"Lama tak bertemu, Mbak," ujar ibu penjual nasi
kuning langganan saya pagi itu.
Sebenarnya saya dan ibu itu tidak saling mengenal nama,
interaksi kami terjadi karena saya membeli makanan jualan ibu itu nyaris setiap
hari.
nasi kuning langgan saya dulu |
Dulunya, saya punya langganan nasi kuning buat sarapan pagi
yang lebih jauh letaknya dari rumah karena belum menemukan yang sesuai selera
di sekitar rumah. Kemudian, ada satu penjual nasi kuning yang menarik perhatian
saya. Menggelar lapak dagangan di atas sebuah mobil pick up di depan SPBU.
Beberapa kali melewati, ada banyak pembeli yang mengantri. Selalu ada saja
pembelinya.
Saya yang berpendapat, kalau pembeli ramai biasanya
masakannya lezat, jadi ingin mencoba. Hasilnya? Ternyata memang lezat. Apalagi
porsinya juga pas untuk sarapan saya dan suami. Nasi kuning itu dijual dalam
bentuk mini seharga 5 ribu rupiah, dan bentuk jumbo seharga 10 ribu rupiah.
Nah, yang ukuran mini ini pas banget buat sarapan karena nasinya sedikit.
Walaupun saya kerap menambahkan lauk yang lebih besar jadi naskunnya seharga 7
ribu rupiah.
Jarak yang lebih dekat dari nasi kuning sebelumnya, membuat
saya jadi lebih sering membeli di nasi kuning tersebut. Sekitar 2 minggu yang
lalu, penjual nasi kuning itu tutup dalam jangka dari hari senin ke seninnya
lagi. Sehingga ketika saya membelinya kembali terdapat sapaan "Lama tak
bertemu," dari ibu penjual.
"Lama tutup ya, Bu," ujar saya menjawab sapaan ibu
itu.
"Iya, Mbak. Anakku yang perempuan itu sakit. Di-opname
kemarin itu."
Saya pun kemudian melontarkan pertanyaan... seperti di rawat
di Rumah sakit mana? Dan ibu itu bercerita lebih banyak. Awal mula anaknya
demam, dirujuk ke RS, dan dirawat. Saya senang dan bersyukur, anak perempuan
lincah yang kerap saya jumpai kala membeli nasi kuning itu kini sudah terlihat
ceria lagi.
Jika ibu penjual nasi kuning itu lancar bercerita tentang
anaknya yang sakit, tidak begitu dengan saya. Saya, tentu saja, memilih tak
bercerita di rentang waktu ibu penjual naskun itu tutup. Walaupun sebenarnya
saya juga mengalami hari-hari yang berat.
Hari-hari yang saya lalui seperti ada sebuah himpitan yang
membuat saya sesak dan kaku. Saya tak bersemangat melakukan apa pun, jangankan
update blog apalagi update foto di instagram, bahkan untuk sekadar memasak di
dapur saja saya tak punya semangat. Bahkan sebuah surat berjudul Surat
Perjanjian Penerbitan yang saya terima pun tak cukup membuat saya bisa happy saat itu. Saya hanya berlinangan
air mata, berselimut, terisak dan mendengarkan sesuatu yang saya harapkan hal itu bisa menguatkan saya.
Saya dan mama tipikal ibu anak yang tak selalu bertukar kabar
setiap hari sebrnarnya. Buat kami, tidak ada kabar adalah kabar baik. Tapi
untuk hari-hari ituuu... saya menelpon mama nyaris setiap hari. Mencurahkan
segala kegelisahan dan ketakutan saya. Dikucuri nasehat-nasehat dari mama. Dari
yang sampai mama menasehati dengan cara lemah lembut sampai galak. Video call
dengan orang rumah hanya untuk melihat tingkah keponakan saya yang membuat saya
terhibur.
Saya juga mengurung diri dan enggan buat berkomunikasi dengan
teman-teman walaupun saya merasa sangat kesepian. Suami membujuk saya untuk
ceria lagi, untuk kembali 'ngobrol' dengan orang-orang agar pikiran saya tak
selalu memikirkan hal-hal buruk.
Saya belum tau bagaimana ending dari apa yang membuat saya
sedih, galau, dan ketakutan hari-hari itu. Saya juga baru menyadari betapa
rapuhnya saya. Namun, saya harus meyakini janji Allah, kalau Allah tak
akan memberikan cobaan di luar kesanggupan seorang hamba memikulnya. Saya pun
banyak berdialog dengan suami, mama, dan sahabat yang saya percaya untuk
mengetahui cerita ini.
Suasana hati saya kadang turun... kadang naik dan bisa happy lagi. Terkadang saya menggigil
ketakutan, tapi di waktu yang lain saya bisa menganggukkan kepala dengan
mantap, mengepalkan tangan dan berkata "Semangat."
Jadi, ini cerita tentang penjual nasi kuning atau apa? Ini
cerita tentang ungkapan "Lama tak bertemu" bisa jadi ada banyak
cerita di dalamnya. Entah berita suka... atau lara. Tapi tak semua orang bisa
gamblang menceritakan apa yang dia alami.
Kepal tangan, semangat! 😍
BalasHapusBeli lah besok..insyaAllah..
BalasHapusNasi kuningnya bikin ngiler, Mbak. Kuliner sederhana yang suka bikin kangen .:D
BalasHapusYanti kenapa? Peluuuk.
BalasHapusNasi kuningnya menggiurkan.
BalasHapusSeperti judulnya, aku pun sepertinya lama tak mampir di blog yang apik ini. Smoga silaturahmi kita tetap terjaga baik ya mba :). Duh liat nasi kuningnya jadi lapar ;)
BalasHapusSemoga segera membaik suasana hatinya :)
BalasHapus