Setelah DP lunas, tibalah saat pembangunan
tiba. Sebenarnya sih, bukan saat pengumpulan DP rumah yang bikin aku galau,
tapi masa pembangunan ini adalah masa yang bikin aku stress. Entah kenapa aku
tidak bisa enjoy melaluinya.
Tiap weekend bawaannya berat karena mau cek rumah. Aku juga bingung sendiri sementara aku baca pengalaman orang-orang, ada banyak yang selalu semangat tiap mereka cek proses pembangunan rumah mereka.
Sementara aku, bawaannya mules dan
berdebar-debar. Aku cemas dan tenggelam akan kegalauanku sendiri. Aku bahkan
pernah nangis karena kamar mandi dibangun tak sesuai keinginanku. Wkwkwk...
Baperan banget siiih.
Untunglah punya suami lulusan Teknik Sipil
jadi paham lah gimana gimananya soal bangunan. Jadi, apa yang kurang bisa ia
diskusikan dengan pihak developer.
Tadinya aku pengin sok hebat mau ngurusi
semuanya sendiri. Kaya Mama Itin istri dari Babah Ahsan. Suami biar konsen
kerja dan cari duit. Tapi kemudian aku nyerah. Aku yang awalnya berhubungan
dengan pihak developer kemudian semuanya kualihkan ke suami aja. Untungnya
suami juga paham dengan kebaperan dan kegalauanku yang kadang tak beralasan
ini.
Baca juga : Lika Liku Perjuangan Mencari Rumah Pertama
Apa sih yang menjadi kegalauanku?
Pertama,
kayakna aku terlalu banyak melahap akun-akun yang bercerita tentang pembangunan
rumah, ada yang pembangunannya itu tidak jelas banget dan harus rombak ini itu.
Hingga kemudian aku menjadi parno sendiri. Gimana nih kalau begini dan begini
apalagi harganya kan enggak murah.. Huhuhu... Padahal setelah serah terima
kunci ada masa garansi.
Kedua,
aku berasa rumahnya kecil sekali. Padahal dari dulu aku sering bilang punya
rumah yang kecil-kecil aja deh, tipe 36 juga gapapa. Nah lho jadi doa kan
walaupun akhirnya dapatnya tipe 50. Makanya hati-hati dalam berkata-kata.
Wkwkwkwk...
Aku pun bilang ke keluarga enggak usah deh
mereka datang ke Balikpapan buat lihat rumahku. Karena keluarga banyak yang
bilang mau ke Balikpapan kalau aku dah punya rumah sendiri. Kenapa kularang?
Karena aku khawatir bakal ada yang komen 'Halusnya...' dan kemudian mengurangi
perasaan syukurku.
Ketiga,
mungkin efek dari pernah nih ada suami kirim foto rumah ke saudaranya. Trus dia
berkomentar tentang kekurangan rumah tersebut yang bikin aku galau. Apa benar
keputusan membeli rumah di area tersebut adalah keputusan yang tepat? Makanya
kemudian aku menjadi ketakutan sendiri kalau mau posting foto rumah. Takut ada
aja yang menjadi celah buat dikomentari. Hahaha....
Tadinya aku mau bikin akun IG buat rumah
ala-ala mamak homedecor gitu. Mau posting perkembangan pembangunannya. Tapi
baru kirim ke satu saudara aja trus dikomentari dan aku galau, apalagi kalau
dposting ke khalayak. Mentalku ternyata tak sekuat itu. Wkwkwkwk…
Jangankan cerita ke orang lain, pas aku cerita ke mama aja dan mama tahu kalau kamar mandinya cuma satu, mama komen "Loh? Cuma satu kamar mandinya?" Yah aku galau lagi deh. Rumahnya juga enggak besar, gimana kudu punya kamar mandi dua? Ya kan.... mungkin mama komen begitu karena di rumah mama kamar mandinya ada tiga. Wkwkwk....
Jadilah aku bilang ke saudara-saudara, enggak usah deh datang ke rumahku kalau bakal menggores atau mengikis perasaan syukurku. Aku tau rumahku kecil dan tidak lebih besar dari rumah-rumah yang keluargaku punya. Jadi aku tidak siap dengan komentar orang-orang.
Tapi kemudian aku sadar... Aku terlalu melihat
ke atas dan terlalu mendengarkan apa kata orang. Padahal aku tahu persis kalau manusia
itu tidak bisa memuaskan semua orang. Padahal juga, rumah tipe 50 ini jauuuh
lebih dari sekadar cukup buat rumah kami berdua. Aku juga bertekad buat hidup
minimalis dan menata rumah agar nyaman untuk ditinggali. The Home Edit bantuin
aku nyusun dunk... Wkwkwk...
Namun, semua perasaan tak menentu dan galau
itu lenyap di hari pertama aku tinggal di rumah ini. Aku cintaaaa sekali sama
rumah ini. Selama aku pindah dari satu rumah ke rumah lain, baik sebelum atau
sesudah menikah, ini rumah ternyaman yang kutempati. Apalagi dibandingkan
dengan kontrakan di Handil dan kostku sebelumnya, rumah ini jauuuh lebih
nyaman.
Lantas kenapa aku tidak bersyukur? Sungguh
terlalu rasanya jika aku tidak mensyukurinya hanya karena takut komentar orang
ini dan itu.
Pada akhirnya aku setuju dengan pernyataan
mamak-mamak di tiktok tentang rumah. Bahwa rumah itu adalah tentang kita.
Bagaimana kita merasa nyaman di dalamnya bukan tentang apa kata orang. Bukan
tentang memuaskan orang lain. Yakin deh enggak bakal bisa memuaskan setiap
orang. Lah ngapain juga dipuaskan, kan yang tinggal di sini adalah kita. Bukan
mereka. Hihihi....
Ini juga jadi pelajaran sih buat aku untuk tidak gampang mengomentari rumah orang lain. Mungkin karma juga buatku karena pernah mengomentari rumah orang lain. Entah keceplosan atau sekadar basa-basi. Semangat buat para pejuang rumah.
De yanti rumahnya sudah bagus banget, aku pertama datang saja langsung betah. Suasananya tenang, Adeeem gitu. Terbukti kan selama tinggal disitu sudah post berapa blogpost wkwkwk jadi produktif kan? Semangaats...
BalasHapusHahahaha... Iya, Kak. Udah nyiapin beberapa tulisan dan judul buat di-posting. Alhamdulillah... Iyaa. Pas pindah juga berasa nyaman. Hihihi... Makasih banyak ya kak jadi tempat curhat juga pas galau waktu masa pembangunan :')
HapusDuh ini dilema banget dalam pembangunan rumah memang komentar orang lain itu sering banget mempengaruhi. Kadang kita juga tiba-tiba nyesel kok ga gini sih rumahnya dulu kan jadi gini dan lain-lain. Memang harus serahin sama yang ahli dan diskusi dengan matang. Terima kasih sharingnya!
BalasHapus