Wisata
Kuliner seperti hal yang harus saya jadwalkan ketika akan mengunjungi suatu
daerah. Bahkan kadang kalau ke daerah tertentu yang diburu adalah wisata
kulinernya, bukan wisata yang lain. Sama halnya saat bertandang ke Jakarta,
wisata kuliner menjadi salah satu yang saya dan suami jadwalkan. Selain wisata
kuliner juga wisata transportasi. Maklumlah tinggal di daerah, ada banyak
transportasi di ibukota yang belum ada di calon kota penyangga Ibukota
Balikpapan.
Baca juga : Naik Angkutan Umum di Jakarta
Pawon
Ibu Cetar, Bakmi GM, dan Pisang Madu Ibu Nanik adalah tempat-tempat yang saya
jadwalkan akan dikunjungi saat di Jakarta. Suami saya memang penggemar bakmi GM
terutama es teh manisnya yang katanya ga ada obatnya, es teh manis paling enak
sejagad raya. Hahaha...
Sedangkan
kami berdua juga penggemar berat Pisang Goreng madu Bu Nanik yang ada di
kawasan Tanjung Duren Jakarta Barat. Sementara itu saya juga penasaran sekali
dengan masakan di Pawon Ibu Cetar. Qadarullah, ke Pawon Ibu Cetarnya
gagal tapi ada satu kuliner legendaris yang di luar agenda tapi berhasil saya
nikmati dan saya puas sekali.
Menginap
di Hotel Amaris, Thamrin City membuat saya berada pada posisi strategis di
jantung Jakarta. Ke Grand Indonesia serta Plaza Indonesia dekat. Mau naik Trans
Jakarta juga dekat. Mau naik MRT dekat juga dengan stasiun Bundaran HI,
termasuk ke kawasan kuliner Kebon Kacang.
Bubur Ase |
Hari
terakhir di Jakarta, sebenarnya ada sarapan di hotel. Tapi saya googling
buat mencari tahu tempat sarapan yang bisa saya datangi di sekitar hotel.
Kemudian ketemulah sama Bubur Ase dan Ketupat Sayur Bang Lopi yang
banyak diperbincangkan orang-orang sebagai kuliner legendaris khas Betawi.
Beberapa tayangan kuliner di TV dan food vlogger juga pernah berkunjung
ke sana. Karena itulah sembari berjalan kaki pagi-pagi, saya dan suami
melangkahkan kaki ke Kebon Kacang.
Pagi
itu cuaca Jakarta mendung diselingi dengan gerimis tipis-tipis. Karena
gerimisnya tak sampai membasahi, jadi kami tetap berjalan kaki. Tak lama
setelah berjalan, ketemulah kedai Bang Lopi. Ada sebuah spanduk di depan kedai sebagai
penanda. Pakai google map saja yang mau ke sana, insyaAllah arahnya pas. Hehehe...
Ketupat Sayur dan Bubur Ase Bang Lopi |
Kedainya
lumayan sempit. Tempat duduk di dalam hanya muat sekitar empat orang. Di depan
sekitar tiga orang. Sewaktu kami datang, pengunjung yang makan di tempat sudah
selesai. Sehingga saya dan suami bisa menempati tempat di dalam kedai untuk
makan.
Ketupat Sayur |
Satu
porsi ketupat sayur dengan telur dan tahu serta satu porsi Bubur Ase adalah
menu yang kami pesan. Di dinding kedai Bang Lopi ini terdapat penjelasan
tentang bubur Ase dan juga foto bersama orang-orang terkenal yang pernah
mengunjungi kedai tersebut.
Foto di dinding |
Ase
sendiri sebenarnya akronim dari Asinan Semur. Jadi, bubur yang dikasih toping
isian asinan berupa taoge, timun, dan kerupuk serta tahu dan daging masak
semur, kemudian diguyur dengan kuah campuran asinan dan semur. Ketika membaca
deskripsi tentang bubur ini, saya agak ragu menyukainya. Walaupun sebenarnya saya
suka asinan Betawi dan juga suka semur. Tapj bagaimana jika mereka dipadukan
dalam satu piring? Pengalaman hidup sudah mengajarkan saya bahwa dua hal yang
kita sukai belum tentu cocok untuk bersatu, seperti Doel dan Sarah. Buahahaha….
Ternyata
pas dicoba, MasyaAllah, enaaaak dan lezat ternyata. Asinan dan semur ternyata
berjodoh dan cocok dalam satu piring.
Bubur Ase |
Rasanya
unik, sungguh unik tapi bisa banget diterima di lidahku. Cocok lah sama
seleraku. Suapan demi suapan memberikan sensasi rasa yang unik. Renyah taoge
segar berpadu dengan kuah asinan dengan ada buburnya juga ditambah kerupuk dan
pedasnya sambal. Belum lagi ketika disendok ada tahu dan daging masak semur.
Rasa ada rawon-rawonnya pas menggigit daging. Tapi semuanya menyatu dengan
kelezatan bubur yang unik.
Porsi
buburnya sendiri tidak terlalu banyak. Porsi yang pas sehingga tidak sampai ke
tahap eneg karena kebanyakan. Aku suka sekali sama Bubur Ase ini dan merasa
beruntung bisa menikmati kuliner legendaris ini.
teh tawar |
Ketika
duduk, kita juga disuguhkan teh tawar yang menurut saya juga sangat pas minuman
tersebut sebagai pendamping bubur Ase. Bubur Ase kan ada manis-manisnya jadi
minum teh tawar seperti sebuah kombinasi yang memang sudah terverifikasi untuk
saling mengisi. Apalagi teh tawarnya panas-panas, pas sekali dengan cuaca pagi
itu yang agak gerimis.
Sedangkan
ketupat sayurnya juga enaaak. Tipikal ketupat sayur Betawi dengan kuah santan
yang kental. Baik ketupat sayur atau pun bubur Ase-nya sama-sama lezat. Mungkin
kalau ke Jakarta lagi saya akan cari penginapan di sekitar Kebon Kacang ini.
Jadi pagi-pagi bisa menikmati sarapan Bubur Ase dan Ketupat Sayur.
Untuk
dua menu ketupat sayur dan bubur Ase saya membayar 30 ribu rupiah. Satu
porsinya 15 ribu. Kalau teh tawarnya dengar-dengar gratis karena datang sendiri
tanpa diminta. Pas ditanya harga berapa, Bang Lopi juga langsung bilang 30 ribu
rupiah tanpa tanya minum apa.
Naik bajay yuk |
Pulangnya
ternyata gerimis sudah berubah menjadi hujan yang membasahi jalanan. Saya dan suami
pun memutuskan naik bajay dan bayar 20 ribu rupiah. Kata suami tarif bajaynya
lebih mahal dari naik MRT dari stasiun Bundaran HI ke blok M. Wkwkwk.. kan
tarif MRT disubsidi sementara tarif bajay tak pakai subsidi.
Pada
tulisan di dinding kedai Bang Lopi disebutkan bahwa bubur Ase ini menjadi sebuah
cerita yang tak berakhir meski bubur tandas tak lagi tersisa. Saya setuju, saya
terus mengulang cerita tentang bubur Ase ini dan kini menceritakannya buat
teman-teman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah memberikan komentar di blog saya. Mohon maaf komentar saya moderasi untuk menyaring komentar spam ^_^