menonton pertandingan Fajar dan Rian |
Astagaaa... ini catatan yang telaat pakai banget. Tapi
berhubung udah bikin pointer-nya niat dari kapan hari, ya udah, lanjut kita
tuliskan saja. Walaupun kalau dicari berita tentang kemenangan Fajar dan Rian
ini udah tenggelam di antara berita kemenangan Anthony Sinisuka Ginting dan
Marcus Fernaldi Gideon / Kevin Sanjaya Sukamuljo (lagi) di Indonesia Masters.
Atau pun berita batalnya Owi dan Butet ikut turnamen India Open pekan ini.
Hahaha...
Itulah kadang yang bikin tidak jadi mulu nulis tentang
bulutangkis di blog ini. Menangnya kapan... nulisnya kapan. Tapi khusus kemenangan Fajar dan Rian yang
berasa istimewa ini, saya pengin tetap menuliskannya.
Kenapa istimewa?
Saya merangkum ada lima hal yang membuat kemenangan Fajar dan
Rian ini terasa manis. Apa saja kah?
Satu, gelar se-level superseries pertama.
Fajar Alfian dan Rian Ardianto berhasil memenangkan turnamen
Malaysia Masters yang digelar di Axiata Arena, Kuala Lumpur, pada tanggal 16
Januari – 21 Januari 2018. Dulunya turnamen ini adalah kelas Grand Prix Gold
(GPG).
Di tahun 2018 ini dengan perubahan nama turnamen serta kelas
dan level, Malaysia Masters sekarang bernama Malaysia Masters 2018 BWF World
Tour Super 500. Bisa dibilang ini selevel dengan superseries pada turnamen di
2017. Salah satu turnamen elit lah di bulutangkis. Terbukti dengan banyaknya
pemain top yang mengikuti turnamen ini. Dan untuk selevel superseries ini, ini
merupakan gelar juara pertama buat mereka.
Kedua, mengalahkan tuan rumah.
Di final, Fajar dan Rian ditantang oleh bukan sembarang
lawan. Lawan mereka adalah Goh V Shem dan Tan Wee Kiong. Walaupun secara
ranking Fajar dan Rian lebih unggul, tapi Goh/Tan ini bukan lawan yang ringan.
Mereka pernah ada di ranking 1 dunia juga peraih medali perak Olimpiade Rio
2016. Peringkat dunia Goh dan Tan sempat merosot karena mereka
sempat ‘diceraikan’ di tahun 2017 kemarin.
Goh/Tan juga merupakan satu-satunya wakil Malaysia di partai
final Malaysia Masters. Makanya pertandingan mereka ditaruh paling akhir dari
semua partai yang berlaga di final. Dan mereka berhasil menang aja gitu... tak
gentar walau di kandang lawan.
Ketiga, keluar dari skor nyesak.
Fajar dan Rian ini kerap sekali disebut belum memiliki mental
juara. Mereka sering unggul kemudian tersusul. Jangankan ketinggalan poin, udah
unggul jauh dan kemenangan di depan mata
bisa melesat dari pandangan di tangan mereka.
Pernah mereka sudah berada di poin 20. Sementara lawan masih
poin 14. Sisa satu poin saja mereka bisa memenangi babak itu. Eh, malah skor
20-14 itu berubah menjadi 20-22 untuk kemenangan lawan.
Nyesak? Banget.
Makanya para BL suka ngomel-ngomel aja menonton mereka itu. Gregetan
parah. Tapi
di final Malaysia Masters mereka seolah membuktikan kalau mental juara sudah
mereka punya. Mereka lebih sabar dalam pertandingan, tidak grasak grasuk.
Kalah di babak pertama, kemudian tertinggal perolehan poin
dengan skor 13-18 di set kedua, mereka tak patah semangat dan menyerah begitu
saja. Bayangkan saja sisa 3 poin lagi Malaysia akan menang dan mereka tetap
fokus dan berjuang. Berhasil menyamakan kedudukan menjadi 18-18 kemudian
menutup babak kedua dengan kemenangan di skor 24-22, sehingga memaksakan
terjadinya rubber set dan menang di set ketiga.
Keempat, mengalahkan unggulan.
Malaysia Masters bukan sembarang turnamen, tapi turnamen
kelas elit buat para pebulutangkis dunia. Atlet bulutangkis dunia pun ikut
berlaga di sana. Dalam perjalanannya menuju final, Fajar dan Rian mengalahkan
unggulan-unggulan. Misal di babak kedua mangalahkan Kamura dan Sonoda dari
Jepang. Sementara di semifinal mereka mengalahkan ganda putra nomor dua dari Denmark
yaitu Mads Conrad Petersen / Mads Pieler Kolding.
Perjalanan menuju juara |
Hal ini mengingatkan pada Angga dan Ricky kala meraih gelar Singapore
Superseries 2015 atau pun Praveen Debby yang memenangi All England 2016. Dalam
perjalanan menuju juara, mereka juga mengalahlan unggulan-unggulan yang di atas
kertas lebih unggul dari mereka. Tapj saya berharap nasib Fajar Rian tidak seperti
2 pasangan ganda Indonesia itu. Di mana keduanya seolah melempem pasca
mendapatkan gelar superseries pertamanya.
Kelima, pembuktian kalau mereka pantas
dapat SK 1 tahun.
Daftar Pemanggilan Atlet Ganda Putra Pelatnas 2018 |
Di tahun ini PBSI memberlakukan atlet dengan status yang
berbeda-beda. Ada yang dapat SK (1 tahun) yang artinya posisi mereka bisa
dibilang aman dalam satu tahun, ada yang SK Pantauan 6 bulan yang artinya
posisi mereka akan dievaluasi selama 6 bulan apakah memenuhi target atau tidak,
jika tidak statusnya bisa berubah menjadi magang atau degredasi, dan magang.
Nah, di antara pemain ganda putra utama di Pelatnas PBSI sekarang hanya ada 5
orang yang mendapat SK satu tahun itu. Kevin dan Gideon, Ahsan, serta Fajar dan
Rian ini.
Tentu saja ini menimbulkan pertanyaan dari para BL (Badminton
Lovers), kenapa Fajar dan Rian ini dapat SK satu tahun? Padahal jika menjenguk
kembali prestasi mereka pada 2017, prestasi terbaik adalah masuk semifinal pada
Indonesia SSP. Sementara ganda lain yang menorehkan gelar juara GPG dan GP
seperti Berry/Hardi dan Wahyu/Ade malah berstatus SK Pantau 6 bulan.
Dengan kemenangan ini, Fajar dan Rian seperti membuktikan ke
pihak-pihak yang meragukan mereka, kalau mereka layak mendapatkan SK 1 tahun.
Lanjutkan Lur.
Itulah lima hal yang buat saya mengapa kemenangan Fajar dan
Rian terasa manis. Semoga saja mereka berdua bisa konsisten dan mentalnya
selama bertanding juga semakin terasah. Fajar sendiri punya target pribadi bisa
mewakili Indonesia di ajang Asian Games. Sebuah target yang tidak ringan karena
selain Kevin dan Gideon yang sepertinya sudah ‘pasti’ ikut Asian Games,
dibutuhkan satu pasangan lain untuk mendampingi Kevin dan Gideon.
Pasangan ganda putra yang bersaing ini lumayan banyak. Selain
Fajar dan Rian, ada Ahsan dan Hendra juga yang dipasangkan kembali dengan
target Asian Games. Tapi, jika prestasi mereka bagus sebelum Asian Games, bukan
tidak mungkin tiket Asian Games itu akan Fajar dan Rian genggam.
Sebutannya BL, kek toko online yaaaak. Terakhir nonton pertandingan bola, sampai hafal nama pemainnya, di era 90 an, ya ampun itu tahun yaaaa...Dan sekarang boro-boro hafal, nontonpun jarang banget
BalasHapusBanyak mana gelarnya dengan wahyu ade?
BalasHapus