Virus Corona menggemparkan dunia. Wuhan mendadak dikenal oleh
banyak pihak. WHO pun mengumumkan situasi darurat global terkait Virus Corona.
Per hari ini (31 Januari 2019) jumlah korban yang meninggal dunia menjadi 213
orang. China juga melaporkan ada 9692 kasus, dan dari jumlah tersebut 2000
kasus baru dilaporkan. Kota Wuhan pun diisolasi agar virus tidak menyebar
terlalu luas.
Mendengar berita tentang bagaimana Wuhan diisolasi dan virus itu
menyebar, langsung membuat saya teringat pada film Train to Busan (TtB).
Padahal katanya ada film yang lebih mirip tentang virus tersebut ketimbang TtB
yaitu The Flu. Film yang dirilis pada tahun 2013 ini berasal dari Korea
Selatan, karena penasaran maka saya pun menontonnya dan sedikit banyak jadi
punya gambaran tentang penyebaran virus yang berbahaya tersebut.
Cerita dimulai tentang perdagangan manusia dari Filipina ke Korea,
tepatnya ke kota Bundang yang merupakan sebuah kota besar di wilayah Ibukota
Seoul. Sejumlah manusia dimasukkan dalam peti kemas dan ketika ditemukan
semuanya tewas kecuali satu orang (Berarti bukan semuanya dong ya).
Satu orang yang tersisa itu ternyata membawa virus, ia menularkan
pada satu dari dua orang yang menemukannya. Satu 'penemu peti kemas' langsung
batuk-batuk kemudian pergi ke apotek, mencari obat. Di sana virus menjalar,
dari petugas apotek, anak kecil, pasien yang sedang menunggu obat, dan dua
orang pelajar. Anak kecil itu mendekati ibunya, dua pelajar ke sekolah, petugas
apotek naik bus, anak kecil itu juga kembali ke playground, dan
selanjutnya virus itu pun menyebar dengan cepat ke banyak orang di Bundang.
Virus yang menyebar adalah virus flu grade A. Semacam flu burung
atau H5N1. Gejalanya seperti flu pada awalnya, batuk-batuk, demam, teradapat bitnik-bintik
merah di tubuh, tapi pasien kemudian muntah darah dan kejang-kejang. Tindakan
pun segera diambil, isolasi dilakukan terhadap Kota Bundang.
Di film tersebut, transportasi umum dihentikan, warga yang
menyerbu pusat perbelanjaan dan kemudian ada yang mendadak wafat di sana karena
terjangkit virus maka pusat perbelanjaan pun diblokade. Semua yang di dalam
sana tidak boleh keluar. Warga lain diperintah berkumpul di satu tempat,
diperiksa siapa yang terdampak, internet dan saluran telekomunikasi pun dimatikan.
Siapa yang sekarat maka akan dimatikan walaupun sebenarnya belum
benar-benar mati. Keadaan benar-benar tak terkendali. Tentang mengumpulkan
semua warga di satu tempat ini, juga terjadi pro dan kontra. Petugas medis
sudah mengatakan sangat berbahaya mengumpulkan semua orang di satu tempat, tapi
pihak pemerintah mengambil keputusan tersebut.
Di jajaran pejabat elite negara pun terjadi perseteruan. Perdana
Menteri dan Presiden berbeda pendapat untuk mengatasi masalah tersebut.
Presiden ingin melindungi rakyatnya sebaik mungkin. Tapi banyak pihak yang
menekan dan meminta Presiden mengeluarkan perintah agar memusnahkan semua
manusia yang ada di wilayah Bundang itu, demi menyelematkan lebih banyak warga
di wilayah lain.
Lalu, siapa tokoh utama film ini?
Tersebutlah seorang anggota regu penyelamat bernama Kang Ji Goo
(Jang Hyuk). Hari sebelum virus itu menyebar, ia menyelamatkan seorang wanita
bernama Kim In Hae (Soo Ae) yang ternyata seorang dokter. Ji Goo tertarik pada pandangan pertama pada dokter cantik itu
yang membuat ia terhubung dengan puteri sang dokter, yaitu Kim Mi Rae.
Pada saat virus menyebar, Kim In Hae terlibat pada team
penanggulangan bencana. Sementara Ji Goo, tetap terhubung dengan dokter yang
memikat hatinya itu lewat sang anak Kim Min Rae. Kejadian demi kejadian
terjadi. Huru hara dan isolasi pada saat tersebarnya virus mempertemukan terus Kim
In Hae dengan Ji Goo.
Di saat genting seperti itu, di mana para petugas medis berusaha
menemukan antivirus, Kim In Hae mengalami dilema. Anaknya sendiri, Kim Min Rae
ternyata tertular. Di satu sisi, ia harusnya meninggalkan anaknya di ruang
isolasi agar tidak menjangkiti yang lain dan dirinya, tapi di sisi lain kasih
sayang seorang ibu tentu tak bisa meninggalkan anaknya begitu saja. Terlebih
Kim In Hae tahu kalau mereka yang sudah tertular akan ‘dimatikan’ karena
tingkat kematian setelah tertular adalah 100% karena belum ditemukan anti
virusnya. Selain itu, kehadiran Kim In Hae juga diperlukan untuk menemukan anti
virus dari virus tersebut.
Menonton film The Flu ini membuat emosi campur aduk. Ketegangan bisa
kita rasakan di sepanjang film. Rasa kasih sayang seorang ibu pada anaknya
hadir menyusup dengan manis di film ini. Dilema yang dialami oleh Kim In Hae
membuat saya teringat pada pelajaran tentang
premis yang kuat pada sebuah cerita agar konflik menjadi dramatis. Premis
pada film ini memang benar-benar kuat.
Belum lagi emosi kita saat menonton dibuat geram dengan perseteruan
di pihak pimpinan pemerintahan. Perasaan mementingkan diri sendiri pada beberapa
pihak terlihat jelas membuat penonton geram. Mereka yang terdampak dan diisolasi
pun memberontak, kesabaran mereka habis. Mereka berusaha menembus isolasi agar
mendapat perhatian sehingga wabah lebih cepat ditanggulangi, tapi justru
perintah tembak di tempat buat mereka yang melawan diberlakukan.
Saya tidak tahu apakah virus Corona yang menyebar di Wuhan
semengerikan yang ada di film ini. Tapi, semoga saja tidak. Semoga juga anti
virusnya cepat ditemukan. Film ini sedikit banyak memang memberikan gambaran
pada kita saat wabah flu tersebar dengan cepat.
Saya merasakan ada beberapa kekurangan dalam film ini, seperti
terlalu bertele-tele pada beberapa scene sehingga durasinya melebar
menjadi 2 jam lebih, atau pun virus yang tidak sampai ke Seoul padahal dekat
dan orang-orang mondar-mandir aja keluar masuk kota Bundang atau pun menjelang ending kenapa Ji Goo tiba-tiba meninggalkan Min Rae. Walaupun begitu,
ini salah satu film terbaik dari Korea Selatan yang pernah saya tonton selain
Parasite dan Exit yang saya tonton tahun kemarin. Menonton film ini juga
membuat khawatir terhadap orang-orang yang batuk di sekitar kita dan pengin
pakai masker.
Aku merinding setiap kali membaca tentang virus, seolah-olah dia berjalan di permukaan kulitku..... kata temenku yang di Wuhan, beberapa bahan kebutuhan dasar seperti minyak goreng mulai menipis, sementara masker harganya naik, tapi syukurnya BNPB sudah mengirimkan 10 ribu masker untuk WNI di Tiongkok.
BalasHapusSemoga segera ketemu antivirus buat yang di Wuhan ya, Mbak. Ini saya lihat status orang Hongkong juga sekolah diliburkan dan orang2 juga pada berburu kebutuhan pokok dan masker. Pada kosong juga di supermarket.
HapusNgeri sekali ya, mudah sekali virus itu menyebar hanya dari 1 orang ke seluruh kota. Semoga apa yang terjadi di Wuhan tidak sengeri di film ini.
BalasHapusAamiin, Mbak. Iyaaa. Penyebarannya cepat banget, Mbak. Ngeri nontonnya. Dari yang satu menjalar ke yang lain.
Hapusmau nonton juga ah film ini mba....
BalasHapusGak ikutan share di grup kah? ðŸ¤
BalasHapusNah, aku jadi langsung nonton filmnya mba, ma kasih ya, buat refresing juga
BalasHapus