Jum'at,
14 Februari 2020 saat kabar itu saya terima, Terima Kasih Allah yang menjadi Fiksi Anak Terbaik Islamic Book Award 2020. Saya sedang tidak dalam keadaan
baik-baik saja saat itu. Masih dalam suasana berduka yang teramat sangat karena
meninggalnya nenek saya, plus ditambah kabar hasil MCU suami saya yang tidak
baik-baik saja. Hasil MCU itu membuat saya teringat akan hasil dua tahun yang
lalu yang membuat saya trauma parah. Saya down, tak menyangka juga
ternyata saya serapuh itu 😅 Semangat hidup saya seolah menguap. Sedikit makan, sedikit tidur,
banyak menangis.
Saat
saya mencoba mengumpulkan keping-keping semangat. Bilang ke suami kalau kita
harus mengatur pola makan. Saya pun beranjak ke supermarket, membeli beberapa
makanan untuk menunjang perubahan pola makan itu. Mungkin karena sedikit makan,
sedikit tidur dan banyak menangis itu berkeliling dua supermarket saya jadi lemes.
Saya pun melipir sebentar ke sebuah kedai donat untuk membeli segelas kopi di sana.
Trus
buka hape, maksudnya mau mengabarkan ke suami kalau saya sudah selesai belanja
tapi mau ngupi dulu. Eh, ada WA dari pihak penerbit, editor buku pertama saya sekaligus
yang menerima naskah buku kedua saya. Membaca sederet pesan dari Kak Ayu Wulan
saat itu membuat saya ternganga, gemetaran, merinding, sekaligus lemas.
Rupanya
sedikit makan, sedikit tidur, banyak menangis membuat energi saya benar-benar
terkuras, dan ternyata untuk bahagia pun kita perlu tenaga. Wkwkwkwk... Jadilah
tadinya saya mau take away saja, saya putuskan untuk duduk
sebentar.
Mencerna
isi chat kemudian capture percakapan itu dan mengirimkan kepada dua orang
dengan icon ðŸ˜ðŸ˜ðŸ˜
Sungguh
saya tak menyangka. Apalah saya ini yang hanya remahan tepung panir sisa
memanir kroket kemudian diberi Allah hadiah sebesar ini. Fiksi Anak Terbaik Islamic
Book Award 2020 untuk buku kedua saya yang berjudul Terima
Kasih Allah.
Terima Kasih Allah, Fiksi Anak Terbaik Islamic Book Fair 2020 |
Saya
melunglai tak percaya. Pikiran saya kembali mengulang apa yang terjadi di balik
buku itu. Seketika dapat ide, ditulis enam hari saja, diterima penerbit, ada
drama pas dicetak, harapan dan mimpi saya buat dapat IBF Award yang rasanya
jauuuuh di awang-awang eh ternyata mewujud menjadi nyata.
Allah
rupanya tak ingin membuat saya terpuruk lebih lama. Malu rasanya saya sempat
menulis status kalau kehilangan semangat hidup. Wkwkwk.....
Suami
yang saya kirimkan tangkapan layar percakapan itu langsung menanggapi begini
"Ayo kita ke Jakarta." Hihihi... Maka kemudian di tanggal 25 Februari
saya dan beliau terbang ke Jakarta. Serem juga kemudian membayangkan di
hari-hari tersebut virus Corona bertebaran di sekitaran Jakarta.
Seperti
yang saya ceritakan di postingan ini,
kalau pas saya ke Jakarta itu pas banjir. Tapi Alhamdulillah ternyata banjirnya
tidak semengkhawatirkan yang saya khawatirkan. Rabu, 26 Februari, pagi-pagi
setelah sarapan saya sudah meluncur ke JCC naik Trans Jakarta. Sampai di sana
menjelang pukul 9 pagi, cepat-cepat tuh jalan dan baru ngeh pas di sana kalau
acara baru dimulai pukul 10 pagi.
Ada
drama sedikit pas mau masuk tidak dibolehin. Untunglah Mbak Utari dari penerbit
kemudian menjemput saya di luar JCC dan menyerahkan undangan. Sampai di dalam
JCC, takjub karena banyaaaak sekali stand di sana. Itu adalah pertama kalinya
saya ke Islamic Book Fair seumur hidup saya. Ke JCC juga baru pertama kali itu
sih.
Setelah
berada dekat panggung utama, ketemu Mbak Vanda , panitia dari IBF. Di-briefing
dikit ntar gimana pas penyerahan trofi dan hadiah. Fiksi anak terbaik ternyata
berada di urutan pertama dipanggil. Otomatis tidak ada contoh dan saya yang
pertama maju 😅 legaaaa banget karena ternyata tidak ada sambutan-sambutan dari
peraih IBF Award. Wkwkwk...
Oya,
di kursi-kursi sudah ditulis siapa aja yang duduk di sana. Berurutan dari
peraih fiksi anak terbaik, fiksi dewasa terbaik, dan seterusnya. Jadi, duduk
sesuai nama. Di bawah kursi juga ada kotak buat trofi yang ternyata ukurannya
tidak pas, sehingga trofinya agak mencuat sedikit ke atas dan tidak tertutup
dengan sempurna.
Tempat trofinya kurang tinggi |
Di
kesempatan itu, Alhamdulillah juga bisa ketemu sama Mbak Irma Irawati. Mbak
Irma nyamperin ke JCC dan bertahan sampai acara selesai. Ketemu Mbak Vanda
Arieyani juga yang meraih penghargaan Non Fiksi Anak Terbaik. Yang membuat saya
surprise adalah peraih fiksi dewasa terbaik yang ternyata sesama Orang
Banjar, makanya kami sama-sama pakai sasirangan.
Bersama Mbak Vanda dan Mbak Irma Irawati |
Di
panggung utama, diumumkan 5 finalis finalis kemudian diumumkan pemenangnya. Iya
sih udah tahu siapa yang menang karena cuma yang menang yang diundang. Trus
gimana perasaan saya saat itu? Nano-nano. Hahahaa.... Senang iya, terharu juga,
trus gemetaran juga karena mau maju ke panggung. Maklumlah saya perempuan
pembenci panggung, jadinya bersyukur sekali tidak disuruh ngomong.
IBF Award dapat hadiah uang tunai 5 juta |
Pemenang
dikasih trofi dan piagam penghargaan. Untuk penulis ada reward berupa voucher
yang bisa diuangkan hari itu juga sebesar.... Emmm... Sebut aja ya... 5 Juta
rupiah. Alhamdulillah bangettt. Terima Kasih Allah. Tuh kan udah kayak judul
novel saya. Hehehe.... (Seperti nama, mungkin judul adalah doa juga. Terima
kasih Allah membuat saya berterima kasih pada Allah berkali-kali). Untuk buku ini masih bisa dibeli di
Ada buku pertama saya : Qiya&Risha, si Detektif Cilik di stand Indiva di Islamic Book Fair 2020 |
Para
pemenang IBF Award 2020 dipanggilnya bergantian, dari fiksi anak, kemudian
fiksi dewasa. Gitu deh sampai habis. Setelah acara selesai, saya mampir ke
stand Indiva. Juga cari Mbak Vanda, selaku panitia IBF buat mencairkan voucher
lima jeti tadi. Hadiah uangnya dikasih tunai, bukan ditransfer. Alhamdulillah
lagi dan lagi...
Setelah
shalat Dzuhur, saya dan suami pun berkeliling stand IBF. Cari makan juga yang
buanyaaaak sekali jualan-jualan makanan yang menggugah selera. Suami beli kurma
dan juga madu yang ternyata madunya ueanaaak sekali dan kami pesan lagi secara
online ketika di Balikpapan.
Nasi Bali, salah satu kuliner di IBF |
Setelah
lelah berkeliling dan barang bawaan juga udah berat, kami pun meninggalkan JCC
dan pulang ke hotel sebelum jalan lagi. Alhamdulillah.. pengalaman berharga
sekali. Suami bilang ke saya, kalau mau ke IBF lagi tahun depan boleeh. Tinggal
dijadwalkan supaya dia bisa ambil cuti. Aseeeek.... Pilih aja katanya mau ke
IBF atau Indonesia
Open. Lah? Hahahaa.... Pilihan yang sulit 😂
Jadi,
itulah cerita saya tentang Islamic Book Fair tahun ini yang membuat saya punya
pengalaman baru. Pengalaman ke IBF, pengalaman naik panggung, pengalaman jadi
juara fiksi anak terbaik, pengalaman dapat trofi, juga pengalaman ke Jakarta
pas banjir. Hihihi...
Seperti mimpi ketika menerima ini |
Kesimpulannya
: Pemenang akan dihubungi kira-kira 10 hari sebelum acara. Pemenang dapat
undangan. Dresscode batik (Yang bikin saya pusing cari jilbab buat padanan
sasirangan jingga satu-satunya yang saya punya. Hahaha...)
undangan Islamic Book Fair 2020 |
Oh
ya, buat yang nanya, bagaimana prosesnya kok bisa dapat? Jadi, panitia IBF buka
pendaftaran gitu buat buku-buku yang akan dinilai. Nah, untuk urusan daftar itu
semuanya penerbit yang ngurusin. Saya mah ga tau apa-apa. Tiba-tiba aja
dihubungin. Saya lampirkan di sini kriteria buku yang bisa didaftarkan ya.
Siapa tahu rezeki teman-teman di tahun yang akan datang.
Kategori Islamic Book Fair Sumber IG IslamicBookFair |
Kriteria Buku Yang didaftarkan di IBF |
Ini pendaftaran waktu IBF 2020 ya.... |
Barokallah ya Yanti, semangat terus berkarya. Senang lihat prestasinya. Semoga Allah memberikan kebahagiaan lainnya.
BalasHapusAamiin ya Rabb. Doa yang sama buat Mbak Naqiy. Makasiiih mbak ♥️♥️♥️
HapusYa..ya..ya..silahkan direncanakan..pandemi ini sepertinya bikin jatah cuti makin banyak yaa
BalasHapusYang penting pandemi ini cepat berakhir ya yang. Aamiin...
Hapus