Hari ini si Muka Buku
mengirimkan kenangan manis. Sebuah kenangan kalau dua tahun yang lalu ada
cerpen saya yang dimuat di Majalah Bobo. Ah, rasanya lamaaa sekali tidak
merasakan sensasi saat cerpen dimuat di Majalah Bobo. Dan kemudian setelah saya
cek, saya belum membagikan cerpen yang dimuat itu di blog ini.
Cerpennya
berjudul Titipan Tante Arin. Sebuah cerpen yang terinspirasi dari saya sendiri
yang suka membawa macam-macam kala pulang dari kampung halaman. Sampai beras
pun dibawa. Saat menulis cerpen ini juga teringat pada teman saya di Bandung
yang katanya belum menemukan yang menjual cempedak di Bandung. Ada yang menjual
cempedak di supermarket tapi tanpa kulit. Sementara mandai, dibuat dari kulit cempedak.
Baiklah… Tanpa
berpanjang lebar lagi… Inilah cerpen saya Titipan Tante Arin. Happy Reading.
Titipan Tante Arin
Oleh : Hairi Yanti
"Bunda
bawa apa?" Tanya Tyfa saat melihat bunda membungkus sesuatu dengan kertas
koran. Di samping bunda juga terdapat dua toples berukuran sedang.
"Ikan
asin telang dan mandai," jawab bunda. Kening Tyfa berkerut mendengarnya.
"Buat
apa sih, Bun? Makanan di Bandung kan enak-enak," cetus Tyfa. Tyfa dan
keluarga memang sedang mempersiapkan liburan ke Bandung.
"Ini
titipan Tante Arin," kata Bunda.
Tyfa
menggeleng-gelengkan kepalanya. Tidak mengerti apa yang dipikirkan Tante Arin,
adik bunda yang tinggal di Bandung. Kuliner di Bandung enak-enak. Ada siomay,
batagor, roti bakar, seblak, dan banyak lagi. Memikirkannya saja membuat Tyfa
menelan ludah karena ingin mencicipi. Sementara Tante Arin malah minta
dibawakan makanan dari Banjarmasin.
"Memangnya
di Bandung tidak ada yang jual cempedak sama ikan asin, Bun?" Tanya Tyfa
lagi.
"Susah
mencarinya kata Tante kamu. Tante Arin pernah nyari cempedak di supermarket. Tapi
cempedak dijual tanpa kulit," jelas Bunda sembari tertawa.
Tyfa
juga ikut tertawa. Selain buahnya, penduduk Kalimantan Selatan juga
memanfaatkan kulit cempedak untuk dijadikan lauk. Namanya mandai.
Tyfa
suka mencicipi mandai kalau bunda sedang memasaknya. Bisa digoreng biasa, atau
ditumis dengan bawang putih dan bawang merah. Rasanya lezat sekali. Papa bisa
nambah berkali-kali kalau bunda memasak mandai. Kalau sedang musim, buah
cempedak banyak dijual di pasar. Tiba-tiba Tyfa teringat sesuatu.
"Bun,
apa di pasar Bandung tidak ada yang jual cempedak? Mungkin di supermarket tidak
ada tapi di pasar ada." Bunda mengedikkan bahunya menjawab pertanyaan
Tyfa. Mungkin hal itu belum ditanyakan bunda ke Tante Arin.
“Apa
ikan asinnya tidak bau di pesawat nanti, Bunda?” Tanya Tyfa lagi.
“Sudah
ditaburi bubuk kopi dan dibungkus rapat dengan koran, Tyfa. Itu cara agar ikan
asin tidak mengelaurkan bau.” Bunda menjelaskan. Tyfa mengangguk tanda
mengerti.
Esok
harinya, Tyfa bersama papa dan bunda naik pesawat menuju Bandung. Mereka
dijemput Tante Arin di bandara Husein Sastranegara.
"Titipanku
ada kan?" Tanya Tante Arin begitu mereka sampai rumah Tante Arin.
Mama
kemudian membongkar barang bawaannya. Tante Arin tersenyum senang melihat
toples berisi mandai dan ikan asin yang dibungkus mama dengan rapat. Tyfa hanya
menggeleng-gelenhkan kepala melihatnya.
Hari-hari
berikutnya penuh dengan agenda liburan. Tyfa diajak Tante Arin ke taman-taman
yang ada di kota Bandung. Selain itu mereka juga mengunjungi Kawah Putih dan
gunung Tangkuban Perahu.
Papa
menceritakan pada Tyfa tentang dongeng terbentuknya gunung Tangkuban Perahu.
Tyfa bilang, ia pernah membacanya. Buku cerita yang dimiliki Tyfa ada yang
bercerita tentang cerita rakyat Nusantara.
Tyfa
juga mencoba beragam masakan dari kota Bandung. Ada seblak yang berupa kerupuk
mentah yang direndam dengan air kemudian dikasih bumbu. Tapi Tyfa paling suka
dengan kue surabi Bandung. Apalagi jika di atasnya ditaburi coklat dan keju.
Enak sekali.
Tak
terasa sudah satu minggu Tyfa dan keluarga di Bandung. Tyfa sudah bersiap-siap
untuk pulang. Pulang ke Banjarmasin kali ini lewat kota Jakarta. Tyfa yang
meminta pada papa karena Tyfa ingin naik kereta api.
Tyfa
pernah mendengar cerita Dinda, teman sekelasnya yang naik kereta api dari
Bandung ke Jakarta. Kata Dinda, pemandangan di jalan yang dilewati kereta
api sangat indah. Tyfa ingin melihat
pemandangan seperti yang diceritakan Dinda.
"Tyfa,
sarapan dulu," bunda memanggilnya. Tyfa bergegas menuju ruang makan.
Mereka akan berangkat ke stasiun kereta api setelah sarapan. Di meja makan
tersaji makanan yang tidak asing buat Tyfa. Makanan yang sering ada di meja
makan mereka di Banjarmasin.
"Wah,
ada mandai dan telang asam manis," sorak Tyfa. Telang asam manis adalah
ikan asin telang yang sudah digoreng dan ditumis dengan bawang merah, cabe dan
tomat. Kemudian ditambahkan air asam jawa dan gula merah. Rasanya jadi campuran
antara asinnya ikan asin, asam, dan manis. Tyfa menyendok nasi dan makan dengan
lahap.
"Lahap
sekali makannya, Tyfa. Padahal ini kan menu yang biasa ada di
Banjarmasin," kata Tante Arin.
Suapan
Tyfa terhenti. Ia kemudian tertawa. Tyfa ingat sebelum ke Bandung ia heran
melihat Tante Arin minta dibawakan bahan makanan khas Banjarmasin. Tyfa yang
baru seminggu saja di Bandung sudah kangen dengan makanan di kampung halaman.
Padahal makanan di Bandung juga lezat-lezat. Apalagi Tante Arin yang jarang
pulang. Ah, nanti kalau Tyfa ke Bandung lagi, ia akan membawakan titipan Tante
Arin, mandai dan ikan asin.
***
Jadi teringat kembali, dulu saya juga berlangganan majalah bobo. Sejak tahun 1992 sampai 2000
BalasHapus