Setelah 27 tahun,
cinta segitiga Doel, Sarah, dan Zaenab berakhir.
Saya ini termasuk
yang antusias mengikuti cerita si Doel. Dari zaman SD nontonnya saat pertama
tayang di Tipi. Sampai akhirnya 27 tahun kemudian film yang berjudul Akhir
Kisah Cinta si Doel dirilis. Benar-benar sebuah perjalanan panjang. Sepertinya
inilah kisah fiksi terpanjang di Indonesia. Dari sinetron, FTV, hingga layar
lebar.
Kisah si Doel
emang sebuah kisah yang layak diapresiasi. Terutama di awal-awal kemunculannya.
Kalau kata Nex Carlos sekarang, ‘Ga ada obatnya’. Dulu sih, terlebih
episode-episode awal. Kehadiran Babe Sabeni almarhum sangat menyegarkan suasana
dulu. Kocak sekali beliau itu. Ditambah dengan adanya Atun, Mandra, Mas Karyo,
dan lain-lain. Ceritanya otentik, unik, dekat dengan realitas, dan menarik.
Cerita si Doel
juga mengenalkan pada khalayak tentang budaya masyarakat Betawi. Kita jadi
akrab dengan panggilan Nyak, Babe, Mpok, Ncang, Ncing. Dan beragam budaya
Betawi lainnya yang ditampilkan di sinetron si Doel.
Seperti yang saya
ulas pada film pertamanya, saya termasuk orang yang gemes karena filmnya
bersambung. Sampai-sampai saya tidak menonton film keduanya. Di review
film pertamanya saya juga menyampaikan saran kalau Bang Doel harus memberi
keputusan akhir dan surprise juga karena review itu dikomentari salah
satu tim kreatif film Doel The Movie.
Kemudian jagad maya
ramai bahwa akan ada film Akhir Kisah Cinta si Doel. Bang Doel memberi jaminan
kalau kali ini Doel benar-benar memilih. Tidak gantung-gantung lagi. Makanya
saya cus di hari pertama buat menonton, karena tak mau kena spoiler.
Hahahaa...
Pas datang dan beli tiket, saya kaget juga karena lumayan banyak yang
nonton padahal hari kerja dan masih jam kerja. Ternyata sebagian besar isinya
ibu-ibu yang pada penasaran juga bagaimana akhir kisah si Doel. Ibu di sebelah
saya antusias sekali, beliau sampai cerita kalau dulu pas sinetronnya tayang
belum punya tipi dan numpang nonton di rumah tetangga. Hingga kemudian beliau
duduk di bioskop nonton Akhir Kisah Cinta si Doel.
Di atas saya
menyebutkan kalau kisah si Doel itu mengenalkan pada kita tentang Betawi, di
filmnya pun begitu. Di awal film dibuka ada kilasan tentang masyarakat Betawi.
Budaya hingga kulinernya yang membuat saya kangen Jakarta. Saya emang salah
satu penggemar kuliner Betawi dari kerak telor hingga sup kaki kambing.
Kue Rangi. Muncul juga di film Akhir Kisah Cinta si Doel |
Sama hal dengan
film pertama atau pun sinetronnya, film ini sangat terbantu dengan kehadiran
Mandra, Atun, dan anaknya si Atun (Abi) yang menyegarkan suasana dengan humor
kocak mereka. Pokoknya kalau udah mereka nongol, lucu aja gitu. Daripada kita
ikut kegalauan Doel, Sarah, dan Zaenab mulu kan.
Akhir Kisah Cinta
si Doel memang masih bercerita tentang cinta segitiga antara Doel, Zaenab dan
Sarah. Zaenab yang diduga hamil, anak Doel yang ingin tinggal dengan bapaknya,
serta Sarah yang berusaha keluar dari kehidupan Doel. Sarah menolak mengantar
anaknya ke rumah Doel, sementara Zaenab seiring dengan perubahan hormon akibat
hamil juga mengalami pergolakan batin karena perasaan bersalah telah menjadi
pelakor.
Doel yang katanya
sudah bersepakat untuk bercerai dengan Sarah, tapi wajahnya juga diterpa
kegalauan saat mengetahui Sarah akan kembali ke Belanda. Tersirat dengan jelas
bahwa masih ada rasa dari Doel pada Sarah. Apalagi sang anak jelas-jelas
mengatakan berharap kedua orangtuanya bersatu kembali. Mungkin bapak-bapak akan
berpikir “Ya udah, Doel. Keduanya aja.” Untuk kemudian jika skenario ini
terjadi bisa ditonjok sebagian mamak-mamak.
Saya yang
merupakan #TeamZaenab pun dilanda kegalauan juga saat menontonnya, untuk
kemudian menyerahkan sepenuhnya pada si Doel siapa aja deh yang dipilih. Yang
penting ada yang dipilih agar ceritanya tak gantung lagi. Wkwkwkwk…. Jadi,
siapa yang dipilih Doel?
Siapapun yang
dipilih Doel, itu adalah urusan si Doel. Hahaha… Tapi lewat cerita panjang
kisah si Doel ini sampai film Akhir Kisah Cinta si Doel ini ada banyak
pelajaran yang bisa kita petik atau perdebatkan. Hahahaha…..
Ada beberapa hal
yang ingin saya bahas seperti tentang seorang istri yang meninggalkan suami.
Beberapa waktu yang lalu, saya menonton QnA antara Ussy dan Andika bersama
kedua oang tua Andika. Bapaknya Andika bilang, jika bertengkar antara suami
istri, jangan tinggalkan tempat tidur. Artinya semua harus dibicarakan dan
diselesaikan berdua.
Hal senada juga yang
dinasehatkan oleh mama saya, jika bertengkar dengan suami, selama masih ada
rasa sayang dan ingin bertahan menjadi istrinya, jangan sesekali meninggalkan
rumah suami. Selesaikan semuanya di dalam rumah. Jangan kabur apalagi minggat
tanpa kabar. Hubungannya sama film? Tebak sendiri atau baca review saya di sini.
Kedua, masih dari
QnA antara Ussy Andhika bersama orangtua Andhika. Ketika tahu kalau Andika
menjalin hubungan dengan seorang single parent, ibunya menasehati : Jika
kita memutuskan menerima seseorang, maka terima lah ia sepenuhnya, termasuk
jika ia punya masa lalu. Apalagi jika dari masa lalu itu membawa buah hati. Harus
berlapang hati jika suatu hari nanti, seseorang dari masa lalu itu datang ingin
bertemu dengan buah hati atau sebaliknya. Apa hubungannya dengan film ini? Ya
ada dong. Kalau dijabarkan nanti saya spoiler. Hehehe….
Ketiga, entah apa
pertimbangan dari tim kreatif si Doel hingga menjadikan si Doel tetap dalam
keadaan tidak mapan secara ekonomi. Saya bisa terima kalau di awal-awal jadi
sarjana, Doel kesulitan mencari pekerjaan sampai jadi sopir. Bikin bangga
orangtuanya saat membawa mobil pulang ke rumah, kemudian membuat orangtua
kecewa saat tau anaknya hanya jadi sopir. Mungkin itulah realitas yang banyak
terjadi. Cari kerjaan itu susah. Tapi kalau sampai 27 tahun dan kemudian
kehidupan keluarga si Doel gitu-gitu aja jadi berasa perjuangan Babe
menyekolahkan si Doel hingga sarjana seperti sia-sia.
Dalam film Akhir
Kisah Cinta si Doel pun ada dialog antara si Doel dan anaknya tentang pekerjaan
si Doel. Doel yang dulu pernah kerja di sebuah perusahaan besar, kemudian
berusaha mendirikan perusahaan sendiri hingga kemudian perusahaannya bubar. Seakan-akan
apa yang menjadikan Doel mapan dulu hanya karena kehadiran Sarah. Ketika Sarah
meninggalkan si Doel maka semuanya ambyar.
Sebagai seorang
sarjana yang dibanggakan keluarga, seharusnya sih si Doel bisa berjuang agar
tidak ujung-ujungnya jadi sopir oplet aja. Hingga kemudian jadi contoh pada
anak-anak, “Tuh sekolah yang bener biar sukses kayak si Doel.” Gituuu. Mapannya
si Doel juga akan membuat si Doel pantas bersanding dengan Sarah. Biar makin
greget dilematisnya. Wkwkwkwk….
Pada akhirnya,
memang Doel harus memilih. Tidak bisa berlarut-larut walau harus menyakiti dan
mengecewakan beberapa pihak karena memang kita tak bisa memuaskan hati setiap
orang. Dan pelajarannya adalah jangan bermain dengan dua hati, jika tak
ingin menyakiti. Terima kasih si
Doel untuk 27 tahun kisah ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah memberikan komentar di blog saya. Mohon maaf komentar saya moderasi untuk menyaring komentar spam ^_^