kenapa fahri tidak bisa mengenali aisha
BalasHapusInggih, Ka. Maka pas banar lawan soundtracknya. Kalau di film terlihat janggal Fahri ga mengenali Aisha. Kada tahu kalau di novelnya :D
Hapuswah detail banget mba Yanti dan setelah baca ini aku baru tahu dengan ramenya timeline di perjagadan FB yang bilang Fahri bukan manusia karena terlalu sempurna tapi kalau dari yang mba ceritakan bahkan dy ga marah saat mobilnya dicoret2 dan siap menyandang dana buat tetangganya kalau ada pendaftaran jadi tetangga fahri keknya aku ngantri nomer satu wwkwkwkwk duh jauh amat aku ga bisa begitu sbg tetangga :p
BalasHapusBelum punya novelnya tapi niat beli klo nonton ga tau deh hehehe krn dulu saat aac1 baca n nonton agak gimana gitulah hahhaa *apasih ini*
Hahahaha... iya, Mbak. Impian banget punya tetangga macam Fahri. Semua beres deh pokoknya. Xixixixi... saya udah lama punya novelnya tapi belum dibaca juga. PR banget ini menyelesaikan tumpukan bacaan 😅😅😅
HapusCuma ada 2 pemain ya yg main di AAC & AAC2? 🤣
BalasHapusJadi wajar Fahri ga ngenalin istrinya ya, Ki. Berubah sih dari Rianti ke Dewi Sandra. Wkwkwk...
HapusAac2 seruuu ya mbak, baca rivew mbak Yanti seruu banget sepertinya. Aku blm nonton mbak , jadi makin penasaran mau nonton aac2
BalasHapusAyo ditonton, Mbak. Saya menikmati sih nontonnya. Hehehe...
HapusWalaaah itu serius Fahri melamarnya pake berlutut? Kok gak ada yang baru dari adegan-adegannya ya? Maksudnya, mirip dgn film2 lain.
BalasHapusIya, Mbak. Saya pun kaget. Kok melamarnya kayak gitu 😅😅😅
Hapustentang Fahri yg buta sama istrinya, di novel dijelaskan mba, banyak kecurigaan2 Fahri seperti pas minum teh dan makan masakan Sabina, dia ngebatin. Tapi di film justru dihilangkan.
BalasHapusTerus soal Hulya pun, kalau di novel dia berhijab dan fahri sangat menjaga sekali. Banyak banget adegan2 yg dihilangkan, yaiyalah, hehe...
Tapi saya walaupun sudah baca novelnya tetap menikmati filmnya. Dan berhasil termewek-mewek, haha
Nah iya ya mbak. Harusnya ada satu atau dua scene gitu kalau Fahri ngeh dengan Sabina. Supaya ga kelihatan buta banget sama istri sendiri. Saya mau baca novelnya jadinya nih. Mau lihat perbedaannya. Hehehe...
HapusSaya belum baca novel dan filmnya. Sekarang tambah jauh tinggalnya dari bioskop hehe. Saya sebenarnya ngarep sekuel ini menghadirkan pemeran lain untuk menggantikan Fedi. Entahlah saya pribadi malah menganggap aktingnya kurang cocok. Dan setuju dengan kritik bahwa Fahri terlalu sempurna, dalam pengertian masak iya sebaik apa pun orang ga pernah marah? Walau di Mesir banyak yang seperti itu, tentu masih ada 'cela' sekecil apa pun.
BalasHapusTerima kkasih bocorannya Mbak Yanti. Berarti ini masih seputar poligami?
Emmm.. tentang poligami ga ya? Ceritanya Aisha menghilang gitu, Mas. Lama Fahri belum bisa move on sampai kemudian dia memutuskan untuk menikah lagi. Akhirnya punya 2 istri juga sih ya. Ya poligami juga. Hehehe...
HapusWah makasih reviewnya mbak ahahaha
BalasHapusSama2 :-)
Hapus