Akhirnya
kami punya rumah setelah 10 tahun menikah. Dalam pandangan orang awam bisa jadi
ini sangat telat sekali. Tapi saya selalu percaya bahwa semua ini sudah di
waktu yang tepat.
Ada
beragam hal yang membuat kesempatan untuk memiliki rumah, baru kami miliki di
tahun ini. Walaupun memikirkannya ya udah lama juga. Standar pikiran manusia
lah ingin memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan.
Keinginan
memiliki rumah ini kami tahan-tahan karena tidak ingin KPR di bank. Penginnya
sih cash tapi duitnya selalu tidak cukup. Hihihi… Walau begitu, saya selalu percaya
Allah Maha Kaya dan kalau Ia sudah berkehendak pasti bisa punya rumah tanpa
melibatkan bank.
Santai
Mikirin Rumah
Di
awal pernikahan, bisa dibilang baik saya atau pun suami tidak terlalu
memikirkan rumah. Alasannya karena setelah menikah kami menetap di kota
kecamatan Handil Muara Jawa. Suami kerja di sana saat itu dan kami tidak ingin
selamanya ada di sana. Saya malah cuma menargetkan dua tahun aja di sana,
setelahnya pindah. Tapi kenyataannya kami di sana sampai tujuh tahun.
Baca juga : Pulang Ke Kotamu
Di
Handil Muara Jawa, kami mengontrak rumah petakan dengan biaya 750 ribu sebulan,
sudah termasuk listrik dan air. Tidak berubah selama tujuh tahun tarif sewanya. Kontrakan itu sudah berasa cukup untuk kami tinggal. Jadi, keinginan
untuk membeli rumah di sana nyaris tidak pernah terlintas di benak pikiran.
Nyaris
bukan berarti tidak pernah. Pernah satu kali baik saya atau pun suami tertarik
dengan sebuah iklan rumah. Harganya terjangkau untuk membelinya secara tunai.
Maklum tanah di sana tidak semahal di Balikpapan, jadi harga rumahnya juga
tidak semahal Balikpapan.
Waktu
itu sudah komunikasi intens dengan sales-nya dan janjian buat ketemu langsung
untuk pembicaraan lebih lanjut. Namun entah apa yang terjadi, di waktu yang
dijanjikan, saat saya sudah sampai di kantor developer, sales perumahan
tersebut tidak bisa dihubungi pun tidak keluar menyambut kami. Akhirnya kami
pulang dengan tangan hampa.
Saat
itu hari Sabtu, salesnya baru menghubungi lagi hari Senin dengan menawarkan
rumah lain. Tapi saya sudah terlanjur tidak minat lagi. Ilfil gitu lah.
Akhirnya keinginan buat beli rumah di Handil Muara Jawa melayang begitu saja. Belakangan
saya bersyukur tidak memiliki properti di sana. Jadi, tidak perlu mengurusinya
lagi saat sudah pindah. Properti memang harganya cendrung naik, tapi menjualnya
tidak semudah membalik telapak tangan.
Balikpapan yang luas. Adakah sepetak rumah untuk kami?
Ketika
Adik Punya Rumah
Saya
lupa tahun berapa persisnya ketika adik suami bilang kalau ia ingin membeli
rumah. Jujur jadi termotivasi dan pengin juga. Saat itu adik pun mengirimkan
brosur rumah yang ingin ia beli. Secara gambar memang sangat bagus. Khas rumah zaman kini yang minimalis modern. Tapi sayangnya
lokasinya tidak sesuai dengan yang saya harapkan. Padahal secara budget,
ini termasuk rumah yang bisa kami usahakan untuk beli secara tunai juga saat
itu. Usahakan buat duitnya ada semuanya sih kagak, tapi kekurangannya bisalah
pinjam dulu. Wkwkwk….
Saya dan suami kemudian berdiskusi dan kami sampai pada satu kesimpulan sabar dulu. Toh pada saat itu kami juga belum tinggal di Balikpapan jadi tidak perlu-perlu banget. Tidak perlu memaksakan diri, kata saya saat itu.
Pindah
ke Balikpapan
April
2019 akhirnya suami mendapatkan pekerjaan baru di Balikpapan. Kami pun
meninggalkan kota kecil tempat kami bermukim selama 7 tahun. Saat saya
memberitahu mama kalau kami akan pindah ke Balikpapan, mama pun bilang
"Saatnya cari rumah." Padahal sebelumnya mama enggak pernah sekali
pun bicara soal rumah ke saya.
Ketika pindah ke Balikpapan mulai agak serius mikirin rumah. Hihihi....
Ketika pindah itu, adik ipar menawarkan rumah di dekat rumah dia. Beda lagi dengan adik yang saya ceritakan di atas. Kalau rumah adik ini ada di tengah kota. Saat itu, ada beberapa rumah yang baru dibangun oleh kenalan mertua ipar saya. Lokasi cocok sekali dengan impian saya. Ke kantor suami tidak begitu jauh. Saat itu harga yang ditawarkan 500 juta. Beberapa rumah sedang masa pembangunan di sebuah lokasi yang sudah ramai penduduk. Bukan perumahan, tapi perkampungan.
Kendalanya apa? Dana. Wkwkwk... Sungguh saat itu dana sebesar itu jauh sekali dari jangkauan kami. Kalau separuhnya masih bisa diusahakan, tapi full setengah milyar terasa jauh dari jangkauan.
"Bisa kok KPR," kata yang menawarkan. Tapi lagi-lagi kan komitmen kami tidak ingin KPR di bank. Akhirnya kesempatan itu kami lewatkan karena tak de uangnya dan memilih kos yang per bulannya 1,85 juta.
Saat
mendengar kalau kami kos di sebuah kos²an berukuran 5x8 meter dan harus keluar
uang 1,85 juta setiap bulan. Ada saudara yang bilang daripada uang kami tiap
bulan buat kos mending ambil rumah.
Ketika
dikemukakan alasan kenapa kami belum bisa ambil rumah saat itu, memang agak
seperti ditertawakan. Apalagi ketika bilang kalau saya penginnya rumah di
tengah kota Balikpapan.
"Kalau di tengah kota ya mahal. Di tengah kota dikit aja sudah mahal banget," kata salah seorang saudara dengan tanda ngakak di belakang kalimat yang ia tulis.
Saat
itu ya saya sakit hati juga membacanya. Wkwkwk.... Dia seperti menertawakan
saya yang terlalu bermimpi dan mimpinya terlalu muluk. Hiks. Saya ngerasanya
gitu karena baper. Mungkin maksudnya bukan menertawakan tapi mengajak untuk
sadar kenyataan atau supaya kayak candaan. Wkwkwk.. Tapi ya itulah saya baper dan hal tersebut tidak menggoyahkan
keinginan saya buat punya rumah yang masih di tengah kota. Hihihi.... Saya
selalu bilang ke suami ayo kencangkan doa yuk... Allah Maha Kaya.
Perumahan
Syariah non Ribawi
Entah di mana saya mendapatkan info tentang perumahan Syariah non Ribawi. Yang kreditnya tidak ke bank tapi ke developernya langsung. Saya pun kemudian mencari tahu di dunia maya dan menemukan satu lokasi dibangunnya perumahan Syariah non Ribawi tersebut di Balikpapan.
Lokasinya
masih di tengah kota, dekat sekali dengan pusat kuliner dan termasuk daerah
yang sering kami lewati. Saya dan suami pun melihat lokasi tersebut. Saat itu
baru 1-2 rumah yang ada. Mencari rumah emang cocok-cocokan. Sebenarnya saat itu
lokasinya cocok dengan yang saya dan suami inginkan. Tapiii... Saya berasa
kurang sreg. Mungkin juga berasa ragu karena perumahannya masih sedikit.
Kemudian
saat itu, ada satu hal juga yang kami lakukan di mana tabungan kami terkuras
sampai mengeluarkan kata-kata kaya pegawai SPBU 'Mulai dari 0 lagi ya.' untuk
DP 50 juta saja sulit. Wkwkwk... Jadi, keinginan punya rumah pun harus
ditangguhkan lagi.
Ketika
pulang dari perumahan Syariah non Ribawi itu saya menunjuk satu perumahan di
depannya yang kami lewati. Saya bilang ke suami "Kalau di perumahan ini
saya mau."
Ditawarin Rumah Teman
Walaupun belum punya rumah, bukan berarti kami berfoya-foya. Kami tetap menganggarkan tabungan tiap bulannya untuk membeli rumah. Jadi sudah ada pos dana buat beli rumah. Dengan harapan, suatu saat bisa terkumpul banyak dan bisa membeli rumah secara tunai.
Saya
dan suami pun berhitung-hitung. Target kami saat itu di akhir tahun 2022 bisa
membeli rumah secara tunai. Targetnya rumah second.
Kemudian di akhir tahun 2020, ada teman suami yang menawarkan rumahnya dengan beberapa kemudahan seperti bisa nyicil ke dia langsung. Tanpa jaminan apa-apa karena dia percaya penuh ke suami. Saya pun dikasih lihat foto rumahnya.
Sebenarnya ini tawaran menggiurkan sekali. Kerap kali di tengah kegalauan saya soal rumah, saya berpikir gimana ya cara punya rumah tanpa kredit di bank. Pernah terlintas di pikiran saya, siapa tahu nih ada teman, kerabat, atau kenalan yang nawarin rumahnya dan bisa bayar cicil ke dia langsung. Nah pas banget kan ya....
Tapiii...
Ada hal yang kurang sreg dari penawaran tersebut. Pertama adalah lokasinya.
Memang masih di tengah kota Balikpapan, cuman ke kantor suami jaraknya lumayan
jauh. Begitu saya melihat foto-foto rumahnya, saya kemudian berpikir
"Hemm... Perlu direnov nih." Memikirkan biaya renov, belum lagi harga
rumahnya yang berasa jauh dari jangkauan membuat kami mundur. Walau teman suami
memberi keringanan bisa dicicil tapi berasa kurang sreg juga. Di sini saya mulai tersadarkan,
ternyata harga properti di Balikpapan tinggi sekali. Wkwkwk... Pening Bestie....
Rumah second apakah pilihan yang tepat?
Kakak saya membeli rumah second, yang kemudian ia renov habis-habisan. Rumah second yang ia beli harganya sekitar 400 juta dan biaya renov kemungkinan sampai di angka 300 juta. Dari sana, saya dan suami kemudian berdiskusi, Benarkan membeli rumah second adalah pilihan yang tepat buat kami?
Karena target kami di akhir tahun 2022 dengan jumlah kira-kira tabungan yang bisa kami kumpulkan hanya bisa membeli rumah second. Melihat apa yang dialami kakak, persoalan pasti tidak selesai dengan membeli rumah second tapi juga perlu dana buat renovasi.
Saya dan suami kemudian berdiskusi, tentang rumah yang kami inginkan dan yang cocok dengan karakter kami. Menimbang karakter kami berdua yang introvert, kayakna rumah yang cocok adalah di kawasan perumahan baru yang penghuninya masih sedikit. Jadi, sosialisasinya hanya dengan sedikit orang dulu. Kami juga menimbang biaya renov yang lumayan besar kalau membeli rumah second, kecuali ya mau apa adanya aja.
Dengan diskusi tersebut, pilihan kami mengerucut pada beli rumah di perumahan yang sedang masa pembangunan dan rumah yang baru. Oya belum lagi saya juga terbawa akan perkataan mama yang bilang kalau beli rumah second, jangan beli rumah dari orang yang bangkrut dan bercerai. Tidak bagus kata mama nanti auranya. Hehehe... Makin ribet kan... Udahnya dananya terbatas, mau di tengah kota dan syarat²nya banyak pula.
Saya dan suami pun menghitung-hitung berapa biaya yang bisa kami tabung per bulannya dan berapa lama sampai ke titik di mana bisa beli rumah. Dan itu seperti tidak terkejar. Wkwkwk... Di tahun ini terkumpul sekian, harga rumah naik jadi sekian. Perbanyak waktu nabung, rumah makin naik. Pusing enggak tuh. Apalagi Balikpapan mau jadi kota penopang IKN. Kata orang-orang, harga properti akan semakin meningkat. Makin galau dah. Hahaha....
Kemudian suami bilang "Ingat tidak rumah syariah yang non Ribawi dulu itu? Kita lihat lagi yuk. Kali aja cocok."
'Yuk,'
jawab saya.
Perumahan
Syariah non Ribawi part 2
Di suatu hari, saya dan suami kembali ke perumahan Syariah non Ribawi yang pernah kami datangi dua tahun sebelumnya. Surprise sekali melihat perkembangannya. Jauuuh lebih ramai dibanding yang saya lihat dulu. Rumah-rumah sudah terbangun sempurna dan sudah membentuk perkampungan kecil.
Saya takjub juga dibuatnya. Dan entah kenapa saat itu hati saya merasa cocok. Saya pun memotret baliho perumahan tersebut yang bilang perumahan Syariah tanpa riba, gharar, dan dzalim.
Saya pun memulai riset di media sosial dan google. Googling akun developernya apakah ada catatan buruk. Cek media sosialnya apakah kolom komentar ditutup dan lain sebagainya. Ya jaga-jaga aja amanah atau enggaknya. Kalau kolom komentar di media sosial ditutup kan semacam warning aja gitu. Saya juga minta pertimbangan keluarga dan teman yang sudah punya rumah duluan. Mereka semua mendorong saya dan suami untuk melanjutkan ke langkah selanjutnya.
Saya pun akhirnya menghubungi nomor kontak yang tersedia. Tidak perlu waktu yang lama, kami pun diajak sales dari perumahan tersebut untuk survey lokasi. Surprise-nya adalah ternyata perumahan Syariah non Ribawi yang pertama saya tuju itu sudah penuh dan yang dibuka tahap dua adalah perumahan baru di mana lokasinya adalah perumahan di depannya yang saya dan suami lewati kemudian saya tunjuk dan saya bilang "Kalau di sini saya mau."
Perumahan itulah nantinya yang akan menjadi lokasi rumah pertama kami.
Ceritanya
masih panjang tapi karena udah panjang bener ini tulisan kita sambung nanti.
Wkwwkk....
Sulit memang cari rumah untuk pertama kalinya apalagi harus disesuaikan dengan budget dan kebutuhan. Wah mantep ini di Balikpapan, wait walau keliatannya kompleks di sana padat rumit banget pasti jalan-jalan ke sana. Terima kasih sharingnya sangat bermanfaat buat aku yang juga dalam fase mencari rumah.
BalasHapusHohoho... Iya, Mbak. Buat orang luar Balikpapan emang agak ribet dengan jalan-jalan di Balikpapan. Aamiin... Semoga mendapatkan rumah yang pas ya mbak. Dilancarkan rezekinya selalu
Hapus