Kalau
bicara tentang Go Green, menjaga bumi,
peduli lingkungan dan yang sejenisnya saya berasa menjadi orang paling tidak
peduli. Makanya tiap ada kesempatan buat mengikuti lomba menulis, giveaway atau kuis-kuisan terkait upaya
saya buat menjaga bumi, saya tidak ikutan. Karena itulah. Masa saya menulis apa
yang tidak saya lakukan?
Sebenarnya
kegelisahan-kegelisahan itu dari dulu ada tapi saya abaikan dengan alasan
repot. Pernah satu kali saya membersihkan sesuatu dengan kain lap, mama meminta
saya membersihkan dengan tisu saja karena bisa langsung dibuang.
Kata
mama "Tisu murah kok. Pakai tisu aja."
Saya
pun menjawab mama dengan lembut. "Bukan masalah murahnya, Ma. Tapi berapa
pohon yang ditebang buat dibikin tisu."
Ya
paling kegelisahan akan sampah dan menjaga lingkungan hanya sebatas itu. Kadang
sadar dan berusaha mengurangi. Tapi kadang ya blas juga.
Beberapa
bulan belakangan, keinginan untuk melakukan langkah kecil mengurangi sampah
rasanya semakin mendesak-desak. Yup. Saya bilang langkah kecil karena memang
yang saya lakukan masih keciiiiil sekali dibanding teman-teman pejuang zero waste yang lain. Tapi pliss jangan
di-bully ya. Hehehe...
Buat
yang masih melakukan langkah kecil seperti saya yuk kita gandengan tangan.
Pelan-pelan mengubah kebiasaan. Kalau lihat tabel yang kapan hari saya temuin
di Instagram, saya ini masih pemula gitu deh dalam urusan meminimalisasi sampah
ini. Itu pun tidak semua yang di-list
buat pemula itu sudah saya lakukan. Tapi.. prinsipnya 3M, mulai dari diri
sendiri, mulai dari hal kecil, dan mulai dari saat ini.
Oya,
hampir lupa, niatan untuk mengurangi sampah itu terhalang karena saya kira-kira
3 bulan indekos di Jakarta. Ngintilin suami dinas. Dan ya ampuuun... Saya merasa
banyaaak sekali membuang sampah di Jakarta karena apa-apa sekali pakai. Bahkan
ketika makan di tempat, pesan minum, dan minumnya pun dari gelas plastik
padahal cuma pesan es teh manis. Kalau beli makan dibungkus styrofoam dan
dikasih sendok dan garpu plastik juga. Aduh, terselip perasaan berdosa kala
membuang semua itu ke tong sampah. Satu hari saja sampah yang saya buang
bisa satu kresek besar. Hiks.
Saat
kerjaan suami di Jakarta sudah selesai dan kembali tinggal di sebuah kecamatan
di Kalimantan Timur, saya pun mulai langkah kecil untuk menjadi pribadi minim
sampah atau belajar zero waste. Yang
saya lakukan di antaranya adalah :
1. Follow tagar / Hastag atau orang-orang yang ber-Zerowaste
Saya
follow tagar #BelajarZeroWaste, #ZeroWaste #LessWaste, #MinimSampah dan
sejenisnya. Juga beberapa akun yang betul-betul mempertanggungjawabkan tiap
sampah yang ia hasilkan. Itu berguna sekali untuk mementik kesadaran plus
memotivasi serta menginspirasi juga. Sering kali setiap membaca cerita
mereka saya merasa tidak ada apa-apanya dibanding perjuangan mereka.
Mengikuti
mereka juga membuat saya merasa tak sendiri. Kalau di luaran sana, kesadaran
dan tindakan untuk mengurangi sampah itu telah banyak disadari dan dilakukan
banyak pihak. Karena Bumi semakin penuh dengan sampah. Hiks.
2. Membawa kantong atau tas belanja sendiri.
Di
rumah ada banyak stok kresek, jadi kala belanja saya bawa kresek itu untuk
digunakan lagi untuk tidak menambah-nambahin kresek baru. Tapi belakangan saat
melihat para penjual masih sering 'maksa' agar barang belanjaan saya dimasukkan
ke plastik yang mereka sediakan saya pun beralih ke tas-tas kain. Karena
sepengalaman saya rupanya mereka lebih 'terima' kalau kita menolak plastik dari
mereka kala kita membawa tas non plastik dibanding plastik. Mungkin mereka
mikir... "Lah sama-sama plastik juga. Mending dikasih yang baru."
Gitu kali ya...
Kalau
dipikir-pikir, penjual pasti happy
kalau pembeli bawa kantong belanja sendiri ya. Mereka bisa hemat dengan tidak
mengeluarkan dana buat beli plastik. Tapi pada kenyataannya sih tetap ada yang
perlu diperjuangkan dan tidak semua penjual terima kalau pembeli bawa kantong
belanja sendiri. Seperti Ada yang bilang "Ya udah pakai plastik dulu nanti
baru taruh situ." Dan blass aja belanjaan kita dimasukin ke plastik. Gagal
deh... Pan kapan mungkin saya akan cerita khusus tentang ini.
3. Membawa wadah atau box kala belanja di pasar basah.
Pasar
basah yang saya maksud itu pasar yang menjual ikan, daging, ayam, udang, dkk.
Yang paling kentara basahnya sih ikan ya. Karena suka muncrat aja kalau ada
ikan menggelepar-gelepar. Belum lagi kalau penjual tok tok tok memotong ikan
kala kita minta potong atau bersihkan, wah, bisa kecipratan.
Bawaan kala mau belanja ke pasar |
Awalnya
maju mundur cantik juga bawa wadah kala ke pasar basah ini. Tapi sekali mencoba,
saya ketagihan karene merasa 'aman' dari basahnya basah itu. Kalau kita beli
ikan, diplastikin, kan basahnya bisa menular ke belanjaan yang lain. Dengan
pakai wadah, dia jadi aman tentram gitu. Membawa wadah gini juga membuat
saya harus merencanakan benar-benar apa yang mau dibeli.
4. Membawa wadah kala belanja makanan.
Saya
itu tipe orang yang kudu sarapan dan sudah menjadi kebiasaan sejak kecil kalau
sarapan itu beli. Kan banyak ya penjual sarapan pagi, kalau bukan kita yang
beli siapa lagi. Hahahaha.... (Ajaran macam apa ini)
Ketika
beli sarapan, saya suka bawa tas belanja sendiri sih. Jadi, abis dibungkusin
ibu penjualnya, tanpa kresek langsung masuk ke tas belanja saya. Ibu penjual
naskun langganan saya memakai pembungkus kertas warna coklat itu loh buat
membungkus nasinya.
Suatu
hari, saya bawa wadah karena mau beli kue di warung lain. Rupanya, ibu penjual
melihat wadah saya itu dan menyodorkan tangan. Beliau mengira wadah itu buat
nasi kuning. Saya bilang enggak. Tapi dari situ, saya seperti diingatkan, kalau
mau Go Green jangan
tanggung-tanggung. Esoknya bawa kotak bekal deh buat beli sarapan sampai
sekarang.
Beli gado-gado bawa wadah sendiri |
Sekarang
juga kalau mau beli makanan suka bawa kotak makan sendiri. Misal beli
gado-gado, sampai wadah kerupuknya juga bawa. Trus beli sesuatu yang ada
sambalnya, wadah sambal juga dibawa. Walaupun segala rupa belanja pakai wadah
sendiri ini byaaar aja bablas kala saya ke Balikpapan dan beli makanan dari Go
Food. Hiks.
beli kue juga bawa wadah sendiri |
5. Pakai sedotan sendiri.
Saya
beli sedotan yang terbuat dari stainless steel, niatnya ya itu mulai
menghindari penggunaan sedotan plastik karena sampah sedotan di Indonesia itu
setiap hari banyak sekali. Panjang barisan sedotan selama sepekan itu setara
tiga keliling bumi. Serem kan. Beberapa restoran siap saji juga sekarang mulai
memberlakukan tanpa sedotan lagi.
Memakai
sedotan sendiri kala makan di luar ini tak semulus dugaan saya. Adaaa aja
tantangannya. Tantangan dari diri sendiri, seperti suka lupa bawa sementara ada
gula di bagian bawah gelas yang kudu diaduk dan tidak ada sendok tersedia.
Sementara saya orangnya tak enakan kalau kudu pinjam sendok. Hiks.
Atau
tantangan lain, sudah bilang "Tidak usah pakai sedotan ya." Ke yang
nanya kita mau minum apa, eh, datang-datang tetap dong pakai sedotan. Atau
bilang tanpa sedotan, pesan minum buat saya dan suami, yang tidak pakai sedotan
cuma minuman saya doang. Yang punya suami tetap dong pakai sedotan. Kata suami
sih, mungkin pembuat minumannya udah refleks gitu begitu minuman selesai,
ditancapin sedotan ke gelas.
6. Pakai menspad
alias pembalut yang bisa dicuci ulang
Nah
ini mungkin akan saya bahas khusus di postingan lain ya karena bahasannya
lumayan panjang. Sudah beberapa periode tamu bulanan datang saya pakai menspad
ini, walaupun belum 100%. 1-2 pembalut sekali pakai masih saya pakai sih tapi
sudah jauuuh berkurang dari sebelumnya.
Itulah enam
hal yang saya lakukan walau kadang masih belum istiqomah juga. Kalau kata urang
Banjar, masih balang kambingan. Masih
banyak PR yang kudu saya pelajari dan lakukan dalam mengurangi sampah dari
rumah. Semisal, mengurangi penggunanan tisu, membuat ecobrick, dan sejenisnya.
Selain sedotan, juga mencoba membawa handuk buat pengganti tisu kala makan di luar |
Atau pun seperti pelaku zero waste lain yang semuanya diusahakan serba diolah
sendiri agar mengurangi penggunaan plastik. Seperti memakai buah lerak buat
mencuci. Oh, saya belum sampai sejauh itu. Mungkin nanti…. Yang penting mulai
aja dulu ya. Walau dari hal kecil. Dan sadar sepenuhnya kalau yang saya lakukan
masih sedikiiit sekali dan keciiiil sekali. Menulis ini pun maju mundur cantik
takutnya nanti saya malah menyerah untuk melakukan apa yang saya tuliskan. Tapi
setidaknya dengan menulis ini menjadi pengingat saya untuk terus konsisten karena
terkadang saya lelah juga. Hihihi….
Aku jua kalau ke pasar nukar iwak wahini bawa wadah sorang. Lebih nyaman jua jadinya kd basah kalau pakai wadah sorang
BalasHapusInggih, Ka. Lebih nyaman. Nukar hintalu gen bawadah saurang lebih nyaman pas membawa tapantuk2 kada takutan pacah :D
HapusDah jarang buang sampah ya..berkurang jauh..
BalasHapusIyaaaa... Karena dipisah juga sampahnya. Tapi bungkus-bungkus jajanan kita juga berkurang karena bawa wadah sendiri. Cucian piring aja banyak terus. Wkwkwk...
HapusHuaaa telaten sekali dirimu mbaaaa, sampai bela-belain bawa wadah demi memperjuangkan Zero Waste. Saluttttt! Jadi mulai kepikiran ngikutin jejak mulai iniiii ni mb
BalasHapusHahahaha... Iya, Mbak. Demiii... Demi bumi yang kita tinggali :-)
HapusWahh seneng banget ada yang juga lagi belajar zero waste. Serasa dapet temen baru. Saya juga masih baru dan berusaha konsisten mengurangi sampah persis yang mbak lakukan. Semoga kita bisa istiqomah mbak demi menyelamatkan bumi. Btw, saya juga nulis mengenai zero waste di blog saya. Monggo silakan berkunjung... :)
BalasHapusWaaah... salam kenal, Mbak. Aamiin semoga kita istiqomah ya. Save our planet :-)
Hapus