"Tidak ada yang benar dan salah dalam memasak. Yang ada hanya perbedaan kita mempelajarinya."
Begitulah
seorang chef dalam sebuah drama Korea berkata. Ia mengatakan hal tersebut saat
seorang koleganya memasakkan sesuatu buatnya, dan kemudian bertanya "Apa
cara memasakku salah?"
Kutipan
itu bagi saya betul adanya. Dalam memasak satu menu, yang satu dengan yang lain
bisa jadi punya cara yang berbeda. Dan saya setuju, tidak ada yang salah atau
benar hanya perbedaan sumber belajar.
Guru
memasak saya adalah mama. Walaupun mama tidak ahli-ahli banget dalam memasak,
tapi masakan beliau bagi saya selalu enak. Mungkin karena ada bumbu cinta di
dalamnya. Kerap kali saya memasak sesuatu di perantauan ini atas nama rindu.
Rindu pada aroma dan rasa dari masakan mama walaupun sebelumnya saya tidak
suka-suka banget sama masakan tersebut.
Sebagai
satu-satunya anak perempuan mama, saya memang selalu dilibatkan dalam urusan
dapur sejak dini. Termasuk dalam hal menggoreng bawang. Saya masih ingat
dulunya saya hanya kebagian tugas mengaduk-aduk bawang di wajan. Jika nyaris
matang, maka saya akan memanggil mama untuk mengangkat bawang goreng dari
wajan. Lama kelamaan saya bisa dan biasa melakukan semuanya sendiri.
Bawang
goreng memang mempunyai arti yang spesial buat saya. Spesial karena memang enak
menambahkan bawang goreng dalam makanan. Saya juga pemerhati bawang goreng,
apakah bawang goreng kece atau kurang kece pada tiap bawang goreng yang saya
temui. Pernah suatu kali saya belanja nasi kuning, pandangan saya jatuh pada
bawang goreng di sana yang hari itu tampak berminyak. Mungkin saya terlalu
memerhatikan bawang goreng tersebut hingga sang ibu penjual kemudian bilang ke
saya "Hari ini bawang gorengnya kurang bagus, Mbak." Wkwkwkw.... Ibu
penjual seperti mendengar suara hati saya.
Sewaktu
kakak saya akan menikah, tante saya mengusulkan agar membayar orang saja buat
membuat bawang goreng. Tapi saya pernah melihat hasil bawang gorengnya dan saya
tidak terlalu puas.
"Goreng
sendiri saja," usul saya. Tante menggeleng
"Capek,
Ti," ujar Tante.
"Tapi
hasilnya bagus," kata saya lagi. Kemudian 5 kg bawang untuk acara walimahan
saya goreng pada satu hari. Tapi saya tidak sendiri sih mengerjakannya. Ada
yang membantu. Hehehe... Tante yang melihat usaha saya hanya nyelutuk.
"Nanti kalau aku butuh bawang goreng, kamu yang gorengkan, ya."
Bawang goreng kriuk |
"Mahal
upahnya, Tante," jawab saya sembari tertawa.
Menurut
saya ada banyak faktor di mana bawang goreng akan memberikan hasil yang bagus.
Kriuk-kriuk, tidak berminyak, dan tahan lama buat disimpan. Biasanya saya tidak
menggunakan tambahan garam atau tepung, hanya ada bawang dan minyak. Jangan
libatkan pihak ketiga karena akan mengganggu kenikmatan bawang goreng.
Saya
pernah memasukkan pihak ketiga dan keempat (garam dan tepung beras). Hasilnya?
Kriuk iya. Tapi rasa bawangnya menjadi samar. Kalau mau dapat kriuk doang, apa
bedanya dengan menambahkan kerupuk dalam makanan? Tapi itulah, tidak ada yang
benar dan salah dalam menggoreng bawang. Yang ada hanya perbedaan kita dalam
mempelajarinya. jadiii... buat yang goreng bawang dengan tambahan garam, jangan
memaksa saya buat mengikutinya. Hehehe....
Resep Bawang Goreng |
Oya,
tadi saya ingin menyebutkan faktor penentu keberhasilan bawang goreng. Berikut
versi saya :
1.
Bawang merahnya harus bagus dan
segar.
Bagus dalam artian ya tidak rusak,
masih bawang yang fresh. Bawang pun sebaiknya begitu dikupas, langsung diiris
dan digoreng. Jangan merendam bawang di air saat dikupas. Kenapa? Karena
menggoreng bawang adalah mengeringkan bawang tersebut, meniadakan air dan
membuatnya kering sekering-keringnya (tapi tidak gosong), jika basah maka
bawang akan sulit kering. Saya bahkan mengangin-anginkan bawang begitu selesai
dicuci, agar bawang menjadi kering setelah dicuci.
Di Barabai, saya tak terlalu
kesulitan menemukan bawang goreng yang sudah dikupas dalam kondisi segar.
Biasanya pagi-pagi, ada penjual yang sambil mengupas bawang dan menjualnya
dalam bentuk yang sudah dikupas. Membeli bawang goreng kupas ini tentu lebih
sangat menghemat waktu ketimbang mengupas sendiri. Tapi di kota kecamatan yang
saya tinggali sekarang, saya kesulitan menemukan bawang yang sudah dikupas. Ada
sih yang jual sudah dikupas tapi nampak sudah layu. Mungkin sudah dikupas dari
kemarin atau kemarinnya lagi.
Solusinya? Kupas sendiri sembari
menonton drama Korea. Nangis dah sana. Hahaha.... Tapi saya tipikal yang tahan
sih ama bawang. Maksudnya paling awal-awal doang mengeluarkan air mata,
setelahnya ya tidak lagi.
2.
Tebal tipis ketika diiris
pas.
Dulu, mama mengiris bawang dengan
cara manual. Pakai pisau doang, tidak pakai talenan. Dan abah selalu
membanggakan akan keahlian mama satu ini. Kata abah, bawang yang diiris mama
itu tipisnya pas buat dijadikan bawang goreng. Tapi saya tidak mewarisi
keahlian mama ini. Mama menjadi ahli mungkin karena puluhan tahun terbiasa
mengiris bawang tanpa talenan. Bahkan hingga kini pun untuk mengiris bawang dan
cabe saat memasak, mama lebih senang mengiris tanpa talenan.
Saya memakai alat pengiris bawang.
Itu loh yang terbuat dari kayu, dan didorong maju dan mundur cantik buat iris
bawangnya. Menurut saya, dengan menggunakan alat tersebut, kita juga akan
menghasilkan ketipisan bawang yang pas.
3.
Jangan ada pihak ketiga
Seperti yang saya ceritakan di
atas, saya tak menambahkan apa-apa di bawang goreng. Tidak garam, apalagi
tepung. Bisa enak? Bisa banget. Malahan bawang gorengnya lebih lezat dengan
aroma bawang yang sangat terasa. Apalagi kalau dicampurkan dengan masakan,
aroma bawang gorengnya lebih 'keluar'. Soto yang ditaburkan dengan bawang
goreng murni ini lebih lezat ketimbang bawang goreng yang dicampurkan garam
apalagi tepung saat menggoreng. Menurut saya lhoo.... Hahaha..
4.
Gunakan minyak goreng baru
Selain hasilnya cantik, minyak
goreng selepas menggoreng bawang juga wangi sekali. Biasanya saya akan simpan
khusus minyak sehabis menggoreng bawang ini. Akan saya gunakan untuk menumis
dan akan ada aroma bawang yamg wangi sekali tiap kali minyak itu digunakan.
5.
Pengadukan
Bagi saya tak masalah memakai api
besar, sedang, atau kecil. Yang penting bawang terus dijaga agar tidak gosong.
Biasanya di bagian tepi wajan mudah menguning. Makanya perlu diaduk terus menerus.
Jika ingin santai tidak mengaduk terus menerus, gunakan api kecil.
6.
Pengangkatan
Ini proses yang sangat penting
dalam penggorengan bawang. Karena sejatinya menggoreng bawang itu adalah proses
pengeringan bawang yang tadinya basah menjadi kering. Untuk mendapatka hasil
yang kriuk, maka sedapat mungkin tidak ada minyak yang menempel pada irisan
bawang goreng yang sudah matang.
Bawang goreng kriuk |
Gunakan saringan dalam mengangkat.
Saringannya pun harus pas. Jangan yang lubangnya terlalu rapat karena minyak
tak akan sempurna jatuh, dan jangan terlalu renggang karena bawang akan kembali
jatuh ke wajan. Di rumah mama, ada satu saringan yang pas sekali. Kondisinya
sungguh sangat memprihatinkan. Gagangnya sudah patah tapi saya sayang-sayang
karena hanya saringan itu yang pas buat menggoreng bawang. Berapa kali saya
mencari dengan ukuran yang sama, tapi tak berhasil menemukannya.
Suatu hari saya menemukan saringan
yang ukurannya seperti itu. Saya coba menggoreng bawang dengan saringan
tersebut dan hasilnya oke punya. Kemudian saya membeli satu lagi buat disimpan
di rumah mama.
Setelah mendapatkan saringan yang
pas, maka kemudian kita bicara tentang proses pengangkatan. Jika bawang goreng
sudah mulai menunjukkan tanda matang, kecilkan api. Angkat bawang goreng saat
ia mulai menguning. Jika mengangkat saat sudah kuning matang, maka bawang
goreng bisa gosong saat sudah tidak di wajan.
Tekan-tekan bawang goreng yang ada
di saringan agar minyak yang terbawa jatuh ke wajan.
7.
Pengeringan Minyak.
Ini termasuk proses yang sangat
krusial. Sama krusialnya dengan proses pengangkatan. Sebelum bawang goreng
diangkat, maka siapkanlah kertas atau tisu atau apa lah tempat menaruh bawang
yang baru diangkat. Ini memerlukan tempat yang agak luas. Bisa gunakan nampan.
Sebarkan atau tebarkan bawang di atasnya sampai minyak pada bawang benar-benar
kering.
Dulu saya selalu menggunakan kertas
koran berlapis-lapis, begitu basah oleh minyak, maka akan saya tumpahkan bawang
di lapisan kertas berikutnya. Begitu terus sampai kertas tidak menyisakan bekas
minyak sedikit saja. Inilah kunci kriuk-kriuk bawang goreng. Tidak perlu garam
atau tepung, yang penting bawang goreng sebelum disimpan benar-benar kering
dari minyak.
Tapi belakangan saya mulai cemas dengan
penggunaan kertas koran. Kabar tentang tintanya yang bahaya jika meluntur
dengan makanan mengganggu saya. Saya gantikan dengan tisu tapi hasilnya jauh
dari memuaskan. Kemudian bawang goreng yang saya hasilkan berkali-kali
gagal.
Saya masih mencari tempat penirisan
yang pas. Kemarin saya menggunakan kertas coklat pembungkus nasi dan hasilnya
memuaskan. Sehingga saya bisa mengucapkan 'bye' buat kertas koran. Mungkin
nanti saya akan mencoba memakai kertas roti, siapa tahu hasilnya lebih kece.
Atau kertas spesial untuk gorengan yang saya lihat ada dijual secara online.
Itulah jalan panjang
menghasilkan bawang goreng yang kriuk-kriuk tanpa tambahan apa pun. Sekali lagi
ini cara saya. Saya tidak menambahkan garam apalagi tepung saat prosesnya. Dan
seperti kutipan yang saya kutip di awal, tidak ada yang benar dan salah dalam
memasak, yang ada hanya perbedaan kita mempelajarinya. Tentunya selera juga
berpengaruh tentang keputusan resep yang kita gunakan.
Salut euy sama yang bisa goreng bawang, aku selalu gagal walau gorengnya cuma sedikit. Kalau nggak terlalu gosong ya kursng matang. Makanya lebih pilih beli bawang goreng jadi di pasar.
BalasHapusKalau goreng sedikit saya juga suka gagal, Mbak. Hihihi... Jadi mending minimal setengah kilo :D
HapusAku penggemar bawang goreng, mba. Rata2 masakan aku taburan bawang, agar lebih sedap dan gurih. Tapi aku males bikin sendiri. Suka nggak tahan ngirisnya. Juga masalah gorengan itu. Sekarang jadi tahu rahasia bawang goreng kriuk.
BalasHapusSaya kalau ngiris manual juga ga tahan, Mbak. Lama dan suka terlalu tebal. Makanya pakai irisan bawang. Itu cepat. Paling 5 menit buat setengah kilo bawang :-)
HapusYa ampun rajinnya yanti bikin bawang goreng. Aku Seumur-umur belum pernah bikin sorang. Heu. Nanti kapan-kapan coba ah tipsnya
BalasHapusSalah satu hobi ulun nih, Ka. Hahaha... Bila mudik salah satu agenda ulun menggorengkan bawang gasan mama di rumah :D
HapusKereeennn mamanyaaa. Bs ngiris dg hasil cakep tnpa talenan. Aku, pakek talenan aja hasilnya masih benjot2 nggak beraturan.
BalasHapusMksih lo mbk sharenya. Pgn praktekinn tp kyaknya aku beli alat pengiris bawang dlu deh
Hahaha... Iya, Mbak. Mama saya diambilin talenan ga makai. Tidak biasa kata beliau. Iyaa.. Lebih mudah dan ceoat pakai pengiris bawang :-)
Hapusya ampun baca ini saya jadi rindu sama nenek hehehe. Soalnya dulu beliau selalu punya stok bawang goreng untuk dimakan sama nasi panas dan kecap.
BalasHapusPengen bikin lagi ah, Btw, nenek saya juga sama kayak mamanya mbak lho., tapi sekarang kan udah ada alat pemotong bawang jadi simpel aja. Makasih ya mbak tipsnya :D
Sama, Mbak. Di rumah mama juga selalu setok bawang goreng. Alat pemotong bawang emang bikin jadi lebih mudah. Cepat ngerjainnya. Apalagi kalau bawangnya udah dikupas :-)
HapusPinter banget bikin bawang gorengnya,kak.
BalasHapusHasilnya terlihat kuning keemasan begitu ...
Kalo hasilnya seperti itu, masakan jadi lebih terasa enak, ngga pahit di lidah.
Iyaa. Bawang goreng kalau gosong jadi pahit. Hahaa...
HapusGoreng sampe ke kuningan kah? #ingatnyasarkekuningan
BalasHapusBuahahaha... Jauh amat yam ngegoreng sampai ke Kuningan. Akibat mau buru-buru malah nyasar ya. Hihihi...
HapusIni yang aku suka 😍 ada cara yg benar membuat bawang goreng, kan lumayan buat yang pengen belajar masak atau bukan Usaha bawang goreng 😘.
BalasHapusAku paling payah deh gorng bawang, kadang angus dan tau gak anakku sampe trauma dan gak mau makan bawang gorng lagi katanya pahit (inget buatan emaknya yg angus) Padahal bawang gorengnya boleh beli 😂.
Hihihihi... Ayo dicoba lagi, Mbak. Ini ponakan saya juga suka nyobanya 😂😂😂
Hapus